Kebiadaban seksual pada umumnya akan berdampak buruk bagi kedua anak dan orang dewasa. Meski demikian, kasus-kasus kebrutalan seksual seringkali tidak terbongkar akibat pengingkaran terhadap peristiwa-peristiwa kebiadaban seksual yang terjadi. Jauh lebih repot jika kejahatan seksual ini terjadi pada anak-anak, karena anak-anak yang menjadi korban kebiadaban seksual tidak menyadari bahwa mereka adalah korban.
Korespondensi antara wali dan anak-anak adalah muara jawaban untuk menyelesaikan kasus-kasus kejahatan. Aksi tersebut dapat dimulai dengan membangun korespondensi terbuka antara pendidik, wali, daerah dan anak-anak. Untuk situasi ini, komunitas sekolah merupakan salah satu elemen penting dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak (Kurniawan, 2015). Sampai saat ini, korespondensi di antara mereka secara teratur ternyata buruk dan memadai.Â
Wali, misalnya, jarang memusatkan perhatian pada anak-anak mereka karena mereka sibuk dengan pekerjaan mereka, baik di rumah atau di lembaga pendidikan. Sementara itu, di lembaga pendidikan, pendidik umumnya perlu didengar oleh siswanya sehingga korespondensi yang dibuat menjadi korespondensi satu arah seperti apa adanya.
Mungkin dengan disahkannya RUU PKS, kuantitas kebrutalan seksual akan berkurang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H