Mohon tunggu...
ade anita
ade anita Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, blogger

ibu rumah tangga yang suka menulis dan berkebun serta menonton drama silat china.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Si (bakal) Kartu Sakti Bernama BPJS

1 Maret 2022   11:21 Diperbarui: 1 Maret 2022   18:25 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua pekan lalu, kebetulan adikku menemani saudara iparnya yang akan mengurus penjualan tanah ke notaris. Jadi ceritanya dia akan melakukan pembuatan akte jual beli tanah. Hal yang mengagetkan adalah, karena notarisnya memnberitahu bahwa sekarang jual beli tanah harus menpersyaratkan penyertaan kepemilikian kartu keanggotaan BPJS.

Wah. Kagetlah adikku dan saudara iparnya tersebut. Karena, selama ini si kartu BPJS yang mereka miliki nyaris benar-benar dicuekin karena memang amat sangat jarang dipakai. 

Mengapa Seseorang Memutuskan Tidak Mengaktifkan kartu BPJS-nya?

Ada banyak alasan mengapa seseorang akhirnya memutuskan untuk tidak mengaktifkan kartu BPJS mereka.

1. Karena saat itu dia memiliki kartu asuransi swasta yang lain.

Tidak bisa dipungkiri, sekarang penawaran asuransi kesehatan itu amat beragam. Dan sepertinya sudah merupakan lahan bisnis tersendiri. 

Asuransi kesehatan memang sebuah bisnis investasi yang cukup cerah prospeknya. Berbeda dengan bisnis investasi lain, seperti investasi kematian atau investasi kerusakan, investasi kebakaran, investasi kecurian. Karena, investasi jenis lain hanya orang yang memang "merasa" butuh saja yang memilikinya. Seperti baru membangun rumah dan rumah tersebut ada di daerah rawan konflik misalnya. 

Setelah tahun 1998, yaitu di awal tahun 2000-an, di beberapa daerah rawan konflik orang yang mendirikan bangunan di sana biasanya mengasuransikan rumah dan isi rumah mereka dalam sebuah investasi. Bisa jadi ini karena trauma kerusuhan yang terjadi di tahun 1998 tersebut. Tapi, tentu saja ini cakupannya kecil. TIdak banyak orang yang melakukan hal tersebut.

Lalu bagi mereka yang memang tinggal di daerah langganan banjir, biasanya mereka mengasuransikan kendaraan mewah mereka.  Atau bagi mereka yang baru membeli mobil, juga biasanya berlangganan asuransi kehilangan dan kerusakan kendaraan bermotor mereka. 

Tapi sekali lagi, jumlah nasabah yang ikut dalam program investasi di atas tidak banyak. Hanya mereka yang merasa perlu saja yang ikut serta.

Bandingkan dengan peserta asuransi kesehatan. Nyaris semua orang merasa perlu untuk ikut serta. Karena sakit memang sesuatu yang tidak bisa diduga kapan datangnya. Apalagi, sekarang banyak perusahaan yang memberikan fasilitas kesehatan bagi karyawan perusahaannya dengan cara mewajibkan karyawannya untuk ikut serta dalam asuransi kesehatan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut, dan itu adalah asuransi swasta yang telah menjalin kerjasama dengan perusahaan tersebut.

Atas dasar pertimbangan inilah maka orang akhirnya memutuskan untuk tidak mengaktifkan kartu BPJS mereka.

2. Karena kesulitan ekonomi membuat mereka tidak mampu membayar iuran bulanan BPJS.

Tidak semua orang mampu membayar iuran BPJS. Terlebih di era pandemi seperti sekarang ini dimana ekonomi terpuruk dan itu membuat banyak orang yang mengalami kesulitan ekonomi. Jangankan membayar iuran BPJS, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka saja rasanya sulit.

Berikut adalah besaran iuran BPJS di tahun 2022.

Daftar iuran BPJS Kesehatan 2022:
Kelas I: Rp 150.000 per orang
Kelas II: Rp 100.000 per orang
Kelas III: Rp 35.000 per orang

Membaca besaran iuran tersebut jangan lihat dari kecilnya jumlah setoran tersebut. Tapi, silahkan dikalikan jumlah anggota keluarga yang kita miliki.

3. Karena merasa layanan yang diberikan oleh asuransi kesehatan dari BPJS tidak memenuhi standar yang diinginkan.

Kakakku, suatu hari bertanya padaku, bagaimana caranya agar bisa berobat dengan kartu BPJS.

"De, aduh, kesal banget kakak. Kakak bolak-balik ke RSUD nih dan selalu nggak kebagian jatah buat berobat. Padahal obat kakak sudah habis. Kok susah banget ya dapat layanan pakai kartu BPJS?"

FYI, kakakku suaminya sudah pensiun dari sebuah perusahaan BUMN. Ketika suaminya masih bekerja di BUMN, dia menggunakan layanan kesehatan asuransi swasta yang disediakan oleh kantor suaminya tersebut.  Setelah pensiun, tentu saja layanan eksehatan asuransi swastanya juga berhenti dan diganti dengan layanan asuransi kesehatan BPJS.  Kebetulan, kakakku menderita Stroke sehingga harus minum obat setiap hari tidak boleh putus setiap harinya, seumur hidup. 

Kebetulan, suamiku adalah seorang PNS sehingga aku beberapa kali menggunakan kartu BPJS karena memang semua PNS otomatis diberikan layanan asuransi kesehatan dari BPJS, disamping secara mandiri boleh menggunakan layanan asuransi swasta. Jadi memang double sih bayar iuran kepesertaannya. 

"Kak, memang begitu jika menggunakan BPJS. Jadi, setelah shalat shubuh, kakak harus ke Rumah Sakit  itu untuk mulai antri nomor. Kenapa? Karena biasanya peserta BPJS itu diberi jatah oleh rumah sakit swasta jumlah yang bisa dilayani setiap harinya. Misalnya dokter mata, hanya mau melayani 20 orang saja setiap harinya. Atau dokter jantung, tidak mau melayani lebih dari 50 orang dalam sehari dari kelompok BPJS. Atau dokter syarat cuma mau melayani 70 orang saja dari kelompok BPJS. Nah, karenanya kita harus "berebutan" untuk cepat-cepatan bisa dapat nomor jatah yang bisa dilayani tersebut. Jadi, mau nggak mau, harus antri setelah shalat shubuh di rumah sakit biar bisa dapat nomor jatah."

"Kenapa gitu sih De? Nggak kasihan apa sama yang sudah sakit lalu jauh-jauh datang ke rumah sakit tapi ditolak?"

"Mau nggak mau, kak. Karena kita harus berpikir sebaliknya juga. Bayaran untuk dokter yang melayani pasien BPJS itu harganya ditentukan oleh pemerintah dan jumlahnya kecil. Itu pun masih dipotong untuk biaya administrasi. Nah, kasihan kan dokternya sudah gempor harus melayani puluhan bahkan ratusan orang tapi digaji kecil? Nanti jika si dokter tidak bisa menyehatkan diri sendiri karena kurang gizi gimana? Kan orang yang bekerja keras banget butuh gizi yang berimbang juga. Istirahat yang cukup juga. Hal itu sulit dipenuhi jika dia dibayar amat murah. Lalu rumah sakit juga begitu. Kan rumah sakit butuh dana untuk membiayai keberlangsungan rumah sakit tersebut. Gaji karyawan administrasi, gaji para OB biar rumah sakit tetap bersih kinclong, belum lagi membiayai peralatan kesehatan di rumah sakit yang mahal. Belum lagi membiayai perawatan fasilitas yang ada di rumah sakit tersebut. Kan ada biaya-biaya yang harus dikeluarkan tanpa harus menunggu tagihan dibayar oleh pemerintah gitu. Jadi, win wins solution-nya ya dengan membatasi pasien BPJS. Jadi mereka nerima pasien non BPJS. Pasien non BPJS ini bisa ditagih bayaran yang lebih besar. Ya buat subsidi silang dengan pasien BPJS itu."

"Iya sih... tapi kakak kasihan dengan suami kakak yang harus bolak-balik ke rumah sakit dan selalu gagal buat dapat kartu."

"Ade pernah ngerasain hal tersebut kak. Mau nggak mau, suami kakak harus berangkat setelah selesai shalat shubuh memang. Ade dulu melakukan itu. Selesai shalat shubuh, nggak pakai mandi, langsung ke rumah sakit buat antri dapat nomor. Masih gelap dan bahkan pintu pendaftaran belum dibuka dan ada tulisan CLOSE, Ade tetap antri di depan pintunya demi bisa dapat nomor antrian. Cobalah berangkat setelah selesai shalat shubuh. Insya Allah dapat deh."

Keesokan harinya, kakak memberiku kabar gembira.

"De, akhirnya dapat nih kakak nomor buat berobat. Tadi suami kakak berangkat dari rumah jam 4 pagi, bawa sajadah dan sudah wudhu dari rumah. Jadi shalat shubuh di depan meja ambil nomor. Akhirnya alhamdulillah dapat nih nomor 27."

Nah... pertanyaannya, apa semua orang mau melakukan jalan ninja untuk berobat seperti itu? 

Si (bakal) Kartu Sakti Bernama BPJS

Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan instruksi presiden No. 1 tahun 2022 tentang optimalisasi jaminan kesehatan nasional kepada seluruh menteri dan kepala daerah. 

Isi dari instruksi tersebut tentang kebijakan memberlakukan kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai syarat untuk menggunakan beberapa layanan publik.

Pemberlakuan penggunaan BPJS Kesehatan untuk layanan publik akan dimulai pada 1 Maret 2022.

1. Pengurusan SIM, SKCK dan STNK

Kepolisian Republik Indonesia akan memberlakukan kebijakan syarat keanggotaan aktif BPJS Kesehatan dalam pengurusan SIM, SKCK, dan STNK.

2. Jual beli tanah

Presiden menginstruksikan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional untuk memberlakukan persyaratan keanggotaan aktif BPJS Kesehatan untuk komponen jual beli tanah.

3. Pengajuan KUR

Pengajuan KUR (Kredit Usaha Rakyat) merupakan salah satu fasilitas permodalan untuk masyarakat yang akan membuka usaha.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan memberlakukan syarat pengurusan KUR salah satunya menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan.

4. Haji dan umroh

Bagi masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji dan umroh wajib untuk menunjukkan bukti kepesertaan BPJS Kesehatan peserta aktif JKN.

Baca Juga: Tidak Hanya Jual Beli Tanah, Urus SIM dan STNK Juga Wajib Pakai BPJS Kesehatan

5. Pengajuan izin usaha

Sekarang salah satu syarat pembukaan usaha harus tercatat sebagai kepesertaan BPJS Kesehatan.

6. Nelayan dan petani penerima program kementerian

Nelayan dan petani yang akan menerima program dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Pertanian harus menjadi anggota aktif BPJS Kesehatan.

Nah.... itu tadi di atas beberapa layanan publik yang memerlukan kepemilikan kartu kepesertaan BPJS. Kalian sudah punya BPJS belum sih? Atau kartu BPJS nya belum diaktifin? Segera yuk aktifin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun