Nama : A.RIVANDI
NPM : 203516516344
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Mata Kuliah : Propaganda dan Opini Publik (R06)
UNIVERSITAS NASIONAL
Kemunculan Intoleransi dan Radikalisme dalam Beragama
BAB I
PENDAHULUAN
A. Permasalahan
1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan potensi keanekaragaman yang besar.
Dengan keragaman bahasa, budaya, suku, kondisi alam dan agama.
Agama di Indonesia diakui dan dilindungi oleh pemerintah, antara lain:
Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu (Laode, 2014).
Islam adalah agama yang paling banyak dianut di Indonesia (Kansil, 2011).
Keanekaragaman budaya dapat memberikan akal sehat bagi kehidupan suatu bangsa, kebhinekaan adalah warisan nenek moyang kita yang diabadikan sampai sekarang yang harus dilestarikan dan diwariskan untuk generasi berikutnya.
Keberagaman bangsa Indonesia ini merupakan kunci bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Keberagaman yang ada di Negara Indonesia ini memiliki potensi besar atau potensi positif yang dapat dikembangkan.
Namun demikian juga dapat menjadi potensi yang merugikan.
Potensi yang menguntungkan bisa diraih apabila keberagaman dapat dikembangkan menjadi aset untuk kesejahtreraan masyarakat, karena kesadaran terhadap keragaman tersebut memungkinkan bangsa Indonesia dapat memenuhi kebutuhan, memperoleh ketahanan hidup dan merupakan modal besar untuk membawa bangsa ini dapat maju sejajar dengan Negaranegara besar lainnya. Keberagaman ini juga dapat menjadi sesuatu yang merugikan apabila kesadaran tentang konteks keberagaman tidak dikembangkan dengan baik.
Gesekan datang dari berbagai kelompok berdasarkan etnis, budaya dan agama, untuk masing-masing kelompok untuk dipertimbangkan bahwa dia adalah yang paling adil dan terkuat melawan kelompok lain Di era globalisasi sekarang ini, mengelola negara yang besar dan menjadi sekuat Indonesia jelas bukan sesuatu mudah.
Perkembangan teknologi informasi menjadi salah satu penyebabnya Perubahan tercepat terjadi di masyarakat. Teknologi Informasi semakin banyak tersedia bahkan seolah-olah sudah menjadi kebutuhan utama masyarakat saat ini, sehingga masyarakat tidak memiliki kapasitas teknologi informasi tidak dianggap mengikuti perkembangan globalisasi (Saiman, 2016).
Teknologi Informasi ini dapat membawa hal-hal positif, yaitu:
menggunakan media sebagai pengembangan budaya bangsa, karena Orang Indonesia memiliki kesempatan besar untuk mempublikasikan atau bahkan mempromosikan semua budaya nasional bangsa Indonesia untuk kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat.
Tidak hanya memberikan hal-hal positif, tetapi juga teknologi informasi dapat menimbulkan dampak negatif, yaitu menciptakan atau membagikan konten di media sosial yang berisi penipuan, hoax, dan Budaya membaca masyarakat memudar karena maraknya Media sosial membuat orang malas membaca buku.
Hanya sedikit orang yang belajar tentang agama melalui jejaring sosial Tanpa bimbingan seorang guru, kebenaran akan menang Pemahaman keagamaan tertentu tidak lagi dibatasi.
Di antara kelompok dengan orang lain berdebat dan menegaskan pemahaman agama grupnya sendiri adalah yang terbaik, jadi mari kita mulai munculnya radikalisasi agama yang meluas. media sosial menjadi wadah penyebaran ilmu agama tidak benar, menyebarkan ajaran ekstremisme dan terorisme (Muthohirin, 2015).
Media online dan media sosial online dapat membantu radikalisasi terjadi.
Kebanyakan kelompok teroris memfokuskan kegiatan mereka pada bidang kegiatan seperti:
periklanan, publisitas, rekrutmen, pengembangan jaringan dan mobilisasi (Qin, 2010), sehingga media Media sosial digunakan sebagai alat untuk meradikalisasi individu dan kelompok perubahan politik dan sosial (Thompson, 2011).
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anakanak dan masa kehidupan orang dewasa.
Remaja rentan terhadap radikalisme yang disebabkan oleh pengaruh doktrindoktrin yang bertentangan dengan nilainilai agama yang dipercayainya.
Radikalisme disebabkan oleh dua factor yaitu faktor internal dan factor eksternal. Factor internal yaitu Identitas diri, obedience, dan kecerdasan spiritual.
Sedangkan faktor eksternal yaitu kultur, media sosial, tingkat pendidikan, dan lingkungan yang mendukung terhadap penerapan syari`at Islam.
Diri adalah persepsi individu tentang menempatkan dan beri mereka makna yang sesuai dalam konteks kehidupan.
Diri juga sesuatu di dalam Diri individu mencakup harapan, sehingga individu dapat membentuk cita-cita untuk masa depan. Identitas diri menjadi sentral dalam konteks ini karena dari identitas inilah remaja dapat secara aktif mengelola dirinya sendiri.
Maka tidak mudah terpengaruh oleh doktrin radikal dan voluntarisme mengarah pada tindakan radikal. Dari penjelasan di atas, buatlah rumus soal “Ya” Apa hubungan antara identitas diri dengan radikalisme remaja?
B. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang signifikan pada jumlah Ada hubungan erat antara identitas diri dengan potensi radikalisme pada remaja.
Radikalisme adalah paham yang menginginkan perubahan atau pembaruan drastis.
Bahkan untuk Mencapainya dapat dilakukan dengan cara yang ekstrim.
PENGENAL adalah karakteristik unik dari setiap individu, sifatnya dinamis dan relatif stabil. dan memiliki peran penting dalam konteks kehidupan sosial.
Bentuk identifikasi dalam penelitian ini adalah pembentukan identitas diri pada masa remaja.
Pada tahap ini, remaja dihadapkan pada tugas utama mencari tahu identitas seseorang, secara umum yang memungkinkan remaja untuk menerima diri mereka sendiri sehingga mereka dapat beradaptasi dengan lingkungannya, memiliki arah dan tujuan orientasi hidup, serta keyakinannya dalam menimbang kepentingan, cita-cita dan harapan tentang masa depan pemuda itu.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan distribusi kuesioner dengan skala identitas diri dan skala radikalisme agama. Perbandingan mengatur diri sendiri menurut aspek Erickson sendiri (di Santrock, 2003), lalu turunkan beberapa statistik identitas diri, yaitu: a) hereditas, b) adaptif, c) struktur, d) dinamis, e) timbal balik, dan f) keadaan keberadaan.
Skala ekstremisme agama berdasarkan indeks Saraglou (2011) yaitu percaya, terhubung, berperilaku dan memiliki. Meyakini menunjukkan bahwa seseorang menganut keyakinan, keyakinan, standar dan simbol.
Keterikatan adalah kualitas emosional seseorang atau kelompok untuk merasakan hubungan dengan Yang Maha Kuasa (Tuhan). Membahas perilaku tentang individu atau kelompok yang berperilaku benar sesuai dengan penekanan atau preferensi yang ada dalam etika.
Sedangkan keanggotaannya berupa individu yang beragama tertentu 7 dengan komunitas yang melampaui batas-batas etnis, bahasa dan geografis.
2. Manfaat Penelitian
a) Manfaat Teoritik
Penelitian ini hendaknya menginformasikan dan mengembangkan ide-ide yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya psikologi sosial.
b) Manfaat Praktis
- Bagi Remaja
Penelitian ini hendaknya menginformasikan dan mengembangkan ide-ide yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya psikologi sosial.
- Bagi Orang Tua
Orang tua dapat memahami upaya yang dilakukan untuk mengembangkan anak-anaknya menjadi anak yang teridentifikasi dengan baik melalui citra diri yang positif yang menghindari pemahaman radikal.
- Bagi Guru
Guru atau sekolah dapat mengarahkan, mendidik dan membimbing anak didiknya dalam mencapai jati diri yang baik serta membekali mereka dengan pemahaman tentang pentingnya jati diri dalam potensi dasar remaja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI