Inflasi global yang saat ini kita hadapi adalah hasil dari gabungan berbagai faktor yang saling terkait. Pandemi COVID-19 memicu gangguan besar dalam rantai pasokan dan mempengaruhi pasar tenaga kerja. Ketidakstabilan geopolitik, terutama perang di Ukraina, memperburuk krisis energi dan pangan. Sementara itu, kebijakan moneter yang longgar dan masalah pada rantai pasokan global memperburuk situasi.
Bagian 2: Respon Global terhadap Inflasi dan Tantangan di Masa Depan
Setelah memahami berbagai penyebab inflasi global di bagian pertama, kita akan beralih untuk mengeksplorasi langkah-langkah yang telah diambil oleh negara-negara di seluruh dunia dalam menghadapi krisis ini. Inflasi yang terus meningkat telah menjadi tantangan besar bagi pemerintah, bank sentral, dan sektor bisnis, yang mencoba menjaga stabilitas ekonomi sekaligus melindungi daya beli masyarakat.
Respon Bank Sentral terhadap Inflasi
Salah satu langkah utama yang diambil untuk melawan inflasi adalah melalui kebijakan moneter yang lebih ketat, dipimpin oleh bank sentral. Federal Reserve (The Fed) di Amerika Serikat, misalnya, telah mengambil langkah drastis dengan menaikkan suku bunga acuan beberapa kali sepanjang tahun 2022 dan 2023 untuk menekan inflasi. Suku bunga yang lebih tinggi berfungsi untuk memperlambat laju kredit dan konsumsi, karena biaya pinjaman untuk individu dan perusahaan meningkat.
Kebijakan yang serupa juga diambil oleh Bank Sentral Eropa (ECB)Â dan Bank of England (BoE). Kedua lembaga ini menaikkan suku bunga untuk mengatasi lonjakan inflasi yang disebabkan oleh krisis energi dan kenaikan biaya hidup di Eropa. Kenaikan suku bunga bertujuan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat dan menekan permintaan, sehingga diharapkan bisa menstabilkan harga barang dan jasa.
Namun, kebijakan moneter yang lebih ketat ini memiliki konsekuensi. Resesi ekonomi menjadi risiko nyata ketika suku bunga dinaikkan terlalu cepat. Penurunan permintaan yang tiba-tiba dapat menyebabkan pengurangan produksi, penutupan bisnis, dan peningkatan pengangguran. Negara-negara maju kini berada di ambang resesi teknis akibat kombinasi antara kebijakan suku bunga yang ketat dan ketidakpastian geopolitik yang terus berlangsung.
Tantangan yang Dihadapi oleh Negara Berkembang
Di sisi lain, negara-negara berkembang menghadapi tantangan yang lebih kompleks dalam menangani inflasi. Tidak hanya inflasi yang dipicu oleh faktor eksternal seperti kenaikan harga energi dan pangan, banyak negara berkembang juga tertekan oleh pelemahan mata uang lokal terhadap dolar AS. Ketika suku bunga AS meningkat, investor global cenderung menarik dananya dari pasar negara berkembang dan mengalihkan investasi mereka ke aset yang lebih aman di negara maju.
Akibatnya, nilai tukar mata uang di negara-negara berkembang melemah, yang pada gilirannya meningkatkan biaya impor barang-barang penting seperti bahan bakar dan pangan. Krisis ini memicu inflasi lebih lanjut di negara-negara tersebut, menciptakan spiral inflasi yang sulit diatasi tanpa bantuan eksternal.
Sebagai contoh, Turki menghadapi inflasi yang sangat tinggi akibat kombinasi antara kebijakan moneter yang kontroversial dan pelemahan mata uang lira. Pemerintah Turki telah menolak menaikkan suku bunga secara signifikan, meskipun inflasi telah mencapai angka yang mengkhawatirkan. Hasilnya, masyarakat Turki terpaksa menghadapi kenaikan harga yang ekstrem untuk kebutuhan pokok seperti makanan dan energi.