Mohon tunggu...
A Damanhuri
A Damanhuri Mohon Tunggu... Jurnalis - Gemar bersosial dan penikmat kopi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Mengucapkan sebuah kata sejati, adalah mengubah dunia. Dalam kata ditemukan dua dimensi: Refleksi dan Tindakan". (Paulo Freire)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Syekh Mato Aie "Kiblatnya" Para Ulama Hebat Minangkabau

11 Maret 2020   15:44 Diperbarui: 11 Maret 2020   15:51 1988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Awaluddin, setiap bulan Rajab ini para peziarah ramai mendatangi makam Syekh Mato Aie. Termasuk jemaah dari Banten dan Jawa Timur. "Sebagai ulama yang terkenal alim dan shaleh, karena mahir ilmu thariqat, Syekh Mato Aie juga dikenal sebagai ulama yang mahir nahwu sharaf, sehingga banyak lulusan Surau Mato Aie ini jago terhadap ilmu gramatika tersebut," ulas dia.

Hasil peneliatan yang dilakukan ilmuan luar negeri menyebutkan, Syekh Mato Aie adalah ulama multi talenta. Dia juga seorang ulama penulis, yang banyak meninggalkan karya tulis berupa kitab. "Sekarang ada 12 kitab karya tulis Syekh Mato Aie dari berbagai disiplin ilmu yang telah di digitalisasikan oleh pihak Cagar Budaya yang sampai sekarang tersimpan rapi di Surau Mato Aie," sebut Awaluddin.

Di samping kitab berbahasa Arab, Syekh Mato Aie juga meninggalkan sebuah brang kas, yang isinya benda-benda berharga. "Brang kas yang dibuat tahun 1901 di Jerman itu banyak menyimpan benda-benda, yang sebagian besar hadiah dari Arab Saudi. "Kami para keluarganya belum mau membuka brang kas itu. Takut akan menimbulkan malapetaka nantinya di kalangan keluarga. Tapi, apa isi di dalamnya, telah di sampaikan oleh ahli waris yang tua-tua dulunya," kata Awaluddin lagi.

Kemudian, lanjut Awaluddin, yang juga merupakan karya monumental Syekh Mato Aie adalah khutbah Idul Fitri, Idul Adha dan khutbah Jumat tulisan tangan beliau sendiri yang panjang kertasnya sambung bersambung mencapai 5,75 meter. 

"Bagi ulama yang telah melihat khutbah tulisan tangan itu meyakini, inilah alasan kenapa khutbah Jumat di Piaman beda dengan kebanyakan masjid lain di Sumbar ini, yakni khutbah dibaca bahasa Arab, khatibnya pakai tongkat, yang kalau di Piaman disebut juga dengan "khutbah ayam" lantaran diperhentian pertama berbunyi..mimbainilaiyyam," ulas Awaluddin.

Karya tulisnya yang juga terbilang monumental, adalah karya sastra berupa syair yang ditulisnya dalam bahasa Arab. Syair ini menceritakan perjalanannya dalam menuntut ilmu, riwayat hidup serta banyak hal yang berhubungan dengan dinamika sosial keagamaan di tengah masyarakat yang dia tulis berbentuk syair.

Surau Mato Aie yang didirikan langsung Syekh Mato Aie di Sarang Gagak, tepatnya di pinggir Sungai Batang Ulakan, tanahnya merupakan wagaf dari kaum Suku Tanjung, yang sekaligus kaum oleh ayah Syekh Mato Aie, Abdullah. Syekh Mato Aie yang nama asli Muhammad Aminullah Tuanku Mudo ini, hingga saat kini telah berkali-kali mengalami perbaikan dan renovasi.

Dalam tradisi menyemarakan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw di Enam Lingkung ini, Surau Mato Aie merupakan tonggak awal bermula pelaksanaan maulid tersebut. "Artinya, maulid belum akan dimulai di surau dan masjid yang ada di Kecamatan Enam Lingkung, sebelum dimulai di Surau Mato Aie ini. Istilah di Pakandangan dan Piaman-nya, menyonsong bulan maulid harus mulai di Surau Mato Aie," ungkapnya.

Kenapa demikian? Tersebutlah Syekh Muhammad Hatta yang bermakam di Kapalo Koto sebagai ulama pencetus dikie yang dilazimkan setiap bulan maulid, adalah ulama yang pernah lama berguru kepada Syekh Mato Aie. "Semasa dunia bergolak. Kelaparan merajalela. Hasil panen padi masyarakat di Enam Lingkung tak satupun yang berbentuk padi, maka Syekh Mato Aie tempat meminta padi oleh orang banyak," kata Awaluddin.

Ceritanya begini. Di samping Surau Mato Aie ini ada sebuah lumbung padi yang langsung Syekh Mato Aie yang membuatnya. Hebatnya, padi tak pernah habis dalam lumbung itu. Makan pokok itu tiba sendiri. Tentunya atas kuasa Tuhan, yang berangkat atas keramatnya Syekh Mato Aie. 

"Sebelum lumbung padi ada, Syekh Mato Aie dalam asyik berzikir sehabis shalat tak merasakan pecinya jatuh ke lantai dari kepalanya. Dia terus berzikir. Dan setelah selesai, dilihatnya peci yang jatuh itu langsung berisi padi," cerita Awaluddin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun