Sebagian besar perusahaan dan masyarakat menanam pohon untuk dimanfaatkan kayunya. Nilai ekonomis kayu dari pemanenan pohon telah banyak diketahui oleh semua kalangan, namun nilai ekonomi kayu untuk bahan bakar misalnya pellet kayu (wood pellet) belum diketahui. Berikut perbandingan antara nilai ekonomi kayu dan pellet kayu (kayu untuk energi).
Kegiatan penebangan pada hutan yang akan dipanen untuk kayu pertukangan sebagian besar dilakukan dengan sistem tebang pilih atau tebang habis. Misalnya pada lahan yang ditanami Acacia mangium (Akasia), dengan jarak tanam 3 x 3 meter, dalam satu hektar lahan bisa ditanami sekitar 1100 pohon akasia. Dengan asumsi satu pohon Akasia menghasilkan 1 m3 kayu dengan nilai jual 1 m3 akasia = Rp. 800.000,- / m3, maka, nilai ekonomi dari kayu pertukangan untuk 1 ha adalah Rp. 880.000.000,-(dalam 10-12 thn)
Bagaimana dengan nilai ekonomi pelet kayu? Asumsinya bila 1 pohon akasia menghasilkan 1 m3 kayu tebangan dimana berasal dari 75% dari keseluruhan pohon akasia, maka 25% atau sebesar 0,33 m3 merupakan hasil sampingan dari tebangan pohon tersebut. Apabila dalam 8 tahun pohon akasia yang di tebang adalah 20% dari keseluruhan batang pohon akasia per ha sama dengan 220 pohon akasia maka hasil sampingannya adalah 72,6 m3. Jika berat jenis akasia adalah 450 kg / m3 maka dalam satu periode penebangan akasia produk hasil sampingnya sebesar 32,67 ton. Misalnya harga pasar 1 ton pellet kayu di pasar AS berkisar antara US$ 200 – 250 / ton maka dengan asumsi nilai tukar rupiah sebesar Rp. 12.000,- nilai ekonomi yang diketahui adalah sekitar Rp. 78.408.000,-.
Untuk memudahkan penggunaan pelet kayu di masyarakat, ada teknologi kompor biomassa. Kompor biomassa yang salah satunya dibuat oleh Universitas Brawijaya ini sangat irit bahan bakar. Untuk kebutuhan masak sehari-hari hanya membutuhkan potongan kayu kering sebanyak 700 gram, sehingga mampu mensubstitusi penggunaan LPG atau minyak tanah. (Sumber : “Pengelolaan Hutan Berbasis Rakyat Lestari Dalam Rangka Penguatan Ekonomi Rakyat” oleh Ir. Arifin Lambaga, MSE, PT. Mutuagung Lestari)
Mengingat data dan fakta yang menyatakan bahwa pellet kayu sudah dijadikan sebagai bahan bakar yang dikonsumsi luas dalam skala global, maka prospeknya tentu akan semakin meningkat. Uni Eropa, sebagai pengguna terbesar pellet kayu, akan mensyaratkan Negara-negara anggotanya untuk menggerakkan 20% listrik dari energi terbarukan pada tahun 2020. Berdasarkan data dari AEBIOM and Member State sector organisations dalam situs ihb.de, kebutuhan pellet kayu Uni Eropa dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2013, total kebutuhan pellet kayu Negara-negara Eropa mencapai 16 juta ton (sumber disini) . Harga pellet kayu berkisar USD 120 per metric ton di Pasar Eropa. Adapun penyedia terbesar pelet kayu saat ini adalah Siberia/Rusia. Indonesia bisa menjadi penyedia potensial berikutnya dengan dukungan dari pemerintah.
[caption caption="Tungku api dari bahan bakar kayu/olahan kayu (Sumber : Bahan Presentasi Worshop PHBML Bangkalan 2011) Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/achmadsiddikthoha/menatap-masa-depan-kayu-energi-di-indonesia_552a2a11f17e610c66d623aa"]
Energi biogas adalah energi yang dihasilkan dengan memproses limbah biomassa di dalam alat kedap udara yang disebut digester. Biomassa berupa limbah dapat berupa kotoran ternak bahkan tinja manusia, sisa-sisa panenan seperti jerami, sekam dan daun-daunan sortiran sayur dan sebagainya. Namun, sebagian besar terdiri atas kotoran ternak. (Sumber disini)
Biogas memiliki kelebihan dalam aspek pemberdayaan masyarakat, ekonomi dan lingkungan hidup. Melalui biogas masyarakat bisa mandiri dan berwawasan masa depan untuk menunjang pembangunan ketahanan energi daerah. Pola pembuatan Biogas yang sederhana, cocok dikembangkan di daerah pedesaan atau pulau terpencil minimal untuk keperluan rumah tangga.
Sumber biogas dapat diperoleh dari limbah perkebunan, limbah peternakan, limbah pertanian, limbah perairan, limbah industri, limbah sampah organik, dan limbah manusia. Bahan baku tersebut merupakan salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui dan sekaligus menyediakan kebutuhan hara tanah dari pupuk cair dan padat yang merupakan hasil sampingannya sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Pemerintah memerikan dukungan dalam pengembangan biogas melalui dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Biomasa dan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas.