****
Kali ini sang malam datang, dan kemudian meyapaku. Sayangnya, hari ini aku tak punya deadline pekerjaan yang harus kuselesaikan. Mungkin, aku tak bisa menemani malam seperti hari-hari biasa. Tiba-tiba, sebuah pesan singkat membuatku terbangun dari ranjang.
Salah seorang temanku menyebarkan pamflet bertuliskan:
"Lomba Menulis Cerpen Berhadiah Jalan-Jalan ke Paris."
Mataku seketika membulat. Alangkah senangnya jika bisa mendapat juara dan akhirnya pergi ke Paris untuk berlibur. Bagiku, lomba ini menarik bukan hanya dari hadiahnya, melainkan menarik karena mampu memotivasi diriku agar bisa membuat tulisan yang berkualitas dan bermanfaat bagi orang lain.
Menurutku menulis cerpen itu kegiatan berimajinasi untuk menciptakan dunia lain sesuai dengan kehendak dan keinginan penulis. Dia bebas menciptakan tokoh, karakter, seting tempat dan waktu tertentu di dunia fiksi.Â
Dengan kata lain, seorang penulis dengan kemampuan berimajinasinya mampu menjadi tuhan di dunia fiksi. Tentu bukan berarti dengan karyanya dia akan menantang Tuhan yang sebenarnya, melainkan itu hanyalah sebuah perumpamaan dariku agar aku bisa terus memotivasi diri untuk berkarya, khususnya menulis cerpen.Â
Mungkin perumpamaan ini terlalu aneh, namun bagiku ini adalah pendapat yang sah. Bisa salah, bisa juga benar tergantung bagaimana cara memandangnya.
Secara perlahan jari-jemariku mulai merangkai kata dan kalimat lewat tuts-tuts keyboard. Tanpa ada kesulitan, aku menciptakan beragam tokoh, latar, dan seting yang menarik. Malam menjadi sahabat setiaku untuk menulis. Sesekali kuseruput kopi hitam nikmat asli dari Aceh agar rasa kantuk tak menghampiriku di malam ini.
Ku rangkai kata demi kata. Ku jalin kalimat demi kalimat. Ku untai paragraf demi paragraf hingga akhirnya menjadi sebuah cerita indah dan menarik. Sebelum cerpen itu kukirim, tak lupa kucermati ketentuan dan syaratnya agar aku tidak terdiskualifikasi hanya karena lalai mencermati dua hal itu. Setelah benar-benar yakin akan kelangkapan keduanya, ku kirim karyaku lewat email.
****