Oleh : Ade Satriana,S.Pd
Secara kodrati manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Seperti juga alur kehidupan manusia, awal kehidupan dari dalam kandungan, lahir, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, tua dan meninggal. Begitulah kiranya alur hidup manusia, ketika dewasa  secara umum mereka akan mencari pasangan hidupnya untuk dibawa ke jenjang pernikahan.
Untuk memasuki jenjang pernikahan melalui proses yang panjang, ada masa perkenalan, pertemanan, jatuh hati, berkomitmen untuk menjalin hubungan hingga berencana menuju ke jenjang pernikahan. Tapi percintaan selama pacaran tidak semulus itu, Â ada kalanya timbul cemburu, salah paham hingga berakhir pada pertengkaran, ataupun tidak menemukan restu dari orang tua karena ada hal-hal yang tidak bisa diterima oleh orang tua.
Hal-hal yang tidak bisa diterima orang tua misalnya, perbedaan agama, suku, sifat atau karakter, bisa karena perbedaan status pendidikan, ekonomi. Jalinan hubungan itu adakalanya mampu sampai jenjang pernikahan, ada yang gagal dan harus mencari sosok pengganti yang lain untuk melalui proses mengenal kembali tuk mencapai kecocokan dan kata sepakat untuk menuju pelaminan.
Masa pacaran begitu indah, begitu banyak janji manis, dan harapan untuk terus bersama saling sayang menyayangi, menerima kelebihan dan kekurangan dari pasangan. Begitu sulit dipisahkan, ada cinta, rindu dan seakan tak sanggup hidup bila dipisahkan.
Hakikatnya memilih, menentukan pasangan hidup sekali untuk seumur hidup. Menentukan pasangan yang kelak akan menjadi  orang tua dari anak-anak dari hasil pernikahan, membina keluarga kecil bersama hingga akhir hayat.
Setelah menemukan pilihan tepat, waktu tepat, dan kesepatan untuk menikah tiba, begitu haru dan bahagia mengiringi pesta pernikaha. Awal pernikahan masih  begitu indah, seiring berjalananya waktu mulai terlihat kebiasaan, watak asli dari pasangan, yang semula semua itu tidak terlihat. Terkadang menimbulkan ketidak nyamanan, tetapi berusaha saling menerima dan memahami kelebihan dan kekurangan pasangan
Masa penyesuaian diri, di awal pernikahan kebiasaan buruk lama masih sulit untuk di hilangkan, biasa bisa bebas berkumpul bersama teman dengan tak kenal waktu. Kini setiap keluar rumah harus memberi tahu dan harus menetukan waktu pulang, tidak sebebas masa masih sendiri. Sering perjalanan waktu dengan sedikit pertengkaran kecil disetiap perbedaan, semua mulai bisa berjalan normal.
Beberapa bulan kemudian istri mulai hamil, perhatian lebih dari suami sangat berpengaruh dengan mood sang istri dan demi kesehatan janin yang masih ada dalam kandungan. Suami harus secara intensif menanyakan asupan makan istri, waktu beraktifitas, waktu istirahat dan waktu kapan harus mengantar memeriksakan diri ke dokter, semua berjalan dan dinikmati karena berharap hadirnya si buah hati.
Ketika bayi mulai lahir, kebutuhan rumah tangga mulai bertambah, sehingga istri harus pandai mengelola keuangan rumah tangga. Suami harus lebih giat bekerja, dan mulai mengurangi pengeluaran uang yang tidak penting.
Selanjutnya lahir anak kedua, ke tiga dan selanjutnya, yang jelas semakin bertambah anggota dalam rumah, kebutuhan keuangan semakin besar. Â Memiliki dua atau lebih anak adalah pilihan masing-masing pasangan.
Semakin besar pengeluaran rumah tangga istri mulai pusing mengelola keuangan rumah tangga, suami mulai menghabiskan waktu untuk bekerja dan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Semua tidak ada yang salah, tetapi ada yang hilang  atau berkurang  yaitu waktu kebersamaan dengan keluarga.
Mulailah pertekaran kecil terjadi dan tidak terselesaikan, istri semakin sering uring-uringan, suami semakin sibuk dikantor. Sisi hati suami yang kosong akan kemesran, kata manis dan kemanjaan seorang istri. Istri dengan segala kesibukan di rumah hingga lalai memperhatikan penampilan dirinya, lebih mengutamakan menyelesaikan urusan rumah, ketimbang beli baju, bedak, lipstick, terlebih memikirkan penampilan.
Suami mulai merasa melihat istri tidak menarik lagi, suami hanya bisa melihat istrinya saat ngomel , dengan pakai lusuh, muka tanpa olesan beda dan liptik dibibir. Terikan, pertengkaran kecil, dan tangis anak-anaknya, belum lagi ruamah yang berantakan oleh mainan anak-anaknya, semua keadaan ini membuat suami merasa tidak betah tinggal di rumah. Suami kurang peka dalam memahami mengapa ini terjadi, suami tidak mau membicarakan dan mencarikan solusi.
Suami lebih memilih menghabiskan waktu di luar rumah bertemu teman-teman kerja atau relasinya. Di luar rumah suami mulai mengenal sosok lain yang ia ingankan. Mulailah mereka berkenalan, bertukar no telp/whatsapp. Â Berawal dari say hallo, hingga lambat laun menjadi kebutuhan., dan mulailah terjadi perselingkuhan.
Semua hanya berhubungan melalui telephon atau chat melalu whatsapp, kini mulai bertemu untuk makan siang dan janji kencan. Bertemu dan berkencan dengan selingkuhan lebih indahm nyaman dan membuat hati bahagia, ketimbang bersama anak dan istri di rumah.
Kebohongan mulai diciptakan, hanya tuk memuluskan pertemuan. Keuangan tidak lagi lagi berpusat kekeluarga atau istri tetapi mulai diberikan untuk selingkuhanya. Semua tersimpan rapi, hingga istri ataupun anak tidak mengetahui, tetapi bila ada yang mencurigakan sehingga istri bertanya, amarah menjadi tersulut, pertengkaran demi pertengkaran terjadi.
Istri yang semula cantik, indah, menawan dan telah menjadi istri pilihan dan merasa sempurna menjadi ibu dari anak-anak sudah tidak seindah dulu lagi, anak-anak yang dulu diharapkan kelahiranya yang akan menjadi penerus keturunan, tangisan suara manjanya yang meriuhkan rumah dan kenakalanya menciptakan kelucuan, kini malah menjadi beban bagi ayahnya.
Sungguh luar biasa pengaruh dari perselingkuhan, karena kedatangan orang ke-3 atau pelakor, mampu menghancurkan rumah tangga yang bertahun-tahun dibina, satu orang pelakor mampu melupakan istri dan beberapa anak-anaknya. Keuangan rumah tangga bisa di terkikis habis oleh ulah pelakor.
Setiap rumah tangga tidak mengingikan kondisi ini, setiap pasangan menginginkan hidup bersama bersama keluarga sampai akhir hayat, seperti ikrar yang diucapkan ketika didepan penghulu. Tapi pada akhirnya ada banyak rumah tangga hancur tidak bisa diselamatkan karena peselingkuhan, ini bisa terjadi pada suami atau istri, beberapa faktor membuat pasangan berselingkuh;
1) Kesepian
2) Hiburan
3) Pergaulan
4) Kesempatan
5) Kepuasan sex
6) Tidak kuat iman
7) Kelebihan ekonomi
8) Kekurangan ekonomi
9) Pasangan terlihat tidak indah lagi
Beberapa solusi  atau cara untuk menghindari perselingkuhan supaya tidak terjadi pada pasangan, baik istri maupun suami, karena perselingkuhan bisa terjadi di keduanya.
1) Jaga komunikasi, jangan malas untuk menyapa pasangan dimanapun berapa, teknologi canggih mempermudah komunikasi, setidaknya menanyakan sudah makan siang belum, bila terlambat pulang menanyakan, bukan berate kepo, tetapi ini merupakan salah satu cara untuk menjaga komunikasi secara intens. Bila di rumah pasangan terlihat murung atau lelah  coba diajak bicara, siapa tahu dari pembicaraan bisa memberi solusi, setidaknya pasangan bisa berbagi keresahanya.
2) Menentukan waktu khusus (quality time) bersama keluarga seminggu sekali atau sesuai
kesepakatan untuk bercengkrama, rekreasi atau kegiatan yang lain. Bersantai bersama keluarga selain mampu memperkuat keharmonis keluarga, juga mampu sebagai sarana resfresing dari kejenuhan aktifitas kerja rutin setiap hari. Dengan quality time diharapkan pikiran menjadi lebih fresh.
3) Setiap ada masalah harus segera dibicarakan supaya mendapat titik temu, atau jangan mengabaikan setiap masalah dalam rumah tangga, setiap masalah dalam rumah tangga jangan dibiarkan menumpuk tanpa penyelesaian. Dan yang lebih penting jangan pernah membahas masalah rumah tangga dengan orang lain di luar rumah tangga.
4) Tetap menjaga keharmonisan rumah tangga, dengan tetap memberikan perhatian, kasih  sayang dan kemanjaan pada pasangan, seperti saat pacaran dulu. Lakukan pekerjaan rumah bersama pasangan, supaya ada jalinan kerjasama dan tanggung jawab dalam rumah. Selama pasangan bisa melakukan berbagi tanggung jawab kerja libatkan.
5) Ajaklah pasangan untuk berdiskusi untuk mengambil keputusn dalam rumah tangga. Jangan pernah mengambil keputusan sepihak untuk urusan rumah tangga, ajaklah bicara seluruh anggota rumah terutama pasangan untuk menentukan keputusan.
6) Selalu menjaga etika bicara, perilaku, menjaga emosi dan menurunkan ego. Terkadang pasangan yang telah lama hidup bersama, jadi kurang menjaga ataupun memperhatikan  kata-katanya sehingga menimbulkan kecewa, tersinggung dari pasangannya, menurunkan ego itu sangat perlu, karena untuk membina keluarga itu tidak sendiri tapi diperlukan kerjasama bersama pasangan, sehingga segala keputusan diputuskan bersama.
7) Selalu terlihat rapi , bersih dan indah didepan pasangan.Walau sudah menjadi istri atau suami tetap harus menjaga kerapian, kebersihan dan keindahan penampilan, supaya sedap dipandang mata, tidak perlu berlebihan, bersih, rapi dan wangi.
8) Memiliki prinsip/komitmen selalu menjaga kesetiaan, karena rumah tangga dibentuk secara sakral dihadapan Tuhan, disitu tersirat janji pernikahan. Maka menikah bukanlah sekedar menghalalkan hubungan suami istri tetapi lebih dari pada itu. Membina rumah tangga, meneruskan keturunan, mendidik, mengayomi , merawat, menafkahi dan menjadikan anak-anak sebagai penerus keturunan, menikah adalah ibadah. Perselingkuhan dan pengkhianatan janji yang diikrarkan di hadapan Tuhan dan menelantarkan keluarga, tentunya akan berdampak dunia dan akhirat.
9) Saling bisa menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya, sebelum menikah ada masanya memilih, menentukan pilihan, pantas atau tidak pantas. Selanjutnya tugas suami adalah memimpin keluarga, pimpinlah keluar dengan bijaksana, bila ada kekurangan salah satu pasangan bicarakan dan cari titik temunya. Bila ada kelebihan salah satu pasangan syukuri sebagia karunia pemberian-Nya.
Sebagian besar keluarga terbentuk dari pondasi cinta, kasih sayang yang tidak mau terpisahkan diawalnya, tetap jaga rasa itu hingga akhir hayat. Pegang teguh ikrar pernikahan yang disaksikan saksi nikah dan Tuhan. Dalam pernikahan ada Tanggung jawab di setiap ikrar janji yang diucapkan, Â berkhianat, berselingkuh berati mengingkari sumpah dihadapan-Nya.
Tetap jaga keharmonisan rumah tangga, pasangan adalah tim dalam keluarga untuk membina, membimbing dan mendidik anak-anak untuk menjadi manusia yang  bermanfaat dan berguna.
Bentuklah keluarga menjadi sakinah mawadah waramah, dimana di dalam keluarga suami dan istri bergaul bersama dalam keluarga didasari rasa cinta serta kasih sayang demi tercapainya rumah tangga yang memberikan kebahagian, ketenangan, dan ketentraman hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H