Mohon tunggu...
Ade Lanuari Abdan Syakura
Ade Lanuari Abdan Syakura Mohon Tunggu... Guru - Bersatu padu

Hanya manusia biasa yang diberikan kehendak oleh Tuhan untuk menggoreskan pena pada secarik kertas kusam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Membeli Kucing dalam Karung

26 Juli 2021   10:02 Diperbarui: 26 Juli 2021   10:12 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                Ya lebih baik melajang seumur hidup daripada menemui sebuah resiko akibat pernikahan yang cacat dimana akan berujung pada perceraian. Kalian tak lagi memikirkan pernikahan, hanya kesendirianlah yang akan menemani kalian.

                "Pernikahan tak sama dengan cerita cinta ala sinetron yang mendayu-dayu penuh kemesraan. Pernikahan hanyalah sebuah janji yang apabila tak ditepati hanya akan menjadi omong kosong tanpa arti."

                Itulah yang kalian katakan sekarang, dan aku tersenyum telah mencuci otak kalian dengan pernak-pernik penderitaan akan pernikahan.

*****

                Istilah pernikahan sama dengan membeli kucing dalam karung tidak secara tiba-tiba mampir dalam benakku. Hal itu berlangsung cukup lama tatkala aku mengalami masalah dalam pernikahan yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya.

                Ketika jauh-jauh sebelum akad terucap, aku telah berkata kepada seluruh keluarga besar istriku bahwa aku ini cacat secara fisik. Tak bisa bekerja akibat kaki kanan yang telah diamputasi karena kecelakaan parah di dalam pesawat terbang beberapa tahun silam.

                "Ah tak masalah nak, pernikahan tak memandang fisik dan ekonomi. Asalkan sama-sama suka, pasti akan berujung pada bahagia."

                Jawaban itu yang terlontar dalam benak keluarga istriku, begitu bijak aku mendengarnya,  namun ketika pernikahanku baru beranjak seumur jangung, justru kata-kata arogan mampir di dalam telingaku.

                "Hai anak malas, bagimana kau akan menghidupi anak dan istrimu jika tak bisa bekerja? Sudah cacat, malas pula!"

                Kata-kata serupa terus-menerus mereka lontarkan, bahkan semakin parah, hingga akhirnya aku memutuskan berpisah dengan istri beserta keluarganya. Sungguh kisah tragis yang membuatku semakin traumatis. Aku menjadi sinis dalam memandang pernikahan. Bagiku pernikahan hanyalah sebuah benih-benih permusuhan dengan mengedepankan jargon persaudaraan.

                Aku tak mau lagi terlibat dalam perdebatan definisi pernikahan. Bagiku sudah final bahwa pernikahan itu...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun