Mohon tunggu...
adam truedy Male
adam truedy Male Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa, penulis

saya memilikki hobi menulis dan saya biasa menulis jenis apapun penulisan seperti arikel penelitian internasional maupun nasional dan novel pendek yang di publish di medium maupun wattpad

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

PPN 12 %: Beban atau Solusi Untuk Perekonomian Indonesia?

23 Desember 2024   12:43 Diperbarui: 23 Desember 2024   14:04 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenaikan PPN yang direncanakan menjadi 12% berpotensi memberikan dampak besar pada perekonomian Indonesia, baik dari sisi inflasi maupun daya beli masyarakat. Peningkatan harga barang dan jasa, terutama barang-barang kebutuhan pokok, dapat mengurangi daya beli masyarakat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 25,5 juta penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan, dan lebih dari 50% pengeluaran mereka digunakan untuk kebutuhan dasar seperti pangan, energi, dan transportasi. Kenaikan PPN ini berisiko memperburuk ketimpangan sosial yang sudah ada, karena golongan masyarakat berpendapatan rendah akan lebih merasakan dampaknya dibandingkan dengan golongan menengah dan atas.

Selain itu, sektor UMKM, yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia dengan kontribusi lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), juga terancam menghadapi kesulitan. Banyak UMKM yang kesulitan untuk menyesuaikan harga jual mereka atau mengelola biaya tambahan akibat kenaikan tarif PPN. Tanpa adanya dukungan yang memadai, seperti insentif pajak atau pelatihan perpajakan, sektor ini bisa terhambat dan kesulitan untuk berkembang, bahkan terpaksa menutup usaha mereka.

Pada dasarnya, kesiapan Indonesia untuk menaikkan PPN dapat dilihat dari tiga perspektif utama: kesiapan ekonomi, kesiapan sosial, dan kesiapan administratif. Setiap faktor ini memiliki pengaruh besar terhadap hasil dari kebijakan ini.

Kesiapan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi sejumlah tantangan, meskipun ada pertumbuhan ekonomi yang stabil pada tahun 2023 sekitar 5%. Ketidakpastian global dan tekanan inflasi yang masih ada bisa memperburuk situasi jika PPN dinaikkan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa inflasi Indonesia pada 2023 tercatat sekitar 5%, yang berisiko meningkat jika harga barang dan jasa naik akibat kenaikan PPN. Sebagai negara dengan ekonomi yang berkembang, ketergantungan Indonesia pada konsumsi domestik menjadikan inflasi sebagai faktor penting yang perlu diperhatikan.

Kesiapan sosial menjadi perhatian serius. Kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan rentan akan merasakan dampak yang lebih besar, karena mereka menghabiskan proporsi yang lebih besar dari penghasilan mereka untuk kebutuhan konsumsi. Menurut Bank Dunia, meskipun Indonesia telah membuat kemajuan dalam mengurangi kemiskinan, masih banyak keluarga yang bergantung pada konsumsi sehari-hari. Kenaikan PPN berisiko memperburuk ketimpangan sosial dan menambah kesulitan bagi mereka yang berada di lapisan bawah ekonomi.

Selain itu, kesiapan administratif juga menjadi faktor penting yang tak bisa diabaikan. Sistem perpajakan Indonesia saat ini masih menghadapi tantangan besar terkait penghindaran pajak dan administrasi yang belum optimal. Sekitar 40 juta orang terdaftar sebagai wajib pajak, sementara sektor informal yang besar belum banyak berkontribusi. Kebijakan kenaikan PPN berisiko tidak memberikan hasil yang maksimal jika administrasi perpajakan tidak dapat menangani potensi kebocoran pajak yang ada.

Melihat potensi dampak ekonomi dan sosial tersebut, ada pertanyaan besar apakah Indonesia benar-benar siap untuk menaikkan PPN pada saat ini?. Kesiapan fiskal Indonesia memang penting, namun pemerataan manfaat dari kebijakan ini juga harus dipertimbangkan. Meningkatkan PPN bisa memperburuk ketimpangan sosial jika tidak diimbangi dengan reformasi perpajakan yang lebih inklusif dan kebijakan jaring pengaman sosial yang lebih efektif.

Daripada hanya bergantung pada kenaikan PPN, pemerintah sebaiknya fokus pada beberapa kebijakan alternatif yang lebih inklusif. Perluasan basis pajak dengan menyasar sektor informal dan meningkatkan kepatuhan pajak akan memperbesar kontribusi pajak tanpa membebani masyarakat miskin. Reformasi subsidi untuk memastikan bahwa subsidi diberikan secara lebih tepat sasaran, terutama bagi mereka yang membutuhkan, seperti subsidi energi atau bantuan sosial. Peningkatan transparansi dan efisiensi pengelolaan anggaran agar masyarakat merasa bahwa dana yang terkumpul dari pajak digunakan secara optimal untuk pembangunan yang langsung menyentuh kehidupan mereka.

Selain itu, pemberdayaan UMKM dan sektor ekonomi lokal lainnya juga harus menjadi fokus utama. Jika sektor-sektor ini berkembang dan dapat berkontribusi lebih besar terhadap ekonomi nasional, maka penerimaan negara akan meningkat secara alami tanpa harus menaikkan pajak secara signifikan.

Terdapat Urgensi Yang Lebih Mendesak

Selain pembahasan mengenai PPN 12%, Indonesia saat ini dihadapkan pada sejumlah masalah ekonomi dan sosial yang lebih mendesak untuk segera ditangani. Salah satunya adalah masalah kesetaraan akses pendidikan dan kesehatan, yang masih menjadi persoalan besar di negara ini. Meskipun sektor kesehatan telah menerima perhatian lebih selama pandemi COVID-19, kualitas pelayanan dan akses terhadap fasilitas kesehatan yang merata masih jauh dari ideal, khususnya di daerah-daerah terpencil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun