Sri Lanka juga mengalami krisis ekonomi yang parah, sebagian besar akibat inflasi yang disebabkan oleh kekurangan bahan bakar dan pangan, ditambah dengan krisis utang nasional. Negara ini bahkan menghadapi protes massal dari rakyatnya yang menuntut perbaikan ekonomi di tengah kenaikan biaya hidup yang tak terkendali.
Inflasi dan Krisis Energi Global
Selain kebijakan moneter, banyak negara juga mencoba mengatasi inflasi melalui kebijakan energi. Salah satu penyebab utama inflasi global, seperti yang disebutkan dalam Bagian 1, adalah krisis energi, terutama akibat perang Rusia-Ukraina. Negara-negara Eropa yang sangat bergantung pada gas Rusia telah berupaya mengurangi ketergantungan ini dengan mencari sumber energi alternatif.
Beberapa negara, seperti Jerman, mulai mempercepat transisi mereka ke energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin. Selain itu, investasi besar-besaran dalam teknologi energi hijau menjadi prioritas di berbagai negara, karena krisis energi ini telah menggarisbawahi pentingnya diversifikasi sumber daya energi.
Namun, transisi ke energi terbarukan membutuhkan waktu, sementara kebutuhan energi yang mendesak harus segera diatasi. Negara-negara Eropa, terutama menjelang musim dingin yang panjang, harus mencari solusi jangka pendek seperti impor gas dari negara lain, termasuk dari kawasan Timur Tengah dan Amerika Serikat. Akan tetapi, penyesuaian ini tidak mudah dan menyebabkan volatilitas harga energi yang terus berlangsung.
Selain itu, kebijakan subsidi energi di berbagai negara berkembang juga mulai dipertimbangkan. Misalnya, Indonesia yang merupakan negara penghasil minyak mentah dan gas alam, telah memberikan subsidi energi untuk menjaga stabilitas harga BBM. Namun, kebijakan ini menimbulkan beban besar pada anggaran negara dan tidak berkelanjutan dalam jangka panjang.
Langkah-Langkah Pemerintah untuk Mengurangi Dampak Inflasi
Selain kebijakan moneter dan energi, pemerintah di seluruh dunia telah mengambil langkah-langkah lain untuk mengurangi dampak inflasi pada masyarakat, terutama bagi kelompok rentan. Di beberapa negara, kebijakan fiskal yang proaktif diterapkan untuk membantu mengimbangi kenaikan biaya hidup.
Misalnya, subsidi pangan dan bantuan sosial langsung kepada masyarakat berpenghasilan rendah telah menjadi langkah populer di banyak negara. Di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Kanada, bantuan langsung tunai diberikan kepada warga untuk meringankan beban akibat kenaikan harga pangan dan bahan bakar.
Beberapa negara juga mempertimbangkan pengurangan pajak sementara pada barang-barang kebutuhan pokok untuk menjaga harga tetap stabil. Namun, kebijakan semacam ini sering kali berisiko memperlebar defisit anggaran negara, sehingga perlu diterapkan dengan hati-hati.
Di sisi lain, beberapa negara memilih untuk mengontrol harga barang-barang kebutuhan pokok. Di Argentina, misalnya, pemerintah memberlakukan kontrol harga terhadap sejumlah produk pangan untuk mencegah kenaikan harga yang berlebihan. Namun, kebijakan ini sering kali dikritik karena dapat memicu kelangkaan barang di pasar, serta mendorong munculnya pasar gelap.