Mohon tunggu...
Adam Aksara
Adam Aksara Mohon Tunggu... Arsitek - Penulis, kontraktor, praktisi Natural Way of Living ( NWL)

Berbagi itu indah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengasihi dan Menyayangi Tuhan Selamanya

15 Januari 2022   21:20 Diperbarui: 15 Januari 2022   21:26 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Alkisah, adalah seorang pria yang sungguh teramat sangat kaya di muka bumi, tetapi, untuk menjauhkan anak-anaknya yang masih kecil dari sifat bolos, dia menjatah uang jajan ketiga anak kembarnya itu sebesar Rp 5.000.- setiap hari sekolah.

Anak pertama sangat bandel, berapapun uang jajan yang dimilikinya pasti habis dan bahkan berhutang di kantin sekolah. Membuat orang tuanya harus membayar kantin sekolah setiap bulannya.

Anak kedua sangat penurut dan patuh pada peraturan, berapapun uang jajan yang dimilikinya akan dimasukan ke dalam tabungan, dia mengikuti seluruh peraturan anak teladan.

Sedangkan anak ketiga, menjalankan hidupnya dengan bebas dan bahagia. Terkadang, saat dia menemukan sebuah permen yang sangat enak yang harganya Rp 2.500/buah. Dia akan membeli sebanyak 2 buah. Lalu saat pulang, dia akan berlari menuju ke ruang kerja ayahnya.

"Papa, ini ada permen baru yang dijual di kantin sekolah, rasanya enak sekali. Karena enak, saya jadi teringat sama Papa, dimakan ya Pa, rasanya enak sekali loh." Kata anak itu sambil bermanja-manja pada ayahnya.

Ayahnya, membuka permen itu dan mencicipinya, sambil berkata, "Wow, rasanya enak sekali. Terima kasih, kamu sudah memberikannya padaku."

Anak ketiga itu pun tersenyum manis sekali dan pergi meninggalkan ruangan kerja ayahnya.

Saat itu seorang pekerja ayahnya masuk ke ruangan kerja dan melihat bungkus permen, "Loh, Pak, ini bukannya produksi baru dari salah satu anak pabrik kita?"

Sang pria itu tersenyum, "Tetapi yang satu ini berbeda, ada kasih sayang anakku di dalamnya."

***

Pada suatu malam saat ayahnya yang baru pulang dari kerja dan duduk di sofa sambil beristirahat.

Anak pertamanya yang sibuk bermain game berlalu sambil berkata, "Pa, selama malam." Tetapi pandangan matanya terus tertuju pada layar ponselnya.

Ayahnya berkata, "Jangan terlalu dekat, matanya nanti rusak."

"Papa ini pun banyak kali peraturannya!"

Anak yang kedua berjalan kehadapan ayahnya dengan sikap tubuh yang sangat sempurna, lalu bersujud dengan pose indah, dan berkata, "Ayahanda yang mulia bagaikan mentari di siang hari yang memberikan banyak rejeki dan nafkah pada semua manusia. Anakmu yang penuh kesalahan ini bersyukur atas makanan pagi hari ini yang isinya..., makanan siang hari yang isinya... dan malam hari yang isinya...berikutnya juga jajan saya yang saya tabung dengan baik baik, pelajaran saya hari ini.... " Akhirnya setelah panjang dan lebar. "Anakmu yang kedua ini memohon ijin untuk tidur malam."

Sang ayah yang melihat anak keduanya segera berkata, "ijin diberikan, kamu bisa tidur dengan nyaman."

"Terima kasih Ayahanda yang kebaikannya memancar ke seluruh penjuru." Anak itu pun pergi dengan langkah mundur yang sempurna.

Sang ayah menatap anaknya dan menggelengkan kepalanya, "Dia menghafal kata-kata itu dengan sangat baik, tetapi saat mengatakannya, wajahnya kaku dan dingin. Wajahnya bahkan lebih kaku dari bodyguardku dan bahasanya lebih puitis daripada para karyawan dikantorku."

Lalu datanglah anak ketiganya, dia berdiri selangkah dari hadapan ayahnya dan menatap ayahnya, "Papa, saya menyayangimu."

"Papa juga menyayangimu." Jawab ayahnya tersenyum manis.

Anak ketiga itu juga tersenyum manis dan akhirnya memberanikan diri memeluk ayahnya. "Selamat malam ayah yang kusayangi."

"Selamat malam juga anak yang kusayangi," balas ayahnya sambil memeluk anak ketiganya erat-erat.

Saat anak ketiganya pergi tidur, sang ibu menghampiri sang ayah dan berkata, "Kelihatannya kamu lebih menyayangi anak ketiga?"

Sang Ayah menggelengkan kepalanya, "Kasih sayangku kepada mereka bertiga sama besarnya, sama adilnya dan sama sempurnanya. Tetapi prilaku mereka bertiga padaku menentukan apa yang akan kulakukan pada mereka. Anak pertama membuatku kuatir, sehingga aku terus memberinya banyak peraturan agar kesehatannya tidak rusak, anak kedua terlalu kaku, dia bahkan tidak melihatku sebagai seorang ayah, dia bisa menjadi karyawan perusahanku yang baik, pintar menjilat dan berdedikasi, tetapi demi Tuhan saya punya ratusan ribu karyawan seperti itu, dan dia anakku. Hanya anak ketiga yang menganggapku sebagai seorang ayah, dan dari dirinya aku merasa memiliki seorang anak yang menyayangiku, sehingga akupun bisa menyayanginya."

"Kamu tahu," Kata sang ayah kepada sang ibu. "Anak ketiga memberikanku permen dengan separuh uang jajannya. Dan itu membuatku bahagia, aku ingin mengabulkan satu permintaannya, apakah kamu tahu dia menginginkan sesuatu? Bukankah dia juga sering membagikan jajanannya pada anak pertama dan kedua? Dia anak yang baik."

"Kamu bisa bertanya kepadanya," lanjut sang ibu, "Tetapi kamu juga harus mengabulkan permintaan anak lainnya. Karena kamu harus adil sebagai seorang ayah."

***

Keesokan paginya di meja makan sang ayah berkata, "Karena ada satu diantara kalian yang membuatku bahagia, aku akan mengabulkan satu permintaan kalian."

Anak pertama yang sibuk main game mendadak menatap ayahnya dengan terfokus, "Ayah, saya mau game-game baru dan banyak makanan ringan, sekalian ponsel generasi terbaru, mainanku juga."

Sang ayah memberikannya sebuah ponsel baru yang lebih menyehatkan mata.

Anak kedua menatap ayahnya dan setelah puji pujian panjang dan lebar, "Ayah, saya mau hidup nyaman di masa tuaku, di masa depanku. Aku takut nantinya ayah tidak mewariskan harta sedikitpun padaku, tidak memberikanku uang karena kesalahanku. Aku sudah menyimpan uang dengan baik, kiranya ayahanda memenuhi permintaanku."

Sang ayah memberikan 100 program asuransi dan tabungan jangka panjang untuk anak keduanya.

"Dan kamu apa yang kamu inginkan?" tanya sang ayah pada anak ketiganya.

Anak ketiga menatap sang ayah, turun dari kursi dan memeluk ayahnya, "Ayah, saya hanya ingin selalu bersama ayah sampai akhir hayatku, semoga engkau mengabulkannya."

***

"Ya Tuhan, kami ini hamba bodoh yang banyak melakukan kesalahan, kiranya Engkau bersedia mengabulkan satu permintaan kami, yaitu untuk dapat mengasihi dan menyayangimu seutuh-utuhnya dan selama-lamanya. Jika kami salah arah dalam mengasihi dan menyayangimu, ajarilah kami untuk dapat mengasihi dan menyayangimu dengan cara yang benar, yang sesuai kehendak-Mu. Bukan cara kami. Ya Tuhan, terjadilah kehendakmu pada kami."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun