Prof Herry dalam rilis penelitiannya ke awak media melanjutkan bahwa Pemerintah daerah (Pemda) yang sedang berkuasa enggan menindak pelaku dan mencegah kebakaran hutan. Alasannya, sang pelaku adalah rekanan mereka sendiri.Â
Akhirnya, daerah hanya melakukan tindakan kuratif setelah kebakaran terjadi, yaitu hujan buatan dan sekat kanal.
Penegakan Hukum Mendesak dituntaskan
Menurut pendapat penulis, karhutla tahun ini dan tahun ke depan bisa cepat diselesaikan dengan penegakan hukum yang konsisten dan adil. Kondisi kekeringan tidak bisa disalahkan. Kejadian buruk dampak kabut asap yang bersifat bencana sudah pernah terjadi pada 2015.Â
Perangkat peran masyarakat, penguasaan teknologi, banyaknya riset serta penguatan instrumen aturan dan kelembagaan sudah dilakukan.
Kondisi kekeringan tidak akan digunakan sebagai kesempatan bagi pencari rente lahan dengan cara membakar bila ada penegakan hukum yang konsisten, adil dan tuntas.Â
Penegakan hukum adalah sisi lemah yang dirasakan oleh banyak pihak terhadap kasus karhutla baik itu terhadap perorangan, kalangan elit maupun korporasi, termasuk penindakan tegas kasus korupsi dalam pembangunan sarana pencegahan kebakaran lahan gambut.Â
Bila penegakan hukum ini masih lemah, maka tiap terjadi kabut asap kita hanya bisa meminta kemurahan Tuhan untuk menurunkan hujan dan tidak ada jaminan tahun depan kabut asap tidak terjadi lagi.
Semoga penegakan hukum yang ditunggu banyak pihak menemukan momennya tahun ini agar tidak lagi terulang kabut asap yang mencoreng citra negara dan bangsa.
Salam lestari!
Achmad Siddik Thoha
Divisi Mitigas Konflik dan Bencana
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H