Mohon tunggu...
Money Pilihan

Mimpi Reformasi Distribusi Sembako

20 Juni 2016   20:17 Diperbarui: 20 Juni 2016   20:19 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat Indonesia mungkin sudah capek dengan janji-janji sembako murah Ramadan di setiap pemerintahan. Bagaimanapun, setiap usaha yang mengarah ke perbaikan jelas mendapat apresiasi, tak terkecuali yang dilakukan pemerintahan Jokowi-JK.

Salah satu janji yang kini berusaha ditepati pemerintahan Jokowi adalah reformasi manajemen sembako secara nasional. Pemerintah berusaha melakukan penertiban besar-besaran melalui tim yang rencananya bernama Satuan Tugas Pengendalian Harga Bahan Pokok dan Makanan.

Satgas ini diharapkan dapat memberantas mafia di balik tingginya harga kebutuhan pokok terutama pada saat-saat spesial setiap tahunnya.

Rantai Distribusi

Pertanyaan publik pun mengemuka, mampukah satgas tersebut jadi solusi? Walaupun tak ada yang berani yang menjamin, paling tidak banyak pihak menilai pendekatannya sudah tepat.

Mengacu pada pernyataan Menteri Perindustrian (Menperin), Saleh Husin, kepada media beberapa waktu lalu, lonjakan harga pangan dan bahan kebutuhan pokok di tingkat pedagang disebabkan panjangnya rantai pasok distribusi pangan. Kondisi ini berdampak pada tingginya harga sembako di tingkat konsumen.

Yang terjadi biasanya adalah, setiap kali satu mata rantai itu menaikkan harga, otomatis penjual di bawahnya pun memilih mengambil langkah yang sama. Satgas diharapkan bisa bekerja optimal, yakni menghentikan para pedagang di tiap rantai dari usaha mengambil keuntungan besar.

Apa bukti bahwa para pedagang perantara inilah yang menjadi momok kenaikan harga sembako? Tengok saja data konsumsi beberapa bahan makanan pokok hasil Susenas 2009-2013.

Dari 33 jenis bahan makanan, hanya 13 yang mengalami pertumbuhan konsumsi positif. Anehnya, dari ke-13 jenis makanan itu, hanya tepung terigu, telur ayam, minyak goreng, daging ayam ras, dan susu bayi yang bisa disebut sebagai kebutuhan pokok. Sisanya adalah komoditas seperti kopi, teh, ataupun susu kental manis.

Bagaimana dengan jenis bahan pokok lainnya? Di sini anehnya. Bahan makanan pokok yang sering mengalami kenaikan harga seperti beras, beras ketan, gula pasir, bawang merah maupun putih, daging sapi, hingga cabai merah, ternyata memiliki pertumbuhan konsumsi yang negatif.

Mafia Pangan

Bagaimana mungkin bahan makanan yang tingkat konsumsi per kapitanya setiap tahun mengalami pertumbuhan negatif, harganya terus naik? Dari sisi petani komoditas yang bersangkutan pun tidak terlihat perubahan signifikan atas tingkat kesejahteraan mereka.

Di sinilah kecurigaan adanya mafia yang ditopang oleh pedagang perantara muncul. Jadi boleh dibilang, pembentukan satgas penegakan hukum terkait sembako yang digawangi Bareskrim Polri dan pemerintah daerah sudah tepat.

Menperin memberikan jaminan bahwa usaha pemerintah memangkas rantai distribusi bahan makan pokok bukan bermaksud untuk mematikan mata pencaharian pihak mana pun. Pemerintah hanya ingin semua mengambil keuntungan yang wajar, dan konsumen pun memperoleh harga yang sesuai.

Namun, jangan sampai satgas pengendalian sembako ini bernuansa politis. Berdalih menghapus mafia sembako, malah menguntungkan pihak lain yang mengisi kekosongan pelaku pasar yang mengalami pemangkasan.

Bila ini yang terjadi, kekecewaan besar masyarakat yang mungkin akan timbul.

Pemerintah Jadi Agen

Banyak kalangan menilai, menghabisi pelaku kartel sembako di tingkat distributor hanya bisa dilakukan bila pemerintah turun langsung untuk ikut menjadi pemain, baik sebagai distributor besar hingga agen penjual. Para pengecer pun bisa langsung mendapatkan barang dengan harga distributor hingga mampu menjual ke konsumen dengan harga yang lebih kompetitif.

Sementara untuk memberantas mafia pangan yang berada di hulu, Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang sudah ada harus lebih diefektifkan lagi implementasinya. Terutama dengan mengalihkan pengawasan dan rantai komando bagi Bulog ke Menteri Perdagangan. Tanggung jawab Bulog nantinya berada di bawah presiden, tidak lagi berada di bawah kementerian BUMN seperti saat ini.

Mampukah pemerintahan Jokowi mewujudkan ambisi mengendalikan sembako? Lengsernya mantan Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel, menjadi bukti kongkret bahwa menghadapi mafia adalah tantangan berat. Bukan apa-apa, besar dan kencangnya peredaran uang di sektor ini secara politis akan menjadi incaran bagi siapa pun yang memiliki kekuasaan. Tentu saja dengan tanpa memperhatikan nasib rakyatnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun