Mohon tunggu...
Michael Aditya
Michael Aditya Mohon Tunggu... Insinyur - Healer, Hypnotherapist, Neo NLP Practitioner, IT People

Start my career from motorcycle repair person, PPIC person in manufacturing, IT Practitioner, IT Enthusiast, Hypnotherapist and very interested in Self-Healing and Pure Consciousness.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manusia (Human Being or Spiritual Being?)

4 Maret 2020   10:03 Diperbarui: 4 Maret 2020   10:15 1423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Whale via unsplash.com

8 Januari 2020

Manusia. Itulah kita, Mahkluk Ciptaan Tuhan yang diciptakan menurut citraNya.....dan kita membangga-banggakan itu terus...sebagai penguasa dan pemilik dunia, karena kita satu-satunya makhluk yang kasat mata yang memiliki akal budi, budi pekerti, cipta, rasa dan karsa dan mampu menciptakan peradapan, teknologi, mengolah hasil bumi sampai mengeksploitasinya....

Komunikasi

Manusia berkomunikasi melalui berbicara, tahukah anda kalau manusia sudah ditanamkan dari sejak kita lahir bahwa satu-satunya cara berkomunikasi dengan sesama manusia lainnya melalui berbicara, menggunakan bahasa ibunya, yang dipahami bersama. Jika anda seorang ibu atau seorang ayah yang mempunyai anak bayi, pasti ada suatu waktu di mana anda merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan anak anda? 

Setelah di cek, eh ternyata buang air, eh ternyata nangis, eh ternyata lapar, eh ternyata sudah bangun dari tidurnya....ada yang bilang "itu insting" ada yang bilang "Itu ikatan antara orang tua dengan anak", macam-macam teori dan dalih yang digunakan untuk membenarkan 'fenomena' itu. Dan saya katakan bahwa itu adalah bentuk komunikasi primordial (telepati) manusia terhadap manusia lainnya yang dilakukan oleh bayi ini terhadap manusia di sekitarnya, nah karena yang ada di sekitarnya dan memiliki kepekaan tinggi terhadap anaknya ya orang tuanya itu sendiri.

Komunikasi Hewan

Karena manusia sudah terprogram bahwa bekomunikasi itu harus berbicara atau menggunakan bahasa, maka manusia melupakan kemampuan berbicara melalui telepati, padahal dari kandungan kita sudah dibekali dengan kemampuan ini. Sama seperti hewan, mereka berkomunikasi dengan sesamanya menggunakan telepati tidak menggunakan bahasa atau berbicara. 

Kalau kita lihat di beberapa saluran TV yang menayangkan dokumenter mengenai hewan yang melakukan panggilan untuk kawin atau panggilan untuk bertarung dengan sesama pejantan alfa....ini sebenarnya sebuah panggilan atau seruan saja, tapi diantara mereka tetap menggunakan komunikasi primordial tersebut.

Kemudian ada sebuah jurnal penelitian yang menuliskan bahwa Paus (whale) saya tidak mengatakan bahwa Whale/paus adalah ikan karena mereka sebenarnya adalah mamalia. Jadi di dalam jurnal itu mengatakan bahwa "The field of perception for a whale is almost the entire ocean" yang artinya ketika Whale menggunakan sonarnya, maka dirinya memetakan seluruh lautan dan mereka dapat menerima panggilan dari whale(paus) lainnya dari ribuan kilometer jauhnya.

Dan dituliskan di situ bahwa suara whale dapat membuat manusia yang mendengarkannya mampu meneteskan air mata kebahagiaan, tidak dijelaskan karena apa, tetapi diketahui bahwa suara whale yang dikeluarkan mampu menggetarkan seluruh lautan dan mampu memberikan vibrasi frekuensi tinggi yang mampu memberikan efek penyembuhan dan memberikan manfaat baik bagi mahluk lain yang ikut merasakan vibrasi dari whale ini.

Manusia sebagai Spiritual Being

Sebelum kita (manusia) memiliki tubuh, apakah kita sudah ada(eksis)? Apakah kita diciptakan bersama dengan tubuh kita?

Nah, untuk selanjutnya ini murni tulisan hasil intuisi saya dari membaca dan belajar dari berbagai macam sumber.

Bahwa manusia diciptakan dari pertemuan sel sperma dan sel telur yang kemudian memiliki nyawa (subtle energy) dan mampu mensupport kehidupannya sendiri begitu mereka dilahirkan, artiya sudah tidak berhantung lagi pada ari-ari induknya(ibunya). Nah kapan kita hadir? Ketika terbentuknya janin, itu sebenarnya kita sudah ada, akan tetapi semuanya masih jalan dengan auto pilot, dalam artian semuanya berjalan dengan meenggunakan otak reptil dan otak limbik.....bisa tahu panas, dingin, sakit, senang, lapar dan haus. 

Yang jalan hanya survival saja. Walaupun semuanya jalan dalam auto pilot, kita sudah menyimpan memori, sudah menyimpan kenangan sensasi tertentu yang dialami oleh janin maupun induknya, karena berbagi tubuh yang sama. Disini menegaskan kembali mengapa hubungan antara Ibu dan anak kandungnya begitu kuat.

Jadi sebelum kita masuk ke dalam janin tersebut, sebenarnya kita ini apa? Apakah kita sadar oleh kehadiran kita sebelum kita masuk ke dalam janin tersebut? Jawaban yang saya pahami dan saya yakini selama ini bahwa kita adalah Roh (Spirit) yang tak kasat mata (Spiritual Being). Kemudian pertanyaan berikutnya, mengapa kita tidak ingat apa-apa sampai kita berumur 5-7 tahun? 

Karena yang kita akses adalah otak manusia yang belum sepenuhnya berkembang, dan baru usia 5-7 tahun, otak manusia berkembang dengan sempurna dan di usia 12-14 tahun mereka mulai menyadari keberadaannya, oleh karena kenapa anak remaja memiliki kecenderungan untuk memberontak, ini sangat alami karena mereka mulai menyadari keberadaaanya di dunia ini, hanya perlu didampingi dan dibimbing saja untuk melewati fase ini.

Kembali lagi ke Spiritual Being.....jadi pada dasarnya kita ini 'Spiritual Being' dengan pengalaman di dalam tubuh 'Human Bieng'. Sudah mulai paham mengapa kadang anda merasa melihat sesuatu di sudut mata anda tetapi ketika menoleh anda tidak melihat siapa-siapa? Kalau anda paham ini sebenarnya anda paham bahwa anda melihat sebagai Spiritual Being yang sedang melihat Spiritual Being lainnya.

Pertanyaannya berikutnya, kalau anda dan saya adalah Spiritual Being, sebenarnya anda dan saya tidak bisa sakit kan? Yang sakit kan tubuhnya, human being-nya, tetapi spirit nya kan tidak sakit. Kesalahan yang kerap terjadi adalah kita mengidentifikasikan diri kita sebagai Human Being, keterbatasan kita sebagai manusia yang menderita. Nah ketika kita melakukan salah identifikasi ini maka kita terperangkap di dalam keterbatasan tubuh manusia, kita mulai membatasi kemampuan kita sesuai hukum-hukum fisika sebagai layaknya human being. Berpola seperti sebuah looping, akhirnya terjebak pada logika kasuistik.

Apa yang bisa kita lakukan sebagai Spiritual Being?

Banyak hal....mulailah belajar berkomunikasi dengan sesama menggunakan hanya pikiran saja, coba latihan mengirimkan informasi kepada orang-orang terdekat anda. Pertajam intuisi anda dengan sering melatih 'first impression' terhadap suatu hal, karena kesan pertama yang muncul adalah yang murni adanya.

Kalau orang jaman dahulu bilang ada yang namanya 'firasat', sekarang coba dilatih bila menerima firasat yang buruk, coba dibayang firasat tersebut dengan kejadian yang berbeda dengan probabilitas yang berbeda ciptakan sesuai yang baik dan indah, latihlah itu. Karena bagian dari spiritual being adalah mencipta dan kita tidak terbatas pada pikiran dan tubuh kita.

Latihlah melihat sesuatu tidak dengan mata, latihlah merasakan sesuatu tidak dengan menggunakan panca indera kita.

Sampai di sini semuanya terdengar seperti supranatural ya? Terdengar seperti klenik? Tidak masuk akal? Parahnya lagi 'mengungguli Tuhan'.

Stop, saya hentikan pikiran anda yang 'ke sana', kalau Tuhan tidak mengijinkan kita melakukan hal-hal tersebut tadi, maka tidak seharusnya kita dibekali kemampuan itu tadi bukan? Terlepas kita melakukannya untuk apa, saya rasa selama kita melakukannya dalam batasan kebaikan dan hanya kebaikan saja yang kita lakukan maka semunya sudah sesuai dengan ijin dan kehendak dari Tuhan.

Demikianlah agar menjadi jelas adanya....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun