Belajar berorganisasi aku mulai di lingkungan pesantren. Di Lubuk Pandan OSIP namnya. Organisasi ini mengatur perjalanan santri dalam tata tertib menuntut ilmu, membuat peraturan secara bersama.Â
OSIP di Lubuk Pandan lahir sekitar 1994, yang waktu itu aku termasuk santri baru di lingkungan pesantren yang berdiri sejak 1940 tersebut. Kata senior aku, organisasi ini terinspirasi dari kunjungannya ke pesantren Nurul Yaqin, Ringan-Ringan. Aku sempat jadi ketua organisasi ini, setahun setalah aku menyelesaikan marapulai tafsir.
Kepengurusan organisasi ini diperbaharui tiap sekali setahun. Dan setiap tahun pula dilakukan revisi peraturan yang sudah di buat pada tahun lalu. Artinya pengurus berganti, peraturan juga ditambah, dikurangi atau direvisi. Setelah peraturan ditetapkan secara bersama dalam rapat OSIP, maka marapulai bertugas menjalankan atau menegakkan peraturan demikian.Â
Santri yang kedapatan nonton tv di luar waktu yang dibolehkan, marapulai dengan tegas menindak yang bersangkutan. Ada dikenakan sanksi bayar beras, uang dan ada pula yang dibebankan mencari kayu bakar, tergantung besarnya kesalahan yang dilakukan santri bersangkutan.
OSIP berhadapan langsung dengan pimpinan dan guru besar pesantren. Sebab, sebagian besar pengurus organisasi ini adalah kawan-kawan yang senior, punya kharisma dalam bicara dan berperilaku.Â
Sistem pemilihan ketua-nya ada yang voting dan ada pula dengan aklamasi, tergantung kesepahaman peserta rapat. Termasuk untuk menentukan siapa marapulai tafsir tahun depannya, itu OSIP langsung yang berumbuk dengan pimpinan dan guru besar. Guru besar; Buya H. Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah, sebagai orang pertama yang mendirikan pesantren itu.Â
Sedangkan pimpinan dijabat Iskandar Tuanku Mudo, dan setelahnya oleh Marzuki Tuanku Nan Basa. Sekarang tidak terdengar lagi istilah guru besar, sejak beliau berpulang 1996, aktivitas pesantren sepertinya ditangani seorang Tuanku Marzuki bersama guru tuo yang ada.
Semakin lama kiprah OSIP nampaknya semakin redup pula. Gaungnya tak begitu kuat seperti yang pernah ada dulunya. Semasa guru besar masih ada, kiprah OSIP sangat-sangat menentukan.Â
Tentunya faktor demikian, karena tidak atau kurang terpolanya pengkaderan dalam organisasi ini dengan baik. Bahkan, akhir-akhir ini ada yang jadi ketua sampai tiga periode. Ini tentunya kurang elok, dianggap gagal dalam melakukan pengkaderan secara berkesinambungan.Â
Aku pernah sekali menata organisasi ini kembali. Aku coba memenej dari dalam, dimulai dengan musyawarah mufakat secara bersama menetukan siapa ketua, bagaimana pengurus lama menyampaikan laporan pertanggungjawabannya di tengah peserta musyawarah.Â
Namun, hanya sekali itu adanya. Sehabis itu, OSIP kembali tak berketentuan. Ndak punya konsep dan visi misi yang jelas dalam mengembangkan diri dan dan potensi santri.