Asuransi BPJS Kesehatan sudah tidak asing untuk saya, apalagi sejak sudah bekerja, dimana seluruh karyawan didaftarkan secara otomatis kepesertaannya. Namun sampai lebih dari 3 tahun terdaftar di kelas 1, saya belum pernah sekalipun menggunakan manfaat kesehatan dari asuransi ini.Â
Begitu banyak cerita negatif dari rekan kerja yang yang mempengaruhi paradigma saya tentang layanan BPJS, mulai dari pelayanan kesehatan yang tidak baik, antrean panjang, hingga urusan administrasi yang berbelit-belit.
Selain terdaftar dalam asuransi BPJS Kesehatan, perusahaan tempat saya bekerja masih memberikan fasilitas berupa asuransi swasta untuk rawat inap, ditambah biaya rawat jalan dengan sistem reimburse. Ditambah lagi, saya dan istri masing-masing menambah proteksi diri sekaligus investasi melalui program asuransi dari kartu kredit.
Oleh sebab itu, saya lebih memilih untuk menggunakan fasilitas tersebut jika harus berobat ke dokter daripada BPJS Kesehatan.
Klaim Asuransi Swasta
Di panghujung tahun 2017, keluarga kami mengalami cobaan yang cukup berat. Saya dan istri harus ikhlas kehilangan calon anak pertama yang saat itu masih berusia sekitar 5 minggu dalam kandungan. Istri saya keguguran setelah 2 hari dirawat di rumah sakit.
Selama istri saya menjalani perawatan di RS, kami putuskan untuk mendaftar sebagai pasien umum. Kebetulan asuransi swasta yang diberikan kantor tempat saya bekerja bekerja masih belum kerja sama dengan rumah sakit tempat istri saya dirawat, sehingga tidak dapat langsung digunakan saat mulai perawatan. Kami harus masuk sebagai pasien umum dan bayar terlebih dahulu, baru setelah itu bisa reimburse ke asuransi.
Rumah sakit tersebut sebetulnya sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, namun karena paradigma negatif saya tentang pasien BPJS Kesehatan, kami memilih untuk  tidak menggunakannya.
Pertama Kali Menggunakan Layanan BPJS Kesehatan
Dua bulan berselang sejak mengalami keguguran, alhamdulillah istri saya sudah hamil lagi. Kami lebih rutin untuk periksa ke dokter dan lebih berhati-hati dalam menjaga kandungan dari kehamilan kedua ini. Istri saya bahkan rela untuk resign dari pekerjaannya.
Saya cukup heran, kenapa rumah sakit begitu sering memberikan saran untuk menggunakan BPJS Kesehatan saat kami periksa. Padahal tidak akan berdampak besar untuk mereka, bahkan mungkin menambah kerepotan dalam bekerja. Dibandingkan dengan menerima pembayaaran pasien umum, saat menerima pengguna BPJS mereka masih harus periksa dokumen, verifikasi data, dsb.
Masih dengan paradigma yang sama tentang BPJS Kesehatan, saya ragu apakah akan menggunakannya saat persalinan atau tidak. Disisi lain, kami benar-benar terdesak dalam masalah finansial. Terlebih sejak istri saya resign dan income keluarga kami berkurang hampir 40%.
Asuransi swasta yang kami miliki tidak dapat meng-cover biaya persalinan. Selain tabungan pribadi, kami hanya bisa mengandalkan tunjangan dari kantor dengan sistem reimburse yang jumlahnya terbatas, dan BPJS Kesehatan.
Setelah mencoba browsing dan tanya sana-sini, akhirnya saya paham jika penggunaan faskes BPJS tidaklah serumit bayangan saya. Untuk persiapan melahirkan misalnya, saya hanya perlu menyiapkan fotocopy kartu BPJS dan KTP masing-masing 3 lembar. Lalu saat periksa di dokter umum atau spesialis (dengan rujukan faskes 1), hanya perlu siapkan fotocopy kartu BPJS dan kartu berobat di faskes 1.
Oktober 2018, anak pertama saya, Naluri Iftahaq lahir secara normal dan sehat di sebuah rumah sakit ibu dan anak di Malang. Dengan memanfaatkan BPJS Kesehatan kelas 1, seluruh biaya persalinan, rawat inap, hingga kontrol pasca melahirkan ditanggung oleh BPJS Kesehatan.Â
Kami merasa sangat tertolong dengan adanya faskes yang diberikan BPJS Kesehatan, dengan keberadaannya kami benar-benar merasa tenang. Setidaknya kami tidak perlu khawatir tentang masalah finansial saat melahirkan. Sehingga bisa konsentrasi dalam menyiapkan kesehatan dan kebutuhan lain pasca melahirkan.
Jika divisualisasikan dalam cash flow tahunan, seperti inilah gambaran biaya yang saya keluarkan dan jumlah pembiayaan yang saya dapatkan. Terlihat dengan sangat jelas selisih keuntungan yang saya terima.Â
Secara garis besar, berikut kelebihan BPJS Kesehatan yang dapat saya sampaikan:
Tidak ada perbedaan antara pasien umum dengan BPJS Kesehatan, baik dalam prioritas antrean ataupun pelayanan.
Persyaratan yang diberikan BPJS Kesehatan, berupa fotocopy beberapa dokumen masih terbilang normatif dan tidak memberatkan pasien.Â
Menanggung semua jenis penyakit, kecuali yang disebutkan secara eksplisit tidak ditanggung, seperti perawatan kecantikan, pengobatan alternatif, kecanduan narkoba, pelayanan untuk masalah kesuburan, dan masalah kesehatan akibat menyakiti diri sendiri.
Berlaku seumur hidup, selama peserta membayar polis asuransi. Berbeda dengan kebanyakan asuransi swasta yang memiliki batasan usia.
Pasti lebih murah dibandingkan dengan asuransi kesehatan swasta.
Demikian pengalaman saya dengan pelayanan yang diberikan BPJS Kesehatan, semoga sharing pengalaman ini bermanfaat. Jangan ragu untuk  segera mendaftarkan diri dan keluarga di program BPJS Kesehatan.Â
Terima Kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H