Padahal, kalau di lihat dan di kembangkan dengan baik, para santri punya sumber potensi diri yang bisa di kembangkan. Kita lihat, sebagian besar orang besar yang hebat berawal dari kiprahnya dalam organisasi.
Organisasilah yang membentuk kemampuan diri kita bicara di depan banyak orang. Bisa berdebat dengan baik, punya kedewasaan jiwa karena lama di asah dengan perbedaan pendapat. Orang yang besar di organisasi dengan yang tidak, akan jauh bedanya bila sama-sama berkiprah di tengah masyarakat.
Aku sempat memberikan materi jurnalistik di kalangan teman-teman santri Lubuk Pandan. Namun, itu tak lama. Tujuan aku memberikan ilmu itu, bagaimana santri lebih mampu lagi mengembangkan dakwahnya lewat tulisan.Â
Menurut aku, santri harus bisa jadi penulis. Itu benar yang ingin aku capai dari kawan santri Lubuk Pandan, tempat aku terinspirasi jadi wartawan karena tiap pekan melihat seorang Zakirman Tanjung, yang saat itu jadi wartawan Canang.Â
Memang, ilmu jurnalistik harus dibarengi dengan minat dan bakat dari calon orang akan menerima ilmu tersebut. Kalau tidak, hanya bagai menjatuhkan batu ke lubuk, hilang begitu saja. Apalagi, santri saat ini tak lagi punya media sebagai bahan bacaan yang pernah kami lakukan dulu.Â
Dulu, sebulan sekali ada Media Dakwah yang masuk ke pesantren itu. Belum lagi aku yang seminggu sekali membeli Tabloid Aksi dan koran Republika.
Rasa Kebersamaan Lewat Ajaran Shalat Berjamaah
Shalat berjamaah, kata ulama pahalanya 27 kali lipat dari shalat sendirian. Sejak di Ponpes Darul 'Ulum Padang Magek sampai ke Ponpes Madrasatul 'Ulum Lubuk Pandan aku belajar, selalu ada aturan shalat secara berjamaah.Â
Bahkan, sejak awal aku tinggal di Surau Tabiang semua santri diasuh oleh Ajo Ismael dan Tuo Zamzami dengan semua kelengkapan sembahyang. Artinya, seorang santri gantian jadi imam. Nanti membaca tasbih lain pula santrinya. Begitu juga untuk membaca doa, juga digilirkan dari santri yang ada waktu itu. Termasuk juga azan pun harus bergantian lima waktu sehari semalam.
Dengan terbiasa demikian, aku sangat merasakan betapa indahnya sebuah kebersamaan, saling berbagi dengan teman, dan saling menutupi kelemahan dan kekurangan kawan.Â
Di Surau Tabiang, kedua guru tuo demikian juga memberlakukan sanksi bagi siapa yang melanggar aturan atau tidak ikut shalat berjamaah tanpa alasan yang tidak dapat di pertanggungjawabkan.Â