"Biasami dek. Ka nyaris setiap hari pulang balik toh. Tiap tahun toh. Pagi sore," ujarnya.
Yah, lagi-lagi Erna, pasrah saja. Mau ambil air di mana lagi. Masa harus ke Sungai Karajae. Itu lebih jauh lagi.Â
Berkilo-kilo jauhnya. Belum harus naik turun gunung lagi. Belum harus naik motor lagi.Â
AIR PDAM TAK LAGI MENGALIRÂ
ERNA juga warga yang tinggal di lingkungan ini cukup menderita. Mau tak mau, harus menjunjung air dari sumur tua atau sungai.Â
Air ledeng yang ada sebelumnya. Yang masuk ke rumahnya. Milik perusahaan swasta kini sudah tak lagi berfungsi lagi.Â
"Air serba susah sekarang. Kita berjuang saja dulu," keluhnya.Â
Berharap air PDAM milik tetangganya, pastinya juga sudah tak bisa diharap lagi. Airnya juga tak lagi mengalir.Â
Pun jika mengalir. Malu juga harus minta terus. Mereka saja kekurangan. Apalagi sumur bor disamping rumah warga juga, banyak sudah tak punya air lagi.
"Air PDAM belum bisa diharap. Tetangga yang berlangganan saja, juga meringis. Airnya jarang mengalir. Pun kalau mengalir tengah malam," ujarnya.
Jadinya, Erna hanya bisa berharap, ada program pembuatan sumur bor massal untuk warga miskin. Karena kalau mau buat sendiri, itu sudah tak mungkin. Sudah bisa membeli lauk saja sudah bersyukur.