Mohon tunggu...
Achmad Zulfikar
Achmad Zulfikar Mohon Tunggu... profesional -

Selalu ingin berbagi, walaupun juga masih terus belajar. Saat ini ia sedang menjalankan organisasi yang mengawal semangat berbagi pengetahuan dari berbagai penjuru dunia kepada masyarakat Indonesia melalui berbagai kegiatan menuju Indonesia Emas 2045 melalui Sawanua Foundation. Yayasan yang mulai diperkenalkan pada 28 Desember 2016. Ia senang menulis berbagai isu, utamanya berkaitan dengan bidang keahliannya seperti Hubungan Internasional, Politik Luar Negeri Indonesia, Ekonomi Politik bahkan Hukum Internasional. Ia sangat terbuka dengan kolaborasi dan dapat dihubungi melalui email apa@kabarfikar.com atau sawanuafoundation@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengurai Benang Kusut Kasus TKI di Luar Negeri #SaveSatinah #SaveTKI

25 Maret 2014   15:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:31 1363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13957300461155369473

Tidak berselang lama sebelumnya tepatnya pada 12 April 2012 telah disahkan sebuah Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Pekerja Migran oleh pemerintah Indonesia, setelah menundanya selama 8 tahun. Sebagaimana hasil riset saya dalam karya tulis ilmiah (skripsi) saya yang berjudul "Alasan Pemerintah Indonesia Meratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Hak Pekerja Migran Tahun 2012" menyimpulkan bahwa alasan pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi tersebut untuk mendapatkan keuntungan di aspek ekonomi maupun politik. [Selengkapnya baca skripsi saya di academia.edu]

Sehubungan dengan masa pemilihan umum legislatif (pileg) tahun 2014, maka segala aktivitas di kantor Dewan Perwakilan Rakyat RI telah dinyatakan 'bubar jalan' dan masing-masing aleg kembali menjadi caleg untuk mempertahankan 'tahtanya' di Senayan. Sehingga pembahasan revisi UU ini masuk ke dalam masa reses/tidak bersidang.

Penyiapan TKI/Pekerja Indonesia sebelum bekerja di luar negeri dari aspek etika dan hukum. Mungkin terdengar bahwa masukan ini normatif. Bahkan bagi yang sudah mengerti sistem tata kelola penyaluran TKI ke luar negeri di Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) maupun Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI). Institusi pemerintah yang diberikan mandat untuk mengurusi penyaluran TKI ini memang telah melakukan serangkaian upaya untuk mempersiapkan TKI untuk bekerja di luar negeri.

Namun pelatihan yang diberikan oleh BNP2TKI maupun BP3TKI sebelum pemberangkatan TKI yang dikenal dengan istilah Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) belum efektif dan sungguh-sungguh untuk mempersiapkan TKI dan cenderung menjadi formalitas belaka. Ditambah lagi dengan sedikitnya waktu yang diluangkan untuk memberikan pelatihan yang dianggap 'pamungkas' tersebut semakin menghilangkan esensi penyiapan bagi TKI sebelum diberangkatkan.

Saya juga pernah melakukan riset tentang "Penguatan Kapasitas Tenaga Kerja Internasional Indonesia dalam Aspek Etika dan Hukum di Kalangan Penyalur Jasa TKI di Yogyakarta" yang didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dalam skim Program Kreativitas Mahasiswa Tahun 2012 Didanai 2013.

Dalam penelitian tersebut kami menyimpulkan diperlukannya kegiatan sampingan di luar "PAP" yang diberikan kepada TKI yang resiko kerjanya tinggi dikarenakan profesi seperti penata laksana rumah tangga (PLRT), maupun negara tujuan yang rawan terjadinya permasalahan seperti Malaysia, Arab Saudi, Taiwan, maupun Hongkong. Luaran yang kami hasilkan salah satunya adalah modul penguatan kapasitas yang menjadi panduan bagi penyalur jasa TKI yang berisikan empat hal yang substansial antara lain: 1) persoalan umum TKI di luar negeri, 2) prosedur penempatan TKI, 3) kasus-kasus TKI di Yogyakarta, dan 4) upaya penguatan kapasitas.

Sehubungan dengan riset kami yang difokuskan di wilayah Yogyakarta, maka data yang kami olah berasal dari BP3TKI Yogyakarta kemudian dikolaborasikan dengan masukan-masukan dari narasumber ahli. Salah satunya Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat yang di kala itu kami hadirkan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk memberikan kami pemahaman tentang tata kelola penyaluran TKI yang tentunya merupakan kebijakan BNP2TKI secara institusional.

Meningkatkan Posisi Tawar Indonesia dengan Negara Tujuan Kerja melalui pembuatan kerangka kerjasama mengacu kepada standar Konvensi Internasional Perlindungan Hak Pekerja Migran yang telah diratifikasi Indonesia pada tahun 2012. Bagian yang terakhir ini merupakan kesimpulan dari skripsi saya terkait dengan keuntungan politik yang seharusnya dimanfaatkan oleh Indonesia. Pasca meratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Hak Pekerja Migran maka tentunya Indonesia harus mengambil manfaat sebanyak-banyaknya dari Konvensi ini baik ke dalam negeri, maupun ke luar negeri.

Menurut hasil wawancara saya saat melakukan pengumpulan data untuk skripsi dengan Anggota DPR RI Komisi IX Rieke Diah Pitaloka menyatakan bahwa ke dalam negeri Konvensi ini berfungsi sebagai landasan bagi revisi UU No. 39 Tahun 2004 tentang PPTKILN agar isinya sesuai dengan standar Hak Asasi Manusia Internasional. Hal ini didasarkan pada kapasitasnya sebagai anggota dewan.

Sedangkan dalam pandangan saya sebagai Alumni Hubungan Internasional UMY, seharusnya Konvensi ini dapat juga digunakan sebagai alat negosiasi Indonesia di dunia internasional sebagai posisi tawar (bargaining position). Di dalam salah satu bagian di akhir pembahasan Bab IV di skripsi, saya mencoba memberikan wawasan tentang perbandingan sikap negara lainnya merespon ratifikasi, salah satu contoh yang saya ambil adalah Meksiko. Negara ini merupakan ketua komite pembahasan Konvensi Internasional ini yang dimulai sejak 1990.

Dan saat ini Meksiko telah berhasil mengoptimalkan Konvensi tersebut sebagai landasan kerjasama dengan negara-negara di sekitarnya untuk mengatasi permasalahan pekerja migran dalam artian bahwa menjamin keamanan warga negara Meksiko yang menjadi pekerja migran di negara-negara sekitarnya seperti Amerika Serikat, Guatemala, dan Kanada dalam bentuk Memorandum of Understanding/Nota Kesepahaman. Manfaat yang diperoleh Meksiko saat ini adalaha terjaminnya hak-hak pekerjanya di negara tersebut mengacu pada standar internasional yang telah ditetapkan secara rinci dan sistematis di dalam Konvensi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun