Mohon tunggu...
Addie DA
Addie DA Mohon Tunggu... Arsitek - Mempunyai profesi sebagai ibu mandor dan tukang gambar bangunan.

Mempunyai hobi menulis yang dipupuk sejak remaja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Titik dan Koma

3 April 2024   09:00 Diperbarui: 4 April 2024   11:29 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perempuan itu makin ingin menangis saja. Dia berjalan menuju sofa di depan televisi. Sambil menunduk ia meraih kacamata di meja kecil, persis di samping laki-laki itu mengambil posisi. Dipakainya kacamata itu. Perempuan itu mengangkat wajahnya, tersenyum pada laki-laki yang kini telah menyalakan rokok.

"Aku kaget kamu ingat ulang tahunku," Titik duduk di sebelah Tanya, matanya menatap televisi yang tidak menyala.

"Masak sih saya lupa? Ingin keluar?"

Titik menatap Tanya. Tanya menunduk, rambutnya yang panjang di bawah telinga menutupi wajahnya. "Aku sedang menunggu pizza, sebentar lagi pasti tiba." Ditatapnya bingkisan mungil yang kini berada di atas meja.

"Ganti bajumu, aku ingin mengajakmu keluar."

Titik mengerutkan dahinya, alisnya hampir menyatu, "Hahaha... Kamu kenapa sih? Gak seperti biasanya? Biasanya kamu senang kalau ada makanan, kamu pasti tunggu pizza itu datang, tapi kok? Hei... hei... Tan... Serius banget kamu!" Siku Titik menyolek-nyolek bahu Tanya lembut. Tanya merubah kepalanya, ia menatap perempuan itu sekarang. Tiga detik, lima, sepuluh, lama. Perempuan itu tertawa (tak tahan ia, sembunyi).

***

"Aku akan mengabulkan semua permintaanmu. Uang, wanita, ketenaran, apa saja yang kamu inginkan." Persis setan, atau Tuhan?

"Apa yang membuatmu berpikir aku tertarik dengan itu? Hidupku sudah cukup nyaman, aku punya Petik, aku cukup tenar di kota kecil ini, aku senang dengan pekerjaanku. Hahahaha... Kau persis setan, kau kira aku akan dengan mudah menjual jiwaku padamu ?"

Dia putus asa, "Tolonglah aku, aku hanya ingin kau membantuku, membantu dia, tolonglah, aku tak tahu lagi harus berbuat apa, hanya kau yang paling cocok."

Laki-laki itu kembali menghisap dalam rokoknya. (Makin iri ?)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun