Mohon tunggu...
adam truedy Male
adam truedy Male Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa, penulis

saya memilikki hobi menulis dan saya biasa menulis jenis apapun penulisan seperti arikel penelitian internasional maupun nasional dan novel pendek yang di publish di medium maupun wattpad

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

PPN 12 %: Beban atau Solusi Untuk Perekonomian Indonesia?

23 Desember 2024   12:43 Diperbarui: 23 Desember 2024   14:04 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang diusulkan pemerintah Indonesia telah memunculkan perdebatan hangat mengenai apakah kebijakan ini akan menjadi beban atau solusi bagi perekonomian Indonesia. Sementara tujuan utama dari kenaikan tarif PPN ini adalah untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendukung stabilitas fiskal, banyak yang khawatir bahwa kebijakan ini justru akan menambah beban pada masyarakat, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global dan dampak pandemi yang masih dirasakan banyak pihak.

Untuk lebih memahami hal ini, penting untuk melihat latar belakang dan tujuan utama dari kenaikan PPN yang diajukan oleh pemerintah. Kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 12% bukanlah keputusan yang diambil secara sembarangan. Pemerintah mengklaim bahwa kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendukung program-program pembangunan nasional yang vital, seperti pembangunan infrastruktur, sektor kesehatan, dan pendidikan. Dengan menghadapi defisit anggaran yang terus melebar, peningkatan PPN dianggap sebagai langkah yang realistis untuk mengumpulkan dana yang diperlukan, terutama pasca-pandemi COVID-19 yang telah memberikan tekanan besar pada perekonomian Indonesia.

Pemerintah mengklaim bahwa kenaikan ini akan membantu mendanai program-program vital, seperti infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Dengan demikian, diharapkan ada multiplier effect yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan, di mana peningkatan belanja pemerintah dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan mendorong investasi di sektor riil.

Indonesia, sebagai negara berkembang dengan ekonomi yang didominasi oleh konsumsi domestik, mengandalkan PPN sebagai salah satu sumber utama pendapatan negara. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), PPN menyumbang hampir 30% dari total penerimaan pajak. Pada tahun 2023, PPN diperkirakan menghasilkan sekitar Rp 602 triliun dari total penerimaan pajak Indonesia. Peningkatan tarif PPN dari 10% menjadi 12% diharapkan bisa memberikan tambahan pendapatan negara yang sangat dibutuhkan untuk menutup defisit anggaran yang membengkak akibat krisis pandemi dan kebutuhan pembangunan yang tinggi.

Namun, kebijakan ini tidak bebas dari risiko. Kenaikan PPN bisa mempengaruhi daya beli masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di lapisan bawah ekonomi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 25,5 juta penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan, dan lebih dari 50% pengeluaran mereka dialokasikan untuk konsumsi barang dan jasa. Kenaikan PPN berarti harga barang dan jasa akan naik, yang secara langsung akan mengurangi daya beli mereka. Hal ini berisiko memperburuk kesenjangan sosial yang sudah ada, di mana golongan masyarakat berpenghasilan rendah akan lebih merasakan dampak negatifnya dibandingkan dengan golongan menengah dan atas.

Kenaikan PPN di Indonesia, meskipun dianggap diperlukan untuk mendanai pembangunan, berisiko meningkatkan ketimpangan sosial jika tidak diimbangi dengan kebijakan redistribusi yang lebih efektif. Tanpa adanya jaring pengaman sosial yang memadai, kebijakan ini bisa memicu ketidakpuasan di kalangan masyarakat. 

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% di Indonesia memang masih berada dalam kisaran yang wajar jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Di negara-negara maju, tarif PPN sering kali lebih tinggi. Misalnya, Jerman mengenakan tarif PPN sebesar 19%, sedangkan Swedia dan Denmark mencapai 25%. Namun, negara-negara tersebut memiliki sistem kesejahteraan sosial yang lebih maju, dengan akses layanan publik seperti kesehatan, pendidikan, dan jaminan sosial yang lebih baik bagi warganya. Sebaliknya, meskipun tarif PPN Indonesia masih relatif lebih rendah, sistem jaring pengaman sosial di Indonesia belum sepenuhnya mencakup seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, kenaikan PPN tanpa dukungan sistem sosial yang memadai bisa meningkatkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat, terutama mereka yang berada di lapisan bawah ekonomi.

Sementara itu, dalam konteks negara berkembang, tarif PPN di Indonesia masih relatif moderat jika dibandingkan dengan negara-negara seperti India, Malaysia, dan Vietnam, di mana tarif PPN bervariasi antara 10% hingga 15%. Negara-negara ini, meskipun memiliki sistem perpajakan yang lebih lemah dibandingkan negara maju, mampu menaikkan tarif PPN tanpa memberikan dampak signifikan terhadap daya beli masyarakat. Hal ini dikarenakan perbedaan dalam konteks ekonomi dan sosial di masing-masing negara. Untuk Indonesia, Bank Dunia berpendapat bahwa tarif PPN yang optimal untuk negara berkembang seperti Indonesia seharusnya berada pada kisaran 10% hingga 12%. Oleh karena itu, kenaikan PPN lebih dari 12% dapat berisiko menurunkan daya beli masyarakat, terutama yang berada di golongan miskin dan menengah.

Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah teori Laffer Curve, yang menggambarkan hubungan antara tarif pajak dan penerimaan pajak. Menurut teori ini, ada titik tertentu di mana kenaikan tarif pajak justru bisa menyebabkan penurunan penerimaan pajak, karena tingginya tarif pajak dapat mengurangi insentif untuk bekerja atau berinvestasi. Dalam konteks Indonesia, apakah tarif PPN 12% berada pada titik yang efisien, atau apakah tarif yang lebih tinggi justru akan mengurangi konsumsi domestik dan investasi, adalah pertanyaan yang perlu dijawab. Dalam beberapa kasus, meskipun negara-negara dengan tarif PPN lebih tinggi (seperti negara-negara Eropa) memiliki sistem jaminan sosial yang baik, mereka juga menghadapi tantangan dalam mempertahankan daya saing dan pertumbuhan ekonomi yang seimbang.

Dampak Kenaikan PPN: Analisis Ekonomi dan Sosial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun