Mohon tunggu...
Adam Kurniadi Lukman
Adam Kurniadi Lukman Mohon Tunggu... lainnya -

Mencoba menyuarakan PENDAPAT dan OPINI melalui tulisan. An ordinary guy who like to see any phenomenon and always try to analyze through multi-perspective way.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

DILARANG MEROKOK!

7 Juli 2014   08:38 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:11 1244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_314352" align="alignnone" width="600" caption="Kreasi pribadi penulis, gambar asli diambil dari liputan6.com"][/caption]

Pengantar

Berhubung sekarang kita masyarakat Indonesia sedang memasuki masa tenang dalam kampanye pilpres, saya merasa ini adalah waktu yang tepat bagi saya untuk meluncurkan tulisan ini. "Dilarang Merokok!", tulisan yang tentu sering kita jumpai di tempat-tempat makan, rumah ibadah, institusi pendidikan, dan tempat-tempat spesifik lainnya. Jujur saja, pada awalnya saya sendiri bingung akan memasukkan tulisan ini pada kategori apa. Kesehatan? Hukum? Sejarah? Sampai pada akhirnya saya memilih untuk memasukkan tulisan ini ke dalam kategori sosial budaya. Mengapa? Karena perilaku merokok ini sudah menjadi hal yang umum di dunia sosial, bahkan sudah menjadi budaya tersendiri di dalam masyarakat.

Pada dasarnya tujuan saya membuat tulisan ini hanya untuk memberikan perspektif yang berbeda bagi para pembaca. Akan terdengar seperti pembelaan? Mungkin. Tapi tujuannya bukan itu. Tujuannya agar kita sama-sama berefleksi, agar kita dapat melihat dan menganalisis suatu permasalahan melalui "multi-perspektif", yang pada akhirnya dapat menghasilkan jalan keluar yang lebih baik.

Upaya Pemerintah dan Masyarakat

Perilaku merokok beserta rokoknya, sudah lama menjadi hal yang diperdebatkan, bukan hanya di Indonesia, melainkan seluruh dunia. Bagi para perokok, merokok di anggap sebagai suatu kebiasaan yang bagaimanapun caranya akan sulit untuk dihentikan. Bagi negara, rokok bisa menjadi suatu sumber devisa negara yang menjanjikan. Bagi non-perokok, rokok dapat menjadi hal yang sangat mengganggu dan harus dimusnahkan, sebab dapat merugikan kesehatan mereka yang menjadi perokok pasif.

Merokok dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang bervariasi dan serius, itu tidak dapat disangkal. Saking seriusnya resiko yang ada dalam rokok, bahkan pemerintah sampai membuat peraturan yang bertujuan untuk membatasi perilaku merokok, "membatasi" penjualan rokok, dan mengurangi jumlah perokok. Berbagai macam cara yang digunakan agar tujuan-tujuan tersebut tercapai, salah satunya adalah peringatan tentang bahaya merokok yang dicantumkan di setiap bungkus rokok.

Di Indonesia, peringatan tersebut awalnya berupa kalimat cukup panjang yang berisi tentang resiko merokok secara lengkap. Kemudian beberapa bulan yang lalu (kurang lebih), kalimat tersebut digantikan dengan kalimat singkat "Merokok membunuhmu", yang saya rasa terinspirasi dari tulisan "Smoking Kills" yang ada pada bungkus rokok di luar negeri. Terakhir, kurang lebih seminggu yang lalu, tulisan tersebut diganti kembali dengan tulisan "Peringatan" disertai dengan gambar yang menunjukkan efek rokok terhadap badan manusia, yang kira-kira memakan sepertiga bagian dari setiap bungkus rokok.

Selain peringatan pemerintah, banyak lembaga juga sudah terlihat sering menyuarakan himbauan kepada masyarakat untuk menghilangkan perilaku merokok dalam berbagai cara. Aksi damai, seminar, talk show, pengembangan psikoterapi, sampai hipnoterapi. Berbagai cara di coba oleh berbagai kalangan masyarakat untuk satu tujuan, menghilangkan rokok dan perilaku merokok.

Hasilnya?

Sebagai perokok, saya sendiri merasa bahwa hal-hal tersebut tidak mempengaruhi saya sama sekali. Ya, saya sadar bahwa rokok itu membahayakan kesehatan. Permasalahannya adalah saya BELUM MAU berhenti merokok. Banyak teman atau orang-orang sekitar saya, atau mungkin para pembaca, yang berpikir atau berpendapat "ya udah di-mau-in dong, paling ngga kurangin lah". Tidak sesederhana itu. Dari data yang saya dapatkan, usaha mengurangi rokok pada kebanyakan perokok menimbulkan efek yoyo, efek yang serupa dengan efek dari gagal diet. Para perokok mengurangi dan mencoba menahan, kemudian di titik tertentu, mereka merasa sudah tidak tahan, dan akhirnya kembali merokok, bahkan dengan "dosis" yang lebih banyak dari sebelumnya. Bahkan beberapa orang mengatakan bahwa hipnoterapi pun hanya menjadi jalan keluar sementara.

Orang-orang yang berhasil berhenti merokok kebanyakan tidak melalui cara tersebut, melainkan memutuskan untuk berhenti, pada saat itu, pada detik itu. Umumnya keputusan tersebut disertai dengan critical incidents, baik bersifat positif (menikah, kelahiran anak, kelahiran cucu, dll) maupun negatif (trauma, kehilangan orang yang dicintai, dll).

Kesimpulan Penulis

Perilaku merokok bukan perilaku yang sederhana dan dapat dengan mudah dihilangkan, sebab perilaku tersebut sudah menjadi kebiasaan, bahkan kebutuhan biologis layaknya kebutuhan akan makan dan minum. Setiap perokok mengetahui resiko yang dapat ditimbulkan dari perilaku merokok, itu pasti. Berbagai macam usaha dilakukan untuk menghilangkan perilaku tersebut, itu wajar. Akan tetapi, ada yang dilupakan oleh kebanyakan orang, terutama yang menganggap diri mereka "anti-rokok", yakni motivasi. Apa yang mereka dan pemerintah lakukan adalah bentuk untuk menimbulkan motivasi eksternal, sedangkan keputusan diri sendiri adalah hasil dari motivasi internal. Bukan hanya dari perilaku merokok, tapi dalam berbagai macam perilaku, yang terbukti dapat memberikan hasil yang optimal adalah motivasi internal, dan motivasi eksternal selalu memberikan hasil yang bersifat sementara.

Dari kesimpulan ini, ada beberapa catatan, pendapat, saran, yang dapat penulis bagikan:


  1. Bagi kaum non-perokok atau anti-rokok. Cobalah mengerti kondisi para perokok. Menghimbau boleh, tapi sebaiknya jangan dilarang. Sudah menjadi sifat dasar manusia untuk melawan larangan. Mungkin efektif untuk jangka pendek, tapi saya berani menjamin, sangat kecil kemungkinannya untuk berhasil dalam jangka panjang.
  2. Bagi para psikolog, sarjana psikologi, dan ahli ilmu sosial lainnya. Jangan menyerah kawan! Saya juga sebenarnya penasaran, cara seperti apa yang dapat digunakan dengan lebih efektif untuk, paling tidak, mengurangi perilaku tersebut.
  3. Bagi pemerintah dan lembaga-lembaga lain yang mengurusi masalah perilaku merokok. Ayo coba jalin hubungan yang berkualitas dengan ahli-ahli ilmu sosial yang juga terjamin kualitasnya, jadi usaha kalian bisa lebih optimal hasilnya.
  4. Bagi para perokok. Kita sudah tahu dan paham bahwa benda yang kita "konsumsi" ini memberikan resiko yang tidak kecil bagi kesehatan, bukan hanya pada diri sendiri, tapi juga pada orang sekitar kita. Maka jadilah "perokok yang budiman", perokok yang peduli pada orang-orang sekitar kita. Jangan merokok ketika ada anak kecil di dekat kita, dan usahakan agar asap rokok kita tidak mengganggu orang sekitar kita. Pandai-pandai melihat situasi sekitar kita tidak akan membawa kerugian bagi kita.
  5. Bagi masyarakat luas. Ingat! Resiko sampai kapanpun tidak akan bisa dihilangkan, tetapi resiko bisa dikurangi. Buka pikiran, buka persepsi, buka perspektif kalian, jangan membatasi diri kalian sehingga dalam melihat permasalahan hanya dari satu sisi saja. Win-lose solution hanya akan menimbulkan masalah baru. Kita cari cara bersama agar bisa menghasilkan win-win solution, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.


“And those who were seen dancing, were thought to be crazy, by those who could not hear the music.”

― Friedrich Nietzsche

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun