Mohon tunggu...
Ade Adin Sahrudin
Ade Adin Sahrudin Mohon Tunggu... Novelis - mahasiswa

Public speaking

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenapa Musonif Mengarang Kitab dengan Bismillah?

14 Desember 2022   09:44 Diperbarui: 14 Desember 2022   09:50 1889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Syekh Salim bin Sumair al-Hadromi berkata, " ", artinya dengan perantara setiap nama dari nama-nama Dzat Yang

Maha Tinggi, yang bersifatan dengan kesempurnaan perbuatan-perbuatan atau yang bersifatan dengan menghendaki perbuataan perbuatan, aku menyusun [kitab] seraya mengharap barokah atau meminta pertolongan. Tafsiran basmalah ini adalah tafsiran yang

dijelaskan oleh Syaikhuna ad-Dimyati dalam Khasyiah Ushul Fiqihnya.

Adapun anjuran Mengawali Sesuatu dengan Basmalah

Mushonnif, yaitu Syehk Salim bin Sumair al-Hadromi mengawali kitabnya dengan basmalah karena mengikuti al-Quran yang mulia, yang mana al-Quran juga diawali dengan basmalah, maksudnya, al-Quran diawali dengan basmalah saat al-Quran itu masih ada di Lauh Mahfdudz, atau setelah dikumpulkan dan diurutkan dalam mushaf.

Adapun riwayat yang menyebutkan, "Yang pertama kali ditulis oleh al-qolam adalah kalimat, 'Aku adalah Allah Yang Maha menerima taubat dan Aku akan menerima taubat hamba yang bertaubat" maka tulisan tersebut terdapat di tiang 'Arsy. 

Selain itu, Syekh Salim bin Sumair mengawali kitabnya dengan basmalah karena mengikuti dan mentaati perintah Rasulullah

shollallahu 'alaihi wa sallama dalam sabdanya, "Sesungguhnya yang pertama kali ditulis oleh al-qolam adalah ' '. Oleh karena itu, ketika menulis sebuah buku maka tulislah Basmallah di awalnya.

Lalu apa keunggulan Basmallah? Basmallah adalah kunci atau pembuka setiap kitab yang diwahyukan. Ketika Jibril turun menemuiku (Rasulullah) membawa wahyu basmallah, ia membacanya tiga kali dan berkata, 'Basmallah adalah untukmu dan umatmu.

Perintahkanlah mereka untuk tidak meninggalkan basmalah dalam semua urusan mereka, karena sesungguhnya aku tidak pernah meninggalkannya sekedip matapun semenjak basmalah diturunkan kepada bapakmu, Adam 'alaihi assalaam. Begitu juga para malaikat tidak pernah meninggalkannya." Dalam sebuah riwayat disebutkan, "Ketika menulis sebuah kitab atau buku, maka tulislah basmallah pada permulaannya.

Kemudian ketika kalian sudah menulisnya maka bacalah basmalah itu." Diriwayatkan dari Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallama bahwa beliau bersabda, "Berbuatlah seperti perbuatan Allah!" Tidak diragukan lagi bahwa kebiasaan perbuatan Allah adalah mengawali setiap Surat dalam al-Quran dengan basmalah kecuali Surat atTaubat. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk mengawali setiap perbuatan yang baik menurut syariat dengan basmalah.

Begitu juga, Syeh Salim bin Sumair mengawali kitabnya dengan basmalah karena mengamalkan hadis yang diriwayatkan oleh

Abu Daud dan lainnya, yaitu;

Artinya: Setiap perkara yang baik menurut syariat yang karenanya tidak diawali dengan, ' ' maka perkara tersebut adalah abtar, atau aqto', atau ajdzam.

Lafadz '' berarti yang terpotong ekornya. Lafadz '' berarti orang yang terpotong kedua tangannya atau salah satu dari keduanya. Lafadz '' dengan huruf // yang bertitik satu berarti yang terpotong tangannya. Ada yang mengatakan lafadz '' berarti yang hilang jari-jarinya. Al-Barowi berkata, "Ajdzam adalah sebuah penyakit tertentu yang sudah terkenal." Dalam hadis Kullu Amrin ...dst di atas mengandung susunan tasybih al-baligh.

Jadi maksud hadis diatas adalah "Setiap perkara yang memiliki

kemuliaan atau keagungan, atau setiap perkara yang dianjurkan

dilakukan atau yang diperbolehkan dilakukan atau setiap perkara

yang memiliki hati, yang sebab perkara tersebut tidak diawali dengan " " maka perkara tersebut adalah seperti hewan yang

terpotong ekornya, atau seperti manusia yang terpotong kedua tangannya, atau seperti manusia yang hilang jari-jarinya, atau seperti

manusia yang mengidap penyakit kusta, dalam artian bahwa perkara tersebut memiliki kekurangan dan cacat menurut syariat meskipun secara dzohir atau nampaknya, perkara tersebut telah terselesaikan.

  Wallohu A'lam Bis Showab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun