"Yo mas, mari..."
 "Yo hati-hati"
 Perempuan itu pun melaju bersama Satria-nya. Aku jadi ragu apa benar motor itu miliknya. Mungkin milik pacarnya atau saudara lelakinya. Menyaksikan wanita penunggang Satria itu membuatku kembali memikirkan Suzuki.
 Aku ingat Ayahku dulu sempat memakai motor Suzuki untuk kendaraan dinasnya. Tipenya kurang ingat, tapi bodinya seperti motor trail, dengan ban bergerigi. Motor Suzuki lainnya seperti Tornado, Shogun, Smash, atau Thunder, sempat berjaya dulunya. Walau bagaimanapun, Aku percaya kualitas motor Suzuki tak kalah dengan Honda atau Yamaha.
 ***
 Pandanganku kemudian beralih pada tungganganku, kuda besiku, Suzuki Address LG dengan warna putihnya yang cerah. Terlihat tampil beda. Rasanya Aku makin yakin sekarang, motor itu cocok untukku. Bagasinya besar, cukup banyak yang bisa muat di dalamnya. Aku tak perlu lagi menggantung botol minuman di dekat stang motor. Kotak nasi untuk bekalku dan botol minum bisa muat di dalam bagasi. Suspensinya bagus untuk boncengan. Joknya juga lebih lebar dan empuk. Tangki BBM-nya juga besar, bisa diisi bensin sampai lebih lima liter. Suzuki Address lebih dari cukup untukku, yang tiap hari antar jemput orang atau barang dalam kota.
 "A-aadd!!"
 Dari kejauhan terdengar suara Bu Jamilah memanggilku. Dia nampak bergegas ke arahku dengan wajah berseri-seri. Tak heran, pasti dia senang menerima uang pensiunnya. Semoga Aku dapat tip darinya hari ini.
 "Kita balik sebentar ya Ad, buku tabungan sama kartu ATM-ku ketinggalan di rumah"
 Ya ampun! Aku tak salah dengar kan?! Aku hanya mendesah kecewa lalu kugaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. Huffff....
 (End of episode)