"Begini, sebutkan satu keinginanmu yang belum tercapai."
Lima detik, sepuluh detik, lama... Mereka berdua terdiam.
***
Jantung Titik berdetak sangat cepat, hampir keluar. Titik bangkit, menuju kamarnya di tingkat atas, meninggalkan Tanya yang masih merokok.
Diam-diam Titik sangat bahagia, ternyata ada juga yang memerhatikannya. Ia kenakan gaun terbaiknya, gaun satu-satunya, lama tersimpan di lemari. Begitu juga hatinya.
Ia menatap wajah lonjongnya di cermin. Ia terlihat sangat manis, rambut pendeknya ia sisir dengan cepat, ia pasang jepit kecil di kepalanya. Ia terlihat sangat manis. Selop yang jarang ia pakai, ia pakai malam itu. Kembali ia ke cermin, memandangi penampilannya. Gaun hitam yang memperlihatkan bahu indahnya, sepanjang lutut, tak mengganggu jalan Titik yang memang kurang anggun. Hmm..., Titik menyukai penampilannya. Ia turun. Tanya langsung berdiri, ia terkejut melihat Titik yang begitu manis.
Mobil itu berlalu dengan cepat, menimbulkan suara berisik dan asap knalpot yang tebal. Mereka sempat kesal karena terganggu pembicaraannya.
***
"Bagaimana? Kau mau?" Dia kembali bertanya. "Aku benar-benar bisa mengabulkan permintaanmu."
"Kenapa tidak kamu saja yang memohon permintaan. Yah... supaya dia mau melihatmu dengan berbeda. Supaya kamu bisa memilikinya. Kenapa harus aku? Kamu 'kan bisa memohon untuk berubah?" Ia mematikan rokoknya.
"Kau tak mengerti! Aku tidak bisa berubah. Tak mungkin. Ini sudah jalanku. Takdir." Ia putus asa. "Aku mohon, tolonglah, aku tak tega, aku begitu jatuh cinta pada dirinya."