Mohon tunggu...
Addin Juswil
Addin Juswil Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa S1 Ilmu Politik, menyukai menulis dan sejarah

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Belajar dari Anak Kecil

31 Maret 2015   12:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:45 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah resign dari sebuah kampus di wilayah Tangerang Selatan karena mengikuti keinginan orang tua untuk tinggal dan kuliah di Jogja, saya mendapat tawaran mengajar sebagai guru TPA di Yogyakarta, saya berpikir daripada saya bosan menunggu masuk kampus baru hingga bulan Agustus, maka saya memutuskan untuk menerima tawaran tersebut.

Jangan bayangkan ini TPA di sebuah Masjid ya, TPA ini berlangsung di rumah seorang tukang sayur, dengan keadaan seadanya dan bau menyengat khas pasar.

Pekerjaan saya di TPA itu, awalnya memang hanya mengajar mengaji, mulai dari latihan membaca Iqro hingga yang membenarkan bacaan yang sudah Al-Quran. Murid murid saya berusia mulai dari 2 tahun hingga 11 tahun.

Setelah beberapa hari mengajar mereka, saya memutuskan untuk mengobrol dengan anak anak yang lebih tua, menanyakan apa saja yang mereka pelajari di sekolah, dan yang terpenting apa cita cita mereka.

Ketika saya tanya mengenai cita cita, mereka semua terbengong kemudian yang tertua dari mereka namanya Dimas berkata

"Kalo mau punya cita cita kan harus kuliah yah mbak? Kalo miskin ya ngga bisa punya cita cita mbak"

Saya kaget mendengarnya, dan lebih kaget lagi ketika akhirnya saya menemukan bahwa 7 anak yang saya ajak mengobrol itu hampir semuanya mengamini apa yang dikatakan oleh Dimas tadi. Lagi lagi masalah ekonomi yang menjadi doktrin sehingga seseorang menjadi tak bisa bercita cita.

Terbayang masa kecil saya ketika ditanya ingin jadi apa saya dan teman teman langsung menjawab ingin jadi apa tanpa pernah memikirkan bagaimana kondisi ekonomi dan lain sebagainya.

Akhirnya saya memutuskan untuk menjawab

"Ngga begitu Mas Dimas, mau miskin mau kaya ya tetap harus punya cita cita. Belajar biar sampe cita citanya"

"Berarti kalo pinter tapi miskin bisa Mbak sampe cita citanya?" tanya Dimas lagi, ekspresinya luar biasa berubah, menjadi cerah dan tidak seperti tadi

"Iya mas, kan sudah banyak beasiswa sekarang" jawab saya

"Oh iya mbak, Mbak Addin mau ajarin kita? Biar pintar!"

Sejak hari itu, mereka selepas mengaji sering datang ke rumah saya, belajar pelajaran sekolah, membaca buku buku ensiklopedi anak anak bahkan belajar Bahasa Inggris sederhana.

Saya terenyuh,

Tuhan, mengapa saya tidak bisa se semangat mereka dalam belajar?

Mengapa saya sibuk bermain dari cafe ke cafe lagi hingga mengabaikan akademik padahal saya sama sekali tak punya kendala apapun di bidang ekonomi.

Semenjak mengenal mereka, saya belajar, bersyukur akan nikmat tuhan dengan memberikan sebuah aksi nyata,

Belajar cerdas, berusaha untuk mengejar prestasi akademik maupun non akademik. Menerapkan Tridarma Mahasiswa dalam kehidupan saya.

Tuhan,

Terimakasih telah hadirkan anak anak luar biasa ini, sehingga saya berhasil menemukan titik balik kehidupan saya sebagai mahasiswa, untuk berhenti jadi mahasiswa apatis, kemudian benar benar turun ke masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun