Karya-karya Ranggawarsita dapat menjadi refleksi penting bagi masyarakat dalam memahami korupsi. Melalui lensa sastra, kita dapat belajar bahwa korupsi bukan hanya masalah individu, tetapi juga masalah sistemik yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Ranggawarsita mengingatkan kita bahwa untuk mencapai perubahan, diperlukan kesadaran dan tindakan kolektif.
Lalu berikut adalah benerapa contoh kasus yang tidak manjadikam Ranggawarsita sebagai panutan dalam pelaksanaannya
Kasus 1: Kasus Korupsi E-KTP
Salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia adalah kasus Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) yang melibatkan sejumlah pejabat tinggi, termasuk mantan Ketua DPR Setya Novanto. Proyek ini, yang seharusnya bertujuan untuk modernisasi administrasi kependudukan, justru menjadi ladang korupsi yang melibatkan aliran uang miliaran rupiah.
Penjelasan Kasus
Kasus ini terungkap pada tahun 2017, di mana penyelidikan menunjukkan bahwa terdapat mark-up harga proyek dan penyuapan kepada pejabat terkait. Ratusan miliar rupiah diselewengkan dari anggaran, dan uang tersebut mengalir ke berbagai pihak, termasuk politisi dan pengusaha. Setya Novanto, yang terlibat dalam skandal ini, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan divonis bersalah.
Ketidakcocokan dengan Pemikiran Ranggawarsita
Ranggawarsita menekankan pentingnya moralitas dan integritas dalam kepemimpinan. Dalam karyanya, ia menggambarkan bagaimana korupsi dapat merusak tatanan sosial dan menyebabkan penderitaan bagi rakyat. Kasus E-KTP menunjukkan betapa rendahnya komitmen para pejabat terhadap etika dan tanggung jawab, melanggar prinsip-prinsip yang sangat dihargai oleh Ranggawarsita.
Kasus 2: Kasus Korupsi Bank Century
Kasus Bank Century merupakan salah satu skandal keuangan terbesar dalam sejarah Indonesia. Bank ini menerima bailout dari pemerintah pada tahun 2008 dengan alasan untuk mencegah krisis ekonomi. Namun, setelah dilakukan audit, terungkap bahwa banyak dana yang disalurkan tidak transparan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Penjelasan Kasus
Pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp 6,7 triliun untuk menyelamatkan bank yang ternyata tidak layak. Banyak pihak yang menganggap bahwa keputusan tersebut didasarkan pada kepentingan politik dan hubungan bisnis, bukan pada asas keadilan dan kebutuhan masyarakat. Penyelidikan lebih lanjut mengungkap adanya penyalahgunaan wewenang dan penyuapan di dalam proses bailout.
Ketidakcocokan dengan Pemikiran Ranggawarsita
Dalam pandangan Ranggawarsita, tindakan seperti ini merupakan pengkhianatan terhadap masyarakat. Ia berpendapat bahwa para pemimpin harus berkomitmen untuk melayani kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok. Kasus Bank Century menunjukkan bagaimana kekuasaan dapat disalahgunakan, berlawanan dengan harapan Ranggawarsita akan integritas dan pelayanan publik yang tulus.
Kasus 3: Kasus Suap Hakim
Di dunia peradilan, korupsi juga terjadi, salah satunya adalah kasus suap yang melibatkan beberapa hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kasus ini mengungkapkan bahwa praktik suap telah merusak sistem peradilan dan menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat.
Penjelasan Kasus
Kasus ini terungkap ketika KPK menangkap tangan beberapa hakim yang diduga menerima suap untuk mempengaruhi putusan perkara tertentu. Beberapa pengacara dan pihak terkait juga terlibat dalam memberikan suap. Akibatnya, banyak kasus yang seharusnya mendapatkan keadilan justru terdistorsi.
Ketidakcocokan dengan Pemikiran Ranggawarsita
Ranggawarsita sangat menekankan bahwa hukum harus ditegakkan secara adil dan tanpa pandang bulu. Dalam pandangannya, seorang pemimpin, termasuk hakim, harus memiliki integritas yang tinggi dan tidak terpengaruh oleh godaan materi. Kasus suap hakim ini jelas mencerminkan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keadilan dan moralitas yang diusung oleh Ranggawarsita.