Imbas dari meroketnya elektabilitas Calon Gubernur Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dua kandidat pesaing di Pilkada DKI Jakarta, mulai merubah gaya kampanye dan pencitraan mereka. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang biasanya tampil ceplas-ceplos, tiba-tiba jadi kalem. Anies Baswedan yang selama ini terlihat santun, mulai bersikap sebaliknya dengan kerap menyindir dan menyerang pribadi lawan politiknya.
Bisa jadi perubahan sikap itu merupakan wujud kegalauan dua calon gubernur ini dalam menyikapi tren positif hasil survei terhadap AHY. Mungkin juga mereka beranggapan pencitraan selama ini tidak berhasil mendongkrak elektabilitas, sehingga harus dicari cara baru yang lebih efektif, sembari menjegal popularitas AHY yang semakin menanjak.
Pada enam hasil survei yang dilakukan sejumlah lembaga selama bulan November, AHY merajai posisi pertama di lima survei terakhir. Sementara Anies yang sempat unggul di survei pertama, harus merelakan posisinya kepada AHY. Bahkan di tiga survei terakhir, elektabilitas Anies semakin anjlok, sehingga Ahok mampu menyalip ke posisi kedua.
Akibat kondisi tersebut, baik Ahok maupun Anies, tampak mengubah pola pendekatan mereka kepada konstituen. Ahok yang saat ini menyandang status tersangka akibat ucapannya yang diduga menistakan Al Quran, mulai irit bicara. Tiba-tiba ia menjadi pendiam. Hampir semua urusan wawancara dengan wartawan, ia serahkan kepada wakilnya, Djarot Saiful Hidayat.
"Soal politik tanya sama Pak Djarot, urusan kerja baru sama saya, kita ngomong kerja aja. Beliau kan orang partai, lebih menguasai bidangnya. Kalau saya kan orang kerja,” kata Ahok, Senin (17/10/2016).
Keitka ditanya terkait perubahan sikapnya, Ahok mengaku berusaha mengubah sikapnya menjadi kalem. Hal itu sempat membuat istrinya, Veronica Tan sampai heran. "Istri saya bilang, 'Saya seperti tidak melihat Ahok lagi, kamu jadi orang lain'," aku Ahok.
Namun, tidak banyak yang percaya dengan pencitraan Ahok itu. Salah satunya pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhro, yang meyakini perubahan Ahok tersebut hanya untuk kepentingan kampanye semata. "Ya iya lah (hanya untuk kampanye). Kan sedang jualan politik sekarang," katanya.
Menurut Siti, cepat atau lambat, Ahok akan kembali ke karakter lamanya, yang suka marah-marah, bicara kasar dan ceplas-ceplos. Karena karakter asli seseorang sulit untuk disembunyikan. "Kalau karakter itu ya tetap karakter. Karakter, apalagi di atas umur 30 tahun itu sudah melekat. Jadi enggak ada karakter itu yang dibikin-bikin sampai Februari, itu enggak ada. Karakter ya karakter," kata Siti.
Siti menyarankan agar Ahok kembali tampil apa adanya. “Lakukanlah kampanye yang tidak menyesatkan. Jangan melakukan kampanye yang membodohi dan menyesatkan masyarakat. Be yourself," ujarnya.
Lain Ahok, beda pula Anies. Ibarat dua kutup magnet, ketika Ahok berubah menjadi kalem, Anies malah sebaliknya. Ia terlihat meradang dan menjelma menjadi tukang sindir, yang menyerang pribadi pesaingnya, terutama AHY yang berpotensi besar memenangi kontestasi politik Ibukota.
Pada kampanye politiknya di Jakarta Utara, Anies meminta warga memilih pemimpin yang dikenal. Namun himbauan itu bernada sinisme dan terkesan memojokkan AHY yang ia anggap tidak memiliki pengalaman yang cukup.
“Memilih pemimpin jangan yang tidak dikenal. Yang satu Basuki kenal? Satu lagi Anies, kenalkan. Lalu, siapa Agus? Apa yang pernah diberikan pada warga Jakarta, berapa staf yang pernah dipimpinnya,” sindir Anies.
Komentar Anies ini langsung mendapat respon negatif dari sejumlah kalangan. Baik dari mereka yang pro terhadap AHY, maupun dari pendukung Anies sendiri. Bagi pendukung AHY, pernyataan Anies itu terkesan arogan dan jumawa.
"Saya agak heran saudara Anies yang dikenal cukup santun tiba-tiba menyerang pribadi AHY, ada apa ini? Anies janganlah merasa hebat, padahal pernah diberhentikan karena gagal pimpin Kementerian," kata juru bicara tim pemenangan AHY, Didi Irawadi Syamsuddin.
Sementara pengikut Anies di media sosial juga ikut memberikan tanggapan. Mereka menyayangkan strategi politik yang dilakukan calon mereka tersebut. Menurut mereka, pernyataan itu sangat kontra produktif dan bisa menjadi bumerang bagi Anies. Akibatnya, simpati masyarakat DKI Jakarta akan semakin tergerus, sehingga elektabilitas pasangan nomor urut tiga tersebut akan kian meredup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H