Senyum merekah indah dikala mata kami saling melihat. Dia hafal tempatku menunggu. Dialah si mata abu-abu milikku. Sepanjang perjalanan ke kontrakan ceritanya selalu mengalir deras, kerinduan mendekap erat diatas pacu roda. Dan kemana rencana perjalanan menikmati sore kali ini. Genggaman tangan. Kecupan selamat malam. Pelukan hangat pagi. harum wangi tubuhnya. bibirnya. Semuanya sekarang tak bisa bisa kunikmati lagi...bersamanya, Mikaela. Gadis bermata abu-abu milikku. dan yang kuinginkan saat ini hanya menatap tajam matanya, menyentuh kedua lengannya dan mengatakan bahwa aku selalu memikirkan dia sepanjang waktu, dan tidak akan berhenti mencintainya sepanjang hidupku.
Kepasrahan akan jarak dan waktu mungkin memudarkan perasaannya. Atau mungkin kesadaraannya tentang keadaanku yang tak pernah ideal buatnya. Mungkin juga candu cinta kami tak cukup kuat untuk menyihir untuk hidup bersama. Kuhadapi patah hatiku akan candu cinta ini untuk kesekian kali. Dan kisahku akan tetap terus melangkah dengan apa adanya. Tanpa rekayasa. Tanpa mencari. Hanya menunggu dan terus mencoba melangkah sekuatnya. entah sampai kapan akan kurasakan sesak di dadaku ini. Dan Candu cinta sekali lagi berhasil menipuku. dan aku hanya diam.
- Bersambung                                                                                                Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H