Korupsi telah meracuni sendi-sendi kehidupan, melanggar hak-hak dasar serta harkat dan martabat manusia dalam setiap cara dan kesempatan yang mungkin, hingga pantas disandingkan dengan terorisme dan pembunuhan. Maka perlu dihidupkan kembali pandangan hukum progresif di mana manusia menjadi pusat utama dari seluruh pembahasan hukum. Dengan cara pandang ini, melalui pendekatan HAM–melihat korupsi sebagai masalah yang sistemik dan masif–, menjadi cara yang efektif dalam memerangi korupsi.
Ironis, 68 tahun keberadaan Universal Declaration of Human Rights, dan telah diratifikasi oleh Indonesia, bahkan diadopsi oleh UUD 1945 serta dalam beberapa kali amandemennya, namun pelanggaran HAM masih terus terjadi. Tidak hanya terkait pelanggaran HAM berat, namun juga terus menerus terjadi di keseharian kita, yang acap kali diabaikan.
Masih banyak dijumpai kekerasan gender dan pelecehan seksual pada orang dewasa maupun anak, diskriminasi pada kelompok minoritas, human trafficking, hukum yang korup dan tumpul ke atas, kebebasan berekspresi yang mendorong kekerasan meluas (hate speech), dan lain-lain.
Sedangkan semua hak asasi manusia berkelindan dan saling mempengaruhi; baik itu hak-hak sipil dan politik, hak untuk hidup, persamaan di depan hukum, hingga kebebasan berekspresi. Semua terkait pada hak masyarakat negara dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya; yang jika salah satunya dilakukan perbaikan akan mempengaruhi kemajuan yang lain. Demikian sebaliknya, perampasan atas hak yang satu, berdampak kerugian pada yang lain.
Maka, penegakan HAM menjadi mutlak, tidak dapat dicabut keberadaannya. Dan prinsip universalitas yang disandang memberikan kewajiban pada Negara untuk terus mempromosikan dan melindungi HAM bagi seluruh warga negara–sebagai manusia, tanpa terkecuali.
Korupsi: Kejahatan Kemanusiaan
Pelanggaran HAM oleh para koruptor itu begitu nyata, dimana mereka telah mengabaikan hak masyarakat untuk hidup. Bagaimana dana yang telah ‘disikat’ sesungguhnya dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan, mengangkat rakyat dari kemiskinan, serta menjamin kesehatan dan pendidikan. Korupsi telah merampas hak-hak dasar sosial-ekonomi-budaya rakyat. Korupsi adalah penistaan terhadap hak asasi manusia.
Pelanggaran HAM determinan sebagai akibat dari pemerintahan yang korup. Â Manajemen sumber daya publik yang korup tiada lain menunjukkan ketidakmampuan pemerintah untuk memberikan pelayanan yang penting bagi hak-hak tersebut. Di sinilah terjadi kelalaian negara untuk dengan segala upaya mengambil langkah-langkah maksimal mencapai realisasi pemenuhan hak-hak warganya.
Secara politik dan ekonomi, sekelompok pihak yang memiliki kemampuan dapat mempengaruhi pihak berwenang untuk bertindak demi kepentingan pribadi dan kelompoknya. Prevalensi korupsi ini menciptakan diskriminasi dalam akses ke pelayanan publik. Sebagaimana kita mahfum, masyarakat menengah ke bawah adalah yang paling tergantung dan dipengaruhi oleh akses ini.
Akhirnya, korupsi dapat melemahkan institusi hukum dan demokrasi. Utamanya adalah, korupsi dalam sistem aturan hukum dapat melemahkan struktur akuntabilitas yang bertanggung jawab dalam perlindungan hak asasi, dengan memberikan kontribusi pada budaya impunitas; dan hukum tidak ditegakkan secara konsisten, dimana acap kali tindakan melanggar hukum terlewat dari hukuman.
Pandangan Hukum Progresif