Mohon tunggu...
Adam Pakiah
Adam Pakiah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rakyat Pemegang Kedaulatan Sejati

7 Desember 2016   16:42 Diperbarui: 7 Desember 2016   16:55 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, KPK memiliki pandangan berbeda. Ketua KPK, Agus Rahardjo, menyebut pihaknya memutuskan Pemprov DKI Jakarta tidak menyalahi aturan dalam pembelian lahan itu, karena tidak ada unsur melawan hukum dan merugikan negara.

Menurutnya, KPK telah memeriksa hasil audit tersebut dan memverifikasinya selama enam bulan. Mereka meminta keterangan para ahli dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan lembaga seperti Masyarakat Profesi Penilaian Indonesia (MAPPI).

"Penyidik kami tidak menemukan perbuatan melanggar hukum dan tidak ada indikasi kerugian negara. Dari situ kan (kasusnya) sudah selesai. Karena perbuatan melawan hukumnya dan kerugian negara tidak ada kan (penyelidikan) sudah selesai," kata Agus, di saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (15/6/2016).

Sontak, pernyataan Agus itu mendapat kritikan dari wakil rakyat. Mereka menyesali KPK lebih memercayai LSM dibanding hasil audit dari lembaga resmi pemerintah. Apalagi, audit investigasi yang dilakukan BPK itu merupakan permintaan dari Taufiqurrahman Ruki, plt pimpinan KPK sebelumnya.

“Saya tidak habis pikir dari pimpinan KPK saat ini. Masa lebih percaya sama MAPPI daripada BPK, badan resmi pemerintah. Undang-Undang Dasar jelas menyampaikan auditor negara satu-satunya adalah BPK. Kalau enggak percaya sama BPK, mau sama siapa lagi? KPK akan berjalan sempurna jika BPK difungsikan. Jadi jangan sampai Anda (KPK) suka-suka,” cetus Junimart Ginsang dari Fraksi PDI Perjuangan.

Tersandera BLBI

Unjuk kekuatan Ahok juga terlihat dalam isu deparpolisasi yang sempat kisruh beberapa waktu lalu. Ahok yang awalnya berniat meninggalkan PDI Perjuangan dengan maju di Pilkada DKI Jakarta melalui jalur perseorangan, sempat terlibat perang opini dengan sejumlah kader partai berlambang banteng tersebut. Sekretaris DPD PDIP DKI Prasetio Edi Marsudi bahkan menyebut jalur perseorangan merupakan perwujudan paham liberal. Untuk konteks Indonesia, kata dia, peran parpol juga sebagai wadah pertanggungjawaban kepala daerah yang diusung.

"Secara tata negara, deparpolisasi adalah pelemahan. PDIP melawan deparpolisasi. Lagipula, independen itu kan liberal. Maksud dan tujuannya sah, tapi tidak ada payung hukum dan undang-undangnya,” ujar Prasetio.

Namun, karena diduga tidak mampu mengumpulkan satu juta KTP sebagai syarat maju sebagai independen, Ahok kembali merapat ke PDIP. Melalui jalur Presiden Jokowi, rekannya saat memimpin DKI Jakarta, Ahok menemui Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Megawati akhirnya setuju mendukung Ahok di pilkada. Disandingkan dengan kader partai sebagai wakil, Djarot Saiful Hidayat, PDIP bergabung dengan tiga partai yang sebelumnya sudah menyatakan dukungan, Partai Golkar, Nasdem dan Hanura. Semua pertikaian yang selama ini terjadi antara Ahok dengan kader PDIP, seolah dilupakan. Tidak ada dendam, tidak ada lagi kemarahan. Banyak pihak yang mengartikan sikap legowo Megawati itu, tidak seperti biasanya.

Bahkan juru bicara presiden era KH Abdurrahman Wahid, Adhie M. Massardi, menyebut dukungan Megawati terhadap Ahok bukan karena mahar politik. Namun ada ancaman besar yang bisa menjerat ketum PDIP tersebut jika tidak mendukung Ahok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun