Mohon tunggu...
ade anita
ade anita Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, blogger

ibu rumah tangga yang suka menulis dan berkebun serta menonton drama silat china.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Broadcast Ajakan Memancing Hujan dengan Baskom Berisi Air Garam

12 September 2015   16:05 Diperbarui: 12 September 2015   18:42 3954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kabut asap akibat kebakaran hutan di wilayah Sumatra dan Kalimantan telah membuat daerah yang berada di sekitarnya mengalami darurat asap. Korban pun sudah mulai berjatuhan.

Adalah Hanum, panggilan akrab bocah perempuan itu, menderita kesulitan bernapas akibat kabut asap yang semakin pekat. Hanum jatuh saat sedang bermain dan tak sadarkan diri lagi.

"Saya mengizinkan Mukhlis untuk fokus merawat anak kesayangannya di rumah sakit. Kami dimaklumkan bahwa terjadi penumpukan lendir di tenggorokan dan paru-parunya sehingga perlu mendapat perawatan intensif dari dokter ICU RSUD Arifin Achmad, tempat Hanum dirawat," kata Eka, Jumat (11/9/2015).

Pada Kamis (10/9/2015) siang, sekitar pukul 13.30 WIB, Eka mendapat kabar bahwa siswi kelas enam SD Negeri 171 Kulim, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru, itu sudah menghadap Yang Mahakuasa. "Kami semua berduka. Kami semua tak menyangka," ujar Eka. (baca : Sulit Bernapas akibat Kabut Asap, Bocah SD di Riau Meninggal Dunia). 

Protes dari negara tetangga, Singapura dan Kuala Lumpur, pun sudah berdatangan. Kedua negara terdekat dengan Indonesia ini memang kerap menjadi korban jika terjadi bencana kabut asap dari areal hutan di Indonesia.

Penyebab Kebakaran

Bencana kabut asap memang sepertinya sudah menjadi masalah tahunan di Indonesia. Setiap tahun, selalu ada PR yang harus ditangani oleh Kementrian Kehutanan dan Pemerintah daerah tempat areal kebakaran hutan terjadi. 

Ada sebuah perbedaan antara kebakaran tahunan yang sering terjadi di wilayah Australia, khususnya wilayah New South Wales meski kedua kasus kebakaran hutan ini terjadi di musim yang bisa dikatakan sama: yaitu musim kemarau (di Indonesia) dan musim panas (di Australia). Perbedaaannya, karena ketika musim panas di Australia, suhu memang tinggi sekali dan banyak rumput serta batang pohon yang kering sehingga ketika terpapar oleh sinar matahari terlalu lama langsung memercikkan api. 

Di Kalimantan, kondisi serupa juga terjadi. Yaitu akibat panas bumi yang menyebabkan lahan gambut yang ada di atasnya mudah terbakar ketika terpanggang sinar matahari musim kemarau. Tapi... ada perbedaan lain. Yaitu, di Indonesia, hutan-hutan itu memang dibakar dengan sengaja.

Proses membuka lahan di wilayah hutan yang diperuntukkan untuk hutan industri atau perkebunan memang seharusnya dengan cara membabat pepohonan dan membersihkan lahan. Tapi, jika itu dilakukan tentu akan menambah biaya tersendiri dan pengusaha biasanya termasuk orang yang cukup perhitungan jika harus mengeluarkan ongkos lebih. Maka, mereka pun menggunakan cara tradisional yang seharusnya tidak boleh lagi digunakan di saat ini yaitu dengan membakar lahan yang akan diolah.

Proses pembakaran hutan, biasanya dilakukan dengan cara membuat lingkaran terlebih dahuliu di areal yang menjadi hak milik mereka (berdasarkan surat izin). Lalu, setelah itu di sepanjang lingkaran tersebut mulai dibersihkan dari pepohonan hingga membentuk daerah yang terisolasi dengan areal tetangga sekitar. Baru kemudian dibakar. 

Jaman dahulu, proses pembakaran lahan dilakukan dengan cara berkeliling. Yaitu membakar hanya pepohonan terluar dari areal yang sudah dibersihkan berkeliling. Dengan begitu api hanya menyambar pohon yang ada di lingkaran dalam dan terus mengerucut hingga akhirnya pohon terdalam habis. Lalu api mati.

Itu dulu.

Sekarang, areal hutan sudah dikotak-kotakkan. Masing-masing sudah ada yang punya. Dan tiap yang punya membakar lahannya. Nah loh. Tentu saja api bisa saling sambar dan akhirnya terjadi kebakaran hutan. Dan karena areal yang harus dipadamkan terlalu besar akhirnya muncullah bencana asap.

Penanganan Bencana Kabut Asap

Hingga saat ini, penanganan masalah bencana asap dari berita yang disajikan tampaknya masih bersifat sementara. Yaitu, menangkap pelaku pembakaran hutan. Pemilik lahan tidak pernah ditangkap. Padahal, tidak mungkin ada asap jika tidak ada api. Alias, tidak mungkin ada pelaku jika tidak ada yang menggaga ide untuk melakukannya.

Tahun 2015 ini,  penanganan bencana kabut asap sudah ada kemajuan. Yaitu dengan cara diberikannya garis polisi atau police line di wilayah yang diduga penyebab asal kebakaran hutan. Dari berita yang aku baca, sudah ada 14 lahan yang diduga penyebab awal kebakaran yang sudah ditandai oleh garis polisi (baca: Menanti terobosan penanganan kabut asap). 

Hal yang juga kemajuan di tahun ini adalah, karena sudah bergabungnya Kementerian kehutanan dan Kementrian lingkungan hidup, maka kepolisian bisa melakukan proses penangkapan dan pembekuan izin terhadap perusahaan yang memiliki HPH di wilayah yang dicurigai tersebut. Sanksi pun mulai bisa diberlakukan, yaitu adanbya pembekuan HPH selama beberapa tahun atas lahan yang bermasalah tersebut.

(Aku menyambut baik ketegasan ini meski tetap merasa kurang puas karena, yang ditangkap hanya pelaku di lapangan saja. Sedangkan pemilik lahan dibiarkan tidak diberikan sanksi apapun. Padahal, menurutku jika pemilik lahan diberi sanksi maka itu akan menimbulkan efek jera pada mereka.)

sumber foto dari sini

Broadcast Ajakan Memancing Hujan Dengan Baskom Berisi Air Garam

Kemarin, aku mendapat pesan Broadcast yang berisi ajakan memancing hujan dengan baskom berisi air garam. Berikut aku copas ya isinya:

Tolong bantu saudara kita di jambi. Disana hanya tersisa 5% udara yang layak.
Hanya dengan langkah kecil.

Darurat Asap !!

Sediakan baskom air yang dicampur garam dan diletakkan diluar, biarkan menguap, jam penguapan air yang baik adalah sekitar pukul 11.00 s.d jam 13.00, dengan makin banyak uap air di udara semakin mempercepat Kondensasi menjadi butir air pada suhu yang makin dingin di udara.
Dengan cara sederhana ini diharapkan hujan makin cepat turun, semakin banyak warga yang melakukan ini di masing-masing rumah, ratusan ribu rumah maka akan menciptakan jutaan kubik uap air di Udara.


Lakukan ini satu rumah cukup 1 ember air garam, bsok Sabtu tgl 12 Sept, jam 10 pagi serempak..

Mari kita sama2 berusaha utk mnghadapi kabut asap yg kian parah ini..

Mohon diteruskan..
Terima kasih

 

Begitu baca ini, aku sebenarnya rada-rada nggak percaya. Asli nggak percaya.

Memang sih satu orang itu tidak cukup untuk merobohkan kota Roma tapi karena banyak oranglah maka kota Roma dulu bisa runtuh. Tapi...kasusnya sekarang beda euy. 

Akhirnya tadi pagi, aku mendapat penjelasan langsung dari BPPT yang membantah permasalahan ini. Aku copas ya isinya:

Jakarta - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memberi penjelasan soal ramainya pesan berantai berisi ajakan cara memancing hujan menggunakan baskom berisi air garam. BPPT menegaskan menciptakan hujan bukan sesederhana itu.

"Dengan 1 ember air tiap rumah dan ajakan ratusan ribu rumah, berharap ada jutaan meter kubik uap air. Dengan asumsi 1 ember sama dengan 10 liter air, maka total air yang hendak diuapan hanya ribuan meter kubik. Diperlukan ratusan juta ember untuk mendapatkan jutaan meter kubik. Itu pun jika semua air yang ditempatkan di ember menguap semua. Dan dipastikan tidak akan mungkin," kata Peneliti Meteorologi Tropis BPPT Tri Handoko Seto dalam keterangannya, Sabtu (12/9/2015).

Menurut Tri, hujan bukanlah mekanisme semikro itu. Perlu banyak persyaratan agar terbentuk awan hujan. Selain penguapan yang sangat banyak, juga perlu pola angin tertentu yang mengarahkan uap air sehingga terjadi kondensasi di suatu wilayah.

"Tentu saja ini terkait dengan kondisi cuaca skala luas. Keberadaan gunung bisa saja mengakibatkan terbentuknya awan, tetapi untuk menjadi hujan juga perlu lingkungan yang mendukung," lanjutnya.

Pada saat ini, air laut di sekitaran Jambi, Sumsel dan Riau tetap menguap airnya. Namun pola angin mengakibatkan uap air tertarik ke utara dan timur laut. Sehingga awan terbentuk di wilayah utara dan timur laut wilayah Indonesia.

Namun bukan tidak mungkin tiba-tiba terjadi perubahan pola angin pada skala yang lebih kecil sehingga terbentuk awan. Tim BPPT telah siaga untuk menyemai awan yang mungkim tumbuh agar bisa menjadi hujan.

Bagi Tri, yang terpenting saat ini kita harus bisa menjaga agar jangan ada lagi pembakaran lahan maupun hutan di saat kemarau. Jika melihat pelaku kebakaran, langsung laporkan ke pihak berwajib. Atau kita juga bisa saja bergabung ke dalam gerakan-gerakan pemadaman kebakaran hutan dan lahan.

Sebelumnya sejak malam tadi, ramai tersebar pesan berantai soal makin memburuknya kondisi udara di Jambi. Salah satu isi pesan ini menulis tentang cara untuk bisa menciptakan hujan.

"Sediakan baskom air yang dicampur garam dan diletakkan diluar, biarkan menguap, jam penguapan air yang baik adalah sekitar pukul 11.00 s.d jam 13.00, dengan makin banyak uap air di udara semakin mempercepat Kondensasi menjadi butir air pada suhu yang makin dingin di udara. Dengan cara sederhana ini diharapkan hujan makin cepat turun, semakin banyak warga yang melakukan ini di masing-masing rumah, ratusan ribu rumah maka akan menciptakan jutaan kubik uap air di Udara. Lakukan ini satu rumah cukup 1 ember air garam, bsok Sabtu tgl 12 Sept, jam 10 pagi serempak.. Mari kita sama2 berusaha utk mnghadapi kabut asap yg kian parah ini..," tulis pesan tersebut.

(mok/try) (sumber dari : Ini Penjelasan BPPT Soal Broadcast 'Pancing' Hujan via Baskom Air Garam)

Ah. Syukurlah sudah ada penjelasan resmi dari BPPT ini. 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun