Mohon tunggu...
Achmed Hibatillah
Achmed Hibatillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Brawijaya

Mahasiswa yang konsisten berjuang untuk transformasi sosial demi terciptanya masyarakat egaliter.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Melawan Feminisme Borjuis

7 Maret 2023   16:43 Diperbarui: 8 Maret 2023   09:19 1268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Perempuan Uni Soviet. Sumber: https://www.posterplakat.com/categories/women

Sejarah Singkat Gerakan Feminisme

Dalam sejarah, kaum komunis dan kelas pekerja memainkan peran penting dalam gerakan feminisme dengan membuka jalan bagi perjuangan kesetaraan gender, baik dalam lingkup nasional maupun internasional. 

Mereka mengakui pentingnya membebaskan perempuan dari sistem patriarki dan memperjuangkan hak-hak perempuan di tempat kerja dan masyarakat. Gerakan ini juga bertujuan untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi gender. 

Selain itu, kaum komunis dan kelas pekerja juga memperjuangkan pembebasan kelas secara keseluruhan dengan menentang eksploitasi dan penindasan yang dilakukan oleh kapitalis. Mereka berusaha memperjuangkan kesejahteraan sosial dan keadilan ekonomi bagi seluruh anggota masyarakat, termasuk perempuan.

Dalam perjuangan ini, kaum komunis dan kelas pekerja memainkan peran sebagai sekutu dan pendukung utama bagi gerakan feminisme. Mereka mengajarkan pentingnya kesetaraan gender dan memberikan dukungan pada perempuan dalam memperjuangkan hak-hak mereka. 

Dengan adanya dukungan ini, gerakan feminisme semakin kuat dan dapat mencapai tujuannya untuk mewujudkan kesetaraan gender dan pembebasan kelas dalam masyarakat modern.

Dalam lingkup nasional, gerakan perempuan di Indonesia selalu dipelopori oleh kelas pekerja dan rakyat kecil. Salah satu gerakan yang mempelopori pembebasan perempuan adalah Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), yang merupakan bagian dari Partai Komunis Indonesia. 

Gerwani adalah gerakan perempuan yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Mereka telah membuka jalan bagi gerakan perempuan selanjutnya untuk menuntut hak-hak perempuan yang setara dengan laki-laki di Indonesia. 

Gerwani selalu aktif dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, terutama hak-hak yang berkaitan dengan pendidikan dan kesehatan. Banyak perempuan pada masa itu yang tidak bisa membaca dan menulis, namun Gerwani membantu mereka untuk belajar. 

Selain itu, anggota Gerwani juga selalu aktif dalam perjuangan di dalam rumah tangga. Mereka memperjuangkan hak-hak perempuan di dalam keluarga dan mengajarkan pentingnya kesetaraan gender di dalam rumah tangga. 

Gerwani juga memperjuangkan hak perempuan untuk bekerja di luar rumah dan memiliki akses yang sama dengan laki-laki dalam mendapatkan pekerjaan yang layak.

Dalam lingkup internasional, Kongres Perempuan Internasional yang diadakan pada tahun 1915 di Swiss merupakan momen penting dalam sejarah pergerakan perempuan. 

Acara ini dihadiri oleh delegasi dari berbagai negara di seluruh dunia, termasuk beberapa yang terkait dengan gerakan komunis. Kongres ini diinisiasi oleh Clara Zetkin, seorang aktivis perempuan Jerman yang merupakan anggota Partai Sosial Demokrat yang merupakan embrio dari Partai Komunis Jerman. 

Tujuannya adalah untuk memperjuangkan hak-hak perempuan, termasuk hak untuk memilih dan dipilih, serta kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan. 

Kongres ini menetapkan tanggal 8 Maret sebagai Hari Perempuan Internasional, sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan terhadap perjuangan kaum perempuan di seluruh dunia. Hari ini diperingati hingga saat ini sebagai peringatan atas perjuangan perempuan dan kesetaraan gender.

Delegasi dari gerakan komunis memainkan peran penting dalam Kongres Perempuan Internasional tersebut. Mereka memperjuangkan hak-hak perempuan sebagai bagian dari perjuangan kelas dan melihat pentingnya kesetaraan gender dalam membangun masyarakat yang adil dan merata tanpa diskriminasi gender dan penindasan satu kelas atas kelas lainnya. 

Kongres Perempuan Internasional berhasil menjadi tonggak awal dalam memperjuangkan hak-hak perempuan di seluruh dunia. Ini menjadi momen penting dalam sejarah pergerakan perempuan dan memperkuat solidaritas antara perempuan-perempuan dari berbagai negara. 

Perjuangan kaum perempuan dalam Kongres Perempuan Internasional tidak hanya berdampak pada perjuangan perempuan, tetapi juga mempengaruhi perjuangan sosial dan politik lainnya di seluruh dunia. 

Kongres ini menjadi bukti bahwa perjuangan perempuan tidak terpisahkan dari perjuangan kelas dan bahwa kesetaraan gender harus menjadi prioritas bagi setiap gerakan sosial dan politik.

Feminisme Borjuis

Poster Perempuan Uni Soviet. Sumber: https://www.posterplakat.com/categories/women
Poster Perempuan Uni Soviet. Sumber: https://www.posterplakat.com/categories/women

Berbeda dengan kaum komunis dan kelas pekerja, kaum borjuis tidak pernah berperan besar dalam gerakan feminisme, bahkan mereka cenderung menentangnya. 

Mereka ragu-ragu dalam memperjuangkan kesetaraan gender karena sejarahnya yang telah memperoleh manfaat dari struktur patriarki. 

Kelas borjuis lebih memprioritaskan kepentingan ekonomi mereka dibanding isu keadilan sosial, termasuk feminisme. Kaum borjuis takut untuk memperjuangkan feminisme karena itu akan mengancam dominasi mereka.

Namun, kaum borjuis tidak bisa mempertahankan dominasi mereka tanpa mengintervensi gerakan rakyat. Usaha kaum borjuis untuk mempertahankan patriarki secara terang-terangan jelas akan mengancam dominasi mereka. 

Kaum perempuan pasti akan melawan kaum borjuis bila kaum borjuis tidak bisa meraih dukungan rakyat jika terus mempertahankan status quo, termasuk patriarki. 

Kaum borjuis berusaha untuk mencampuri gerakan rakyat, yakni membuat ilusi terhadap gerakan feminisme dengan menghilangkan esensi revolusionernya.

Gerakan feminisme borjuis cenderung mengabaikan faktor kelas dan kadang-kadang bahkan bersekutu dengan kekuatan reaksioner, sementara gerakan perempuan pekerja menyadari pentingnya faktor kelas dan memperjuangkan solidaritas antara kaum pekerja. 

Oleh karena itu, gerakan perempuan borjuis dan gerakan perempuan pekerja dapat dikatakan bersifat antagonis satu sama lain dan harus dipandang secara berbeda dalam konteks perjuangan kesetaraan gender. 

Seiring berjalannya waktu, gerakan feminisme borjuis telah mengambil alih arus utama feminisme dan banyak orang yang terlibat dalam perjuangan kesetaraan gender tergabung dalam gerakan ini. Mereka lebih mengedepankan cara-cara pragmatis untuk mencapai tujuan mereka, dengan mengabaikan perjuangan kelas yang seharusnya diperjuangkan bersama dengan gerakan feminisme. 

Hal ini menimbulkan masalah baru dalam upaya mencapai kesetaraan gender, karena ketidaksetaraan gender dan ketidaksetaraan kelas merupakan masalah yang saling terkait.

Misalnya dalam sejarah, Gerwani seringkali dianggap kontroversial oleh pemerintah Indonesia dan masyarakat umum. 

Mereka dituduh terlibat dalam upaya kudeta PKI pada tahun 1965 dan dianggap sebagai organisasi yang mengancam keamanan nasional. Hal ini menyebabkan banyak anggota Gerwani dipenjara atau diasingkan, dan gerakan perempuan di Indonesia terpaksa menanggung dampaknya.

Belakangan ini juga ada contohnya, dimana Hari Perempuan Internasional terkadang hanya menjadi pawai yang diikuti oleh banyak orang, tanpa ada tindakan konkrit untuk mendukung hak-hak perempuan. Hal ini membuat perayaan tersebut kehilangan makna pentingnya sebagai ajang untuk memperjuangkan kesetaraan gender. 

Terlebih lagi, tidak jarang terlihat elemen-elemen kelas penindas yang ikut serta dalam pawai-pawai tersebut, seakan-akan ingin merayakan kesetaraan gender sambil tetap mempertahankan posisi dominannya.

Salah satu ironi dalam perjuangan kesetaraan gender terlihat dari tindakan sejumlah perempuan di gedung DPR. Meskipun mereka sering berbicara tentang kesetaraan dan emansipasi perempuan serta pentingnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, namun pada kenyataannya mereka terlibat dalam melanggengkan penindasan terhadap kaum perempuan, terutama buruh perempuan. 

Hal ini terlihat dari upaya mereka dalam menghambat lolosnya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, yang sangat penting untuk melindungi hak-hak perempuan dari kekerasan. 

Selain itu, mereka juga turut serta dalam meloloskan KUHP terbaru yang banyak dikritik karena dianggap memberikan celah untuk kriminalisasi terhadap tindakan yang seharusnya dilindungi oleh undang-undang, seperti pengguguran kandungan yang dilakukan secara mandiri. 

Semua tindakan ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara retorika dan praktik dalam perjuangan kesetaraan gender, dan memperlihatkan pentingnya kritis dalam menghadapi narasi-narasi yang terkesan kosong dari pihak-pihak yang seharusnya menjadi sekutu perjuangan hak-hak perempuan.

Perjuangan Kelas dan Perjuangan Gender

Kita perlu menyadari bahwa perjuangan kelas berhubungan erat dengan perjuangan kesetaraan gender. Kita tidak dapat mencapai kesetaraan gender tanpa menyelesaikan ketidaksetaraan ekonomi dan sosial. 

Ada banyak perempuan dan laki-laki dari kalangan bawah yang terus mengalami ketidaksetaraan gender yang parah dan hal ini tidak akan berubah tanpa perjuangan kelas yang kuat.

Untuk mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, kita harus melakukan perubahan mendasar dalam sistem dan budaya yang telah mengakar dalam masyarakat. Kita harus menyadari bahwa diskriminasi terhadap perempuan tidak bisa diatasi hanya dengan memperjuangkan hak-hak perempuan secara terpisah dari perjuangan kelas yang lebih luas.

Kita pastinya tahu, di bawah sistem kapitalisme, hak-hak perempuan yang belum terpenuhi masih sangat banyak, terutama bagi perempuan yang berasal dari kelas pekerja. 

Salah satu hak yang belum terpenuhi adalah hak untuk cuti bagi buruh perempuan yang sedang mengalami masa haid atau hamil. Padahal, masa ini sangat penting bagi kesehatan perempuan dan janin yang dikandungnya. Oleh karena itu, dibutuhkan jaminan cuti yang cukup dan memadai bagi perempuan yang bekerja.

Selain itu, hak-hak bagi pekerja rumah tangga (PRT) juga masih minim. Banyak PRT yang tidak mendapat perlindungan hukum yang cukup dan diperlakukan secara tidak adil oleh majikan. 

Jaminan hak-hak seperti cuti, jam kerja yang wajar, upah yang layak, dan perlindungan dari diskriminasi, kekerasan, atau pelecehan seksual sangat penting bagi keberlangsungan kerja PRT.

Selain itu, perempuan yang bekerja di lingkup pabrik seringkali mengalami kekerasan seksual dan pelecehan. Hal ini terjadi karena adanya ketidakadilan gender dan kekuasaan yang ada di tempat kerja. Oleh karena itu, dibutuhkan perlindungan yang kuat bagi perempuan pekerja di lingkup pabrik, termasuk tindakan yang tegas terhadap pelaku kekerasan seksual dan pelecehan.

Selain itu, akses perempuan terhadap kesehatan reproduksi dan hak untuk memutuskan kehamilan juga masih terbatas. 

Beberapa negara bahkan melarang praktik aborsi, sehingga perempuan yang ingin mengakhiri kehamilan harus melakukan secara ilegal dan berisiko bagi kesehatan mereka. Selain itu, akses terhadap kontrasepsi dan pendidikan seksual juga masih terbatas.

Terakhir, hak-hak perempuan di bidang politik dan kepemimpinan masih sangat kurang dalam sistem kapitalisme. Perempuan seringkali diabaikan dalam proses pengambilan keputusan politik dan tidak dianggap sebagai pemimpin yang potensial. 

Padahal, partisipasi perempuan dalam politik dan kepemimpinan sangat penting dalam menciptakan tata kelola yang adil dan inklusif. Oleh karena itu, sangat wajar bila partisipasi perempuan dalam bidang politik dan kepemimpinan sangat kurang di bawah kapitalisme.

Oleh karena itu, jangan biarkan kaum muda perempuan dan laki-laki tersesat dalam feminisme borjuis. Kita perlu untuk memperluas wawasan dan perspektif mereka dalam perjuangan untuk kesetaraan gender berbasis sosialisme dan perjuangan kelas. 

Mari kita berjuang bersama-sama untuk menyelesaikan masalah ketidaksetaraan ekonomi dan sosial yang mengakibatkan ketidakadilan gender. Dengan begitu, kita dapat mencapai kesetaraan gender yang sejati dan adil, serta menjaga keberlangsungan kesetaraan gender yang berkelanjutan berdasarkan sosialisme.

Kaum buruh sedunia, bersatulah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun