Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Vertikultur Mendukung Pengurangan Limbah Domestik dan Ketahanan Pangan

4 Februari 2024   21:32 Diperbarui: 17 Februari 2024   07:20 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Praktek Vertikultur Sayur-sayuran di Kota Medan (Sumber Hartopo 2023)

Di sebuah komplek perumahan di Kota Medan, seorang ibu paruh baya menyiram sayur yang nongol dari tong cat bekas yang disusun secara vertikal. Di tengah tong cat bekas ada paralon dimana ibu ini memasukkan sampah dapur ke dalamnya. Setelah menyiram dia menggunting sayuran yang siap dipanen. Ada dua instalasi wadah tumbuh sayuran yang disusun vertikal yang berisi tiga jenis sayuran yaitu bayam merah, kangkung dan selada.

Tiap dua pekan sekali ibu itu memanen sayurannya yang ditanam dengan pola vertikal yang terkenal dengan istilah vertikultur atau pertanian vertikal. Setidaknya ibu ini bisa menikmati hasil panennya dari hasil budidaya dengan memanfaatkan barang bekas dan sampah dapur serta tidak menggunakan bahan kimia.

Permintaan akan pangan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Ketersediaan pangan dari lokasi dekat penduduk menghadapi tantangan masa kini, khususnya di perkotaan. Lahan untuk pertanian konvensional mulai berkurang dengan berkembangnya sebuah kota.

Menyusutnya luas lahan menyebabkan semangat bertani juga berkurang. Maka muncul inovasi pertanian perkotaan untuk menjawab permasalahan meningkatnya permintaan penduduk dan pangan di lahan yang makin sempit. Salah satu pola pertanian yang sesuai dengan kondisi lahan sempit, produktifitas yang lebih dan ramah lingkungan adalah pertanian vertikal atau vertikultur.

Logika vertikultur sederhana yaitu  menghasilkan lebih banyak pangan di lahan yang lebih sedikit. Alasan yang sama yang kita gunakan untuk membangun rumah dan kantor di lahan yang terbatas dan mahal.

Para penggiat vertikultur mengklaim bahwa hal ini akan menciptakan ekosistem yang kompak dan mandiri yang mencakup berbagai fungsi, mulai dari produksi pangan hingga pengelolaan limbah.

Vertikultur dapat memungkinkan produksi pangan secara efisien dan berkelanjutan, menghemat air dan energi, meningkatkan  perekonomian, mengurangi polusi, menyediakan lapangan kerja baru, memulihkan ekosistem, dan menyediakan akses terhadap pangan sehat. Dalam lingkungan yang terkendali, tanaman tidak akan terlalu terpengaruh oleh perubahan iklim, serangan hama, siklus nutrisi, rotasi tanaman, polusi limpasan air, pestisida, dan debu.

Selain itu, pertanian terkontrol memberikan sistem berdampak rendah yang secara signifikan dapat mengurangi biaya perjalanan, serta mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK), dengan mengurangi jarak perjalanan antara lokasi budidaya yang jauh dan pasar lokal.

Selain itu, vertikultur juga dapat menggerakkan perekonomian lokal dengan menyediakan pekerjaan "pekerja ramah lingkungan" yang sangat dibutuhkan di wilayah perkotaan (Selengkapnya bisa dibaca pada artikel Vertical farming increases lettuce yield per unit area compared to conventional horizontal hydroponics)

Contoh kasus adalah Kota Medan dengan lahan pertanian yang sempit. Medan mengalokasikan lahan 121 ha untuk pertanian tanaman pangan pada rencana tata ruangnya. Kota Medan masih memiliki areal potensial untuk pengembangan vertikultur yang tersebar di semua kecamatan.

Kawasan pemukiman adalah lokasi terluas dan paling memungkinkan untuk dikembangkan karena langsung berkaitan dengan konsumsi pangan keluarga. Kawasan potensial untuk dikembangkan vertikultur di kawasan pemukiman tersebar di 16 Kelurahan pada 9 Kecamatan seperti ditampilkan pada dengan luas sekitar 3.178 ha.

Secara ekonomi, vertikultur layak secara usaha tani sehingga berpotensi dapat menambah pendapatan keluarga. Vertikultur dapat menjadi solusi bagi pengelolaan sampah skala rumah tangga sehingga berkontribusi bagi pengurangan dampak lingkungan dari sampah. Selain itu vertikultur dapat mengurangi pengeluran rumah tangga untuk dari pembelian sayur-sayuran dan biaya transportasi belanja.

Budidaya vertikultur yang saat ini dipraktekkan masyarakat lebih pada pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Untuk kebutuhan komersial sebagai unit usaha belum berkembang. Sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga budidaya vertikultur bisa diandalkan.

Berdasarkan wawancara dengan pembudidaya dan pendamping vertikultur (Bapak Hartopo) selama ini vertikultur bukan hal yang baru dan telah dilakukan dengan berbagai metode. Namun metode-metode yang pernah ada, tidak berkelanjutan (sustainable) dan tidak ramah lingkungan.

Menurut Hartopo yang merintis pengembangan vertikultur berkelanjutan dan ramah lingkungan, vertikultur memiliki keuntungan diantaranya:

Pertama, Pemanfaatan barang bekas mendukung pengurangan limbah domestik, menekan biaya konstruksi, namun meningkatkan efisiensi ruangan tanpa mengurangi kuantitas hasil pertanian.

Kedua, Hampir semua bahan untuk budidaya vertikultur berasal dari bahan organik. Sampah organik rumah tangga, baglog jamur, arang katu dan sekam bakar adalah bagian penting dalam unsur produksi vertikultur.

Ketiga, Untuk satu perangkat vertikultur model tong cat, setidaknya hanya membutuhkan ruang 1x 1 m untuk dapat menanam sayur dengan 10 lubang tanam.

Total biaya yang diperlukan dalam sebanyak Rp. 150.000. Sebanyak Rp. 57.000 biaya tersebut berupa rangka bahan  yang bisa dipakai dalam jangan panjang bertahun-tahun karena bahannya dari plastik menjadi biaya tetap (fixed cost).

Adapun biaya yang ditambahkan pada masa tertentu berupa media tanam dan benih yang akan ditambah pada 6 masa panen (3 bulan) untuk komoditi sayur jangka pendek seperti kangkung dan bayam sekitar Rp 93.000.

Untuk sayur-sayuran yang memiliki harga tinggi seperti cabe, dimana harga cabe semakin tinggi, hasil dari vertikultur dari rumah tangga sangat membantu menekan pengeluraan dari kenaikan harga cabe. Untuk cabe, setiap orang rata-rata mengkonsumsi cabe sebanyak 2 kg/per tahun (Badan Ketahanan Pangan, 2021). Potensi kebutuhan cabe tiap keluarga dengan 2 anak bisa mencapai 8 kg/per tahun.

Hasil perhitungan kelayakan usahatani menjelaskan bahwa simulasi usahatani vertikultur dapat dikatakan layak dan menguntungkan untuk diterapkan. Nilai R/C rasio pada komoditas kangkung dan cabe masing-masing sebesar 1,61 dan 1.29 atau melebihi nilai 1. Teori kelayakan usahatani yang berkaitan dengan analisis R/C ratio adalah nilai R/C ratio > 1, dapat dikatakan bahwa usaha tersebut efisien dan menguntungkan.  Analisis kelayakan pada sistem vertikultur dapat dikatakan layak dan menguntungkan karena di pengaruhi beberapa faktor salah satunya hasil produksi yang tinggi, dengan penerapan sistem vertikultur di lahan yang minim dapat meningkatkan hasil produksi daripada yang tidak menerapkan sistem vertikultur.

Vertikultur vertikal tidak membutuhkan pupuk dan pestisida. Pupuk berasal dari sampah dapur (sampah organik) yang dimasukkan ke dalam pipa paralon yang melintasi media tanam.  Pipa-pipa tersebut menyalurkan hasil dekomposisi sampah sebagai pupuk organik melalui lubang-lubang kecil di sepanjang pipa. Hal ini akan menghemat biaya produksi dan meningkatkan nilai tambah budidaya sistem ini karena mampu mengurangi sampah rumah tangga. Sampah di lingkungan warga bisa diolah dan dimanfaatkan untuk mendukung vertikultur.

Hasil analisa produksi dan konsumsi pangan dari sayur-sayuran khususnya cabe merah pada kawasan pemukiman ditemukan bahwa pertanian vertikal berpotensi mampu menyediakan kekurangan kebutuhan konsumsi. Dengan terpenuhinya jumlah konsumsi di rumah tangga maka dapat menjaga harga pangan sehingga stabilitas harga terjaga.

Dengan adanya produksi pangan vertikultur di pemukiman yang tersebar di 16 Kelurahan dan 9 Kecamatan, maka akan bisa mengurangi pengeluaran rumah tangga untuk membeli bahan pangan dan biaya transportasi. Tantangan pengembangan vertikultur berhubungan dengan ketersediaan infrastuktur dan akses pasar, transfer teknologi dan pengetahuan serta kebijakan.

Stabilitas harga pangan terjadi bila jumlah konsumsi masyarakat diimbangi dengan jumlah produksi yang cukup. Pada vertikultur, konsumsi yang dihitung berasal dari konsumsi sayur-sayuran masyakat per kapita per tahun. Dari data BPS Kota Medan (2022) diperoleh data konsumsi sayur-sayuran masyarakat Kota Medan mencapai 124 Kg/kapita/tahun atau 0.124 ton/kapita/tahun. Total konsumsi buah-buahan masyarakat Kota Medan mencapai 309.319 ton/tahun. Dengan produksi sayur-sayuran  yang hanya mencapai 14.738 ton/tahun maka terjadi kekurangan sebanyak 294.581 ton untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Kota Medan.

Untuk komoditi khusus cabe merah, sebagai komoditi yang berpengaruh pada stabilitas harga karena fluktuasi harganya yang tinggi, konsumsinya mencapai 2.0 kg/kapita/tahun atau 0.002 ton/kapita per tahun. Dari data BPS Kota Medan diperoleh data konsumsi sayur-sayuran masyarakat Kota Medan mencapai 2 Kg/kapita/tahun atau  0.002 ton/kapita/tahun. Total konsumsi cabe merah masyarakat Kota Medan mencapai 4.989 ton/tahun. Dengan produksi cabe merah  yang hanya mencapai 12.3 ton/tahun maka terjadi kekurangan sebanyak 4.977 ton untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Kota Medan.

Adanya kekurangan kebutuhan konsumsi bahan pangan  sayur-sayuran khususnya cabe, maka bisa membuat harga tidak stabil. Untuk itu diperlukan upaya pemenuhan kekurangan kebutuhan tersebut dari vertikultur yang dengan lahan sempit mampu memproduksi bahan pangan khususnya untuk konsumsi rumah tangga.

Mengacu pada analisis sebaran dan luas lokasi prioritas pengembangan vertikultur diperoleh bahwa areal pemukiman diperkiran adalah seluas 50% dari kawasan Kelurahan yang berpotensi. Untuk itu terdapat seluas 3.178 Ha lahan yang berpotensi dikembangkan vertikultur yang di kawasan pemukiman di Kota Medan. Dengan asumsi luas lahan untuk budidaya sayur-sayuran dengan pola vertikultur adalah 6 M2 (untuk 3 perangkat), potensi produksi per rumah sebesar 120 kg/tahun. Sayur-sayuran yang bisa diproduksi seperti Kangkung, Bayam dan Selada dengan rata-rata produksi 30 kg/3 bulan untuk 3 perangkat vertikultur. Maka untuk mencukupi kekurangan kebutuhan sayur-sayuran diperlukan luas lahan 2.209 Ha. Dengan demikian maka dengan memaksimalkan potensi lahan sebesar 46% dari kawasan pemukiman di wilayah potensial maka kebutuhan sayur-sayuran bisa terpenuhi.

Proyeksi pemenuhan kebutuhan konsumsi cabe dengan asumsi luas lahan untuk budidaya cabe dengan pola vertikultur adalah 2 M2, potensi produksi per rumah sebesar 8 kg/tahun maka untuk mencukupi kekurangan kebutuhan cabe merah diperlukan luas lahan hanya 124 Ha. Dengan demikian maka dengan memaksimalkan potensi lahan sebesar 4% dari kawasan pemukiman di wilayah potensial maka kebutuhan cabe bisa terpenuhi dan ini berkontribusi menjaga harga cabe tetap stabil. Selain itu ketergantungan Kota Medan dalam memenuhi kebutuhan cabe merah dan sayur-sayuran lain semakin berkurang.

Hasil simulasi ini memperlihatkan dampak positif pada sisi pemenuhan kebutuhan konsumsi sayur-sayuran khususnya Cabe Merah. Cabe Merah yang dibudidayakan sendiri di pekarangan dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Konsumsi Cabe Merah per tahun rata-rata 2 kg/orang. Dari budidaya vertikultur dengan 1 perangkat bisa menghasilkan 8 kg/tahun Cabe Merah, sehingga mampu memenuhi konsumsi rumah tangga dengan jumlah 4 orang (ayah, ibu dan 2 anak).

Dengan vertikultur kita bisa bersama mengatasi kekurangan persediaan pangan kota, menstabilkan harga, meningkatkan produktifitas lahan yang sempit, mengolah sampah menjadi menghasilkan dan mengurangi krisis lingkungan.

Salam lestari!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun