Mohon tunggu...
Adam Naufal Faza
Adam Naufal Faza Mohon Tunggu... Freelancer - Mahsiswa

Saya adalah seorang mahasiswa yang memiliki banyak sekali hobi, dan diantara banyaknya hobi saya itu adalah mengarang.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ranggawarsita Tiga Era, Kalasuba, Kataidha, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

31 Oktober 2024   22:06 Diperbarui: 1 November 2024   04:57 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Dosen
Dokumen Dosen

Dokumen Dosen
Dokumen Dosen

PembukaanFenomena korupsi di Indonesia telah menjadi isu yang kompleks dan berkepanjangan. Dalam konteks ini, Ranggawarsita, seorang pujangga Jawa, memberikan pandangan yang menarik melalui karyanya yang terkenal, terutama dalam "Kalasuba," "Katatidha," dan "Kalabendhu." Karya-karya ini tidak hanya merupakan representasi sastra, tetapi juga cerminan dari kondisi sosial dan politik pada masanya. Dalam makalah ini, kita akan membahas bagaimana Ranggawarsita menginterpretasikan kondisi masyarakat melalui karyanya dan relevansinya terhadap fenomena korupsi di Indonesia saat ini.

Apa itu Ranggawarsita?

Ranggawarsita, atau lebih dikenal dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, adalah seorang pujangga dan filsuf yang lahir pada tahun 1800 di Jawa. Karyanya mencakup puisi, prosa, dan naskah-naskah yang mengangkat tema moral, etika, dan kritik sosial. Tiga karya terkenalnya, yaitu "Kalasuba," "Katatidha," dan "Kalabendhu," mencerminkan pandangan dan analisisnya terhadap masyarakat Jawa, serta tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia.

 Mengapa Karya Ranggawarsita Penting?

Karya-karya Ranggawarsita penting karena:

1.  Relevansi Sosial: Karya-karya ini menggambarkan tantangan yang dihadapi masyarakat pada zamannya, yang dapat dihubungkan dengan kondisi saat ini, terutama dalam konteks korupsi.
2.  Kritik terhadap Kekuasaan: Ranggawarsita tidak ragu untuk mengkritik kekuasaan dan memunculkan kesadaran akan pentingnya integritas dan moralitas dalam kepemimpinan.
3. Warisan Budaya: Karya-karya ini menjadi bagian dari warisan sastra dan budaya Indonesia yang kaya, yang menginspirasi generasi berikutnya dalam memahami identitas dan nilai-nilai bangsa.

Bagaimana Ranggawarsita Menggambarkan Korupsi?

Dalam "Kalasuba," Ranggawarsita menggambarkan kondisi masyarakat yang terpuruk akibat korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Ia menyoroti bagaimana pemimpin yang tidak jujur dapat merusak tatanan sosial dan mengakibatkan penderitaan bagi rakyat. Dengan menggunakan simbolisme dan alegori, Ranggawarsita mengekspresikan harapan akan kebangkitan moral dan etika di tengah kehampaan.

Dalam "Katatidha," kritik terhadap moralitas pejabat publik semakin tajam. Ranggawarsita menunjukkan bahwa keserakahan dan ambisi pribadi dapat mengakibatkan kerusakan sosial yang luas. Ia mendorong pembaca untuk merenungkan tanggung jawab mereka sebagai individu dan masyarakat dalam membangun masa depan yang lebih baik.

"Kalabendhu" menegaskan kembali pentingnya kejujuran dan integritas dalam kepemimpinan. Ranggawarsita menggunakan narasi yang menggugah untuk menekankan bahwa tanpa moralitas yang kuat, setiap upaya untuk membangun bangsa akan sia-sia. Pesan ini sangat relevan dengan fenomena korupsi yang masih merajalela di Indonesia hingga saat ini.

 Fenomena Korupsi di Indonesia

Korupsi di Indonesia merupakan masalah yang telah mengakar dalam berbagai aspek kehidupan. Tindakan korupsi dapat dilihat dalam bentuk suap, nepotisme, dan penyalahgunaan kekuasaan. Menurut laporan Transparency International, Indonesia masih menduduki peringkat rendah dalam Indeks Persepsi Korupsi, menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi masalah serius yang perlu diatasi.

Faktor Penyebab Korupsi

Beberapa faktor penyebab korupsi di Indonesia meliputi:

1. Kekuasaan yang Terpusat: Desentralisasi yang tidak diiringi dengan pengawasan yang ketat seringkali menciptakan celah bagi penyalahgunaan kekuasaan.
2. Budaya Korupsi: Budaya toleransi terhadap korupsi yang sudah mendarah daging menyebabkan masyarakat sulit untuk mengubah perilaku.
3. Kurangnya Penegakan Hukum: Hukum yang tidak ditegakkan secara konsisten membuat pelaku korupsi merasa aman dari hukuman.

Dampak Korupsi

Korupsi berdampak luas, mulai dari ekonomi hingga sosial. Beberapa dampaknya adalah:

1. Kerugian Ekonomi: Korupsi menghambat pertumbuhan ekonomi, mengurangi investasi, dan menambah beban anggaran negara.
2. Krisis Kepercayaan: Korupsi merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, menyebabkan apatisme politik.
3. Ketidakadilan Sosial: Sumber daya yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat malah dialokasikan untuk kepentingan pribadi segelintir orang.

Hubungan antara Karya Ranggawarsita dan Korupsi

Karya-karya Ranggawarsita dapat menjadi refleksi penting bagi masyarakat dalam memahami korupsi. Melalui lensa sastra, kita dapat belajar bahwa korupsi bukan hanya masalah individu, tetapi juga masalah sistemik yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Ranggawarsita mengingatkan kita bahwa untuk mencapai perubahan, diperlukan kesadaran dan tindakan kolektif.

Lalu berikut adalah benerapa contoh kasus yang tidak manjadikam Ranggawarsita sebagai panutan dalam pelaksanaannya

Kasus 1: Kasus Korupsi E-KTP
Salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia adalah kasus Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) yang melibatkan sejumlah pejabat tinggi, termasuk mantan Ketua DPR Setya Novanto. Proyek ini, yang seharusnya bertujuan untuk modernisasi administrasi kependudukan, justru menjadi ladang korupsi yang melibatkan aliran uang miliaran rupiah.

Penjelasan Kasus
Kasus ini terungkap pada tahun 2017, di mana penyelidikan menunjukkan bahwa terdapat mark-up harga proyek dan penyuapan kepada pejabat terkait. Ratusan miliar rupiah diselewengkan dari anggaran, dan uang tersebut mengalir ke berbagai pihak, termasuk politisi dan pengusaha. Setya Novanto, yang terlibat dalam skandal ini, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan divonis bersalah.

Ketidakcocokan dengan Pemikiran Ranggawarsita
Ranggawarsita menekankan pentingnya moralitas dan integritas dalam kepemimpinan. Dalam karyanya, ia menggambarkan bagaimana korupsi dapat merusak tatanan sosial dan menyebabkan penderitaan bagi rakyat. Kasus E-KTP menunjukkan betapa rendahnya komitmen para pejabat terhadap etika dan tanggung jawab, melanggar prinsip-prinsip yang sangat dihargai oleh Ranggawarsita.

Kasus 2: Kasus Korupsi Bank Century
Kasus Bank Century merupakan salah satu skandal keuangan terbesar dalam sejarah Indonesia. Bank ini menerima bailout dari pemerintah pada tahun 2008 dengan alasan untuk mencegah krisis ekonomi. Namun, setelah dilakukan audit, terungkap bahwa banyak dana yang disalurkan tidak transparan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Penjelasan Kasus
Pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp 6,7 triliun untuk menyelamatkan bank yang ternyata tidak layak. Banyak pihak yang menganggap bahwa keputusan tersebut didasarkan pada kepentingan politik dan hubungan bisnis, bukan pada asas keadilan dan kebutuhan masyarakat. Penyelidikan lebih lanjut mengungkap adanya penyalahgunaan wewenang dan penyuapan di dalam proses bailout.

Ketidakcocokan dengan Pemikiran Ranggawarsita
Dalam pandangan Ranggawarsita, tindakan seperti ini merupakan pengkhianatan terhadap masyarakat. Ia berpendapat bahwa para pemimpin harus berkomitmen untuk melayani kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok. Kasus Bank Century menunjukkan bagaimana kekuasaan dapat disalahgunakan, berlawanan dengan harapan Ranggawarsita akan integritas dan pelayanan publik yang tulus.

Kasus 3: Kasus Suap Hakim
Di dunia peradilan, korupsi juga terjadi, salah satunya adalah kasus suap yang melibatkan beberapa hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kasus ini mengungkapkan bahwa praktik suap telah merusak sistem peradilan dan menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat.

Penjelasan Kasus
Kasus ini terungkap ketika KPK menangkap tangan beberapa hakim yang diduga menerima suap untuk mempengaruhi putusan perkara tertentu. Beberapa pengacara dan pihak terkait juga terlibat dalam memberikan suap. Akibatnya, banyak kasus yang seharusnya mendapatkan keadilan justru terdistorsi.

Ketidakcocokan dengan Pemikiran Ranggawarsita
Ranggawarsita sangat menekankan bahwa hukum harus ditegakkan secara adil dan tanpa pandang bulu. Dalam pandangannya, seorang pemimpin, termasuk hakim, harus memiliki integritas yang tinggi dan tidak terpengaruh oleh godaan materi. Kasus suap hakim ini jelas mencerminkan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keadilan dan moralitas yang diusung oleh Ranggawarsita.

Kasus 4: Kasus Korupsi Proyek Infrastruktur
Banyak proyek infrastruktur di Indonesia, seperti jalan, jembatan, dan gedung, sering kali terlibat dalam skandal korupsi. Salah satu contohnya adalah proyek pembangunan infrastruktur yang melibatkan pejabat daerah dan kontraktor.

Penjelasan Kasus
Proyek-proyek ini sering kali mengalami mark-up anggaran, penggunaan bahan berkualitas rendah, dan pengalihan dana untuk kepentingan pribadi. Misalnya, beberapa kasus di mana dana pembangunan jembatan dialokasikan untuk kepentingan pribadi oknum pejabat, sehingga proyek yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat malah menjadi ladang korupsi.

Ketidakcocokan dengan Pemikiran Ranggawarsita
Ranggawarsita mengajak kita untuk merenungkan dampak dari tindakan korupsi terhadap masyarakat. Dalam pandangannya, proyek infrastruktur seharusnya meningkatkan kualitas hidup rakyat, bukan menjadi ajang penyalahgunaan wewenang. Kasus-kasus seperti ini menunjukkan bahwa nilai-nilai integritas dan tanggung jawab telah diabaikan, bertentangan dengan ajaran Ranggawarsita.


Kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia menggambarkan betapa jauh pelanggaran terhadap nilai-nilai moral dan etika yang diusung oleh Ranggawarsita. Dalam setiap kasus, terlihat jelas bahwa tindakan korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghancurkan tatanan sosial dan kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin. Ranggawarsita, melalui karyanya, mengingatkan kita akan pentingnya integritas, moralitas, dan tanggung jawab dalam kepemimpinan. Untuk menciptakan perubahan yang berarti, seluruh elemen masyarakat harus bersatu melawan korupsi dan berkomitmen untuk mengedepankan nilai-nilai kejujuran dan keadilan.

Kesimpulan

Karya-karya Ranggawarsita, terutama "Kalasuba," "Katatidha," dan "Kalabendhu," menawarkan wawasan yang mendalam mengenai moralitas, etika, dan tanggung jawab sosial. Dalam konteks fenomena korupsi di Indonesia, karya-karya ini relevan sebagai pengingat akan pentingnya integritas dalam kepemimpinan dan kesadaran kolektif masyarakat. Korupsi yang telah mengakar dalam sistem pemerintahan dan budaya memerlukan pendekatan holistik untuk penanganannya. Dengan belajar dari sejarah dan sastra, kita dapat menemukan jalan untuk memperbaiki keadaan.

Penutup

Fenomena korupsi di Indonesia adalah tantangan yang memerlukan perhatian serius dari seluruh elemen masyarakat. Dengan menggali pemikiran Ranggawarsita, kita diajak untuk merenungkan kembali nilai-nilai moral dan etika yang harus dimiliki oleh pemimpin dan masyarakat. Perubahan dapat dimulai dari kesadaran individu yang kemudian membentuk kolektivitas. Melalui penguatan integritas, transparansi, dan akuntabilitas, kita dapat berharap untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik di masa depan.

Budi, T. (2018). Ranggawarsita: Sastra dan Filsafat dalam Tradisi Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hasan, M. (2019). Korupsi dan Keadilan di Indonesia. Jakarta: Kompas Gramedia.
KPK. (2020). Laporan Tahunan KPK 2019. Komisi Pemberantasan Korupsi. Diakses dari www.kpk.go.id.
Mardiyono, A. (2017). Sejarah Korupsi di Indonesia: Dari Orde Lama ke Reformasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ranggawarsita. (1857). Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu. Naskah yang diterbitkan ulang. Yogyakarta: Lembaga Bahasa dan Sastra.
Soeharto, H. (2021). Pengaruh Budaya terhadap Korupsi di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 10(2), 123-135.
Transparency International. (2023). Indeks Persepsi Korupsi 2022. Diakses dari www.transparency.org.
Widodo, S. (2020). Etika dan Korupsi dalam Konteks Pembangunan. Surabaya: Airlangga University Press.
Zuhdi, A. (2021). Politik dan Korupsi: Dinamika Kasus Bank Century. Jurnal Politik Indonesia, 6(1), 45-60.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun