Warga Parepare di Tengah Krisis Air Bersih
MENJELANG musim kemarau ini. Krisis air bersih mulai terasa. Beruntung di Parepare. Ada sumur tua yang airnya tak pernah kering.
Yah, hampir setiap pagi dan sore. Banyak warga yang berkerumun di sumur tua itu. Yang ada di Kampung Bilalangnge, Kelurahan Lemoe, Kecamatan Bacukiki, Parepare itu.
Erna misalnya, yang mengaku selalu antri di sumur yang tak keramat itu. Yang ada pohon besar di sampingnya itu.
Walau harus antri. Ia mengaku, tak peduli. Meski letih dan keringat sudah bercururan di pipinya saat dijumpai pada pagi menjelang siang, Minggu, 7 Juli itu.
Ia tak hiraukan itu. Letih ia. Tetapi, kalau tak begitu, katanya, mau mencuci piring pakai apa. Mau memasak pakai apa. Masa pakai comberang.
"Yah. Dijunjung toh. Biasalah ini dek," kata Erna.
Yah, bagi perempuan paruh baya itu menjunjung ember berisi air, sudah biasa. Biar sepuluh kali pulang balik, katanya enteng. Karena, itu nyaris setiap tahun ia lakukan.
Rumahnya. Memang tak jauh dari sumur tua itu. Nyaris sekilo. Sekali mendaki. Yah, lumayanlah. Lalau naik motor, gasnya harus diputar kuat-kuat. Untung aspal.
Tetapi lagi-lagi, Erna tak peduli itu. Katanya lagi, itu sudah biasa. Apalagi pada musim kemarau ini. Tiap tahun sudah begitu.
"Biasami dek. Ka nyaris setiap hari pulang balik toh. Tiap tahun toh. Pagi sore," ujarnya.
Yah, lagi-lagi Erna, pasrah saja. Mau ambil air di mana lagi. Masa harus ke Sungai Karajae. Itu lebih jauh lagi.Â
Berkilo-kilo jauhnya. Belum harus naik turun gunung lagi. Belum harus naik motor lagi.Â
AIR PDAM TAK LAGI MENGALIRÂ
ERNA juga warga yang tinggal di lingkungan ini cukup menderita. Mau tak mau, harus menjunjung air dari sumur tua atau sungai.Â
Air ledeng yang ada sebelumnya. Yang masuk ke rumahnya. Milik perusahaan swasta kini sudah tak lagi berfungsi lagi.Â
"Air serba susah sekarang. Kita berjuang saja dulu," keluhnya.Â
Berharap air PDAM milik tetangganya, pastinya juga sudah tak bisa diharap lagi. Airnya juga tak lagi mengalir.Â
Pun jika mengalir. Malu juga harus minta terus. Mereka saja kekurangan. Apalagi sumur bor disamping rumah warga juga, banyak sudah tak punya air lagi.
"Air PDAM belum bisa diharap. Tetangga yang berlangganan saja, juga meringis. Airnya jarang mengalir. Pun kalau mengalir tengah malam," ujarnya.
Jadinya, Erna hanya bisa berharap, ada program pembuatan sumur bor massal untuk warga miskin. Karena kalau mau buat sendiri, itu sudah tak mungkin. Sudah bisa membeli lauk saja sudah bersyukur.
"Kita resah juga sebenarnya. Karena, air di sumur tua itu debitnya sudah mulai berkurang. Apalagi ini musim kemarau ini," keluhnya.
Sedikit beruntung tetangga Erna. Bisa membeli air PDAM. Tak perlu menjunjung. Tinggal menelopon. Cukup bilang, saya mau beli air.
"Saya satu tangki setiap bulannya. Harganya Rp75 ribu. Yah, kalau tak salah isi tangkinya 5.000 liter. Kalau mau pergi menjunjung juga, sudah pasti saya tak bisa," aku Waji.
Bagi Waji, tak apa menguras uang sebanyak itu setiap bulannya. Sebab, tak ada yang bisa diharap lagi. Memang ada pipa PDAM terpasang di rumahnya. Tetapi, sudah sebulan ini tak lagi mengalir.
"Suami saya sudah lapor sih pak ke PDAM. Tetapi, tak tahu ini belum ada kabar. Jadi, mau diapa lagi," keluhnya.
Direktur PDAM Parepare, Lukman Hakim mengakui, di Kampung Bilalangnge ini warga masih kesulitan akan air bersih. Sebab, air PDAM sulit mengalir karena faktor geografis.
Perkampungannya berada di atas gunung. Olehnya itu, kedepan ia berjanji, akan dilakukan pemasangan jaringan pipa lagi agar warga bisa semakin terbantu. Â Tak sulit air lagi.
"Untuk di daerah ini (Bilalangnge) warga masih harus menggunakan sumur. Dikelola Kelompok Swadaya masyarakat (KSM) setempat," bebernya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI