Mohon tunggu...
AD. Agung
AD. Agung Mohon Tunggu... Penulis - Tukang ketik yang gemar menggambar

Anak hukum yang tidak suka konflik persidangan, makanya gak jadi pengacara.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Penegakan HAM bagi Pemberantasan Korupsi

11 Desember 2016   04:51 Diperbarui: 1 Maret 2017   20:00 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membangun arus utama korupsi sebagai pelanggaran HAM dapat dilakukan melalui pendekatan: Pertama, membangun pemahaman dan kesadaran bahwa korupsi merupakan masalah sistemik dan masif, dengan menumbuhkan kesadaran bahwa setiap orang memiliki kewajiban untuk menghargai hak orang lain, dan menegakkan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia (termasuk pula janin) sejak dirinya dinyatakan hidup; Kedua, membangun komitmen untuk mencegah dan memberantasnya, melalui kerangka hukum yang kuat dan sistem politik yang terbuka untuk membantu masyarakat sipil turut terlibat secara efektif dalam gerakan pemberantasan korupsi.

Pertempuran melawan korupsi serupa dengan program-program penegakan HAM, merupakan proses yang sangat panjang dan memerlukan perubahan sosial dan politik yang mendalam. Perubahan ini mencakup institusi kelembagaan negara, hukum, serta budaya. Unsur-unsur seperti pengadilan yang independen, kebebasan pers dan kebebasan berekspresi, transparansi dan akuntabilitas sistem politik, sangat penting bagi keberhasilan gerakan anti-korupsi.

Maka, dibutuhkan respon yang komprehensif oleh semua pihak, guna mendorong institusi yang efektif, hukum yang tepat, reformasi tata pemerintahan yang baik, serta keterlibatan semua pemangku kebijakan, baik yang berada di dalam maupun di luar pemerintahan.

Dalam kerangka politik hukum, para pembentuk undang-undang perlu menyusun hukum baru sebagaimana yang diharapkan (ius constituendum) meletakkan korupsi sebagai Crime Against Humanity,hingga menjadi hukum positif. Paradigma legalistik-positivistik yang telah mencetak komunitas hukum robotik dan para profesional juris yang lelah harus digeser, dengan membebaskan kembali pandangan hukum progresif.

Sentralitas utama pembahasan hukum haruslah manusia. Peraturan perundang-undangan nasional harus terbebas dari kungkungan positivisme hukum yang lebih banyak membentuk law justice sebagai legalitas formal bagi kekuasaan tanpa adanya keadilan sosial (social justice). Pada akhirnya dalam pelaksanaan hukum positif, jika prinsip kemanusiaan bersama dengan keadilan menjadi titik tolak pendekatan dan pembahasan, maka faktor etika dan moral yang ditabrak oleh praktek-praktek korupsi dapat terbawa masuk di dalamnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun