Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menelusuri Kabut Asap di Indonesia

1 September 2015   11:09 Diperbarui: 1 September 2015   11:09 19030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambar. Grafik Jumlah Titik Panas bulanan tahun 2014 (hasil pengolahan data dari satelit Terra dan Aqua sumber http://sipongi.menlhk.go.id/home/karhutla_monitoring_system)

Apa yang Perlu Dilakukan

Kemudahan berbagai pihak mengakses kebakaran hutan dan lahan seharusnya menjadikan program pengendalian kebakaran hutan dan lahan semakin efektif dan efisisien. Data-data yang tersaji tersebut seharusnya bisa dijadikan input penting untuk antisipasi kebakaran hutan dan lahan pada waktu mendatang. Informasi pendukung seperti penggunaaan lahan, batas perusahaan pemegang izin pengelolaan lahan (HTI, HPH, Perkebunan, Pertambangan) maupun kawasan hutan negara, menjadikan informasi titik panas semakin useful dan powerful. Dengan data open access ini, semua pihak bisa saling mengawasi kegiatan pengelolaan lahan dan membuat aksi antisipasi datangnya musim kebakaran di daerahnya masing-masing. Pertanyaannya, apakah kita mau mengoptimalkan fasilitas, data, informasi dan teknologi yang sudah ada? Lalu setelah perangkat pemantauan titik panas itu dilihat, maukah pengambil keputusan berbuat obyektif dalam rangka meminimalkan kebakaran hutan dan lahan? Pertanyaan-pertanyaan yang lebih membutuhkan langkah konkret daripada jawaban retorik.

Penyebab kebakaran di Indonsesia sudah banyak dikaji oleh para peneliti berbagai belahan dunia. Semua berkesimpulan bahwa aktivitas manusialah sebagai penyebab utama kebakaran hutan dan lahan. Aktivitas manusia yang berkaitan dengan pengelolaan lahan masih menjadikan api sebagai alat yang murah, mudah dan cepat menjadi inti dari penyebab kebakaran. Adapun motif-motif pembakaran sangat beragam dan berbeda antar wilayah. Ada yang terkait dengan penguasaan lahan pada lahan yang tidak terkelola, konversi lahan ke perkebunan, konflik lahan masyarakat dan perusahaan, pembersihan lahan untuk jual beli lahan, kelalaian (merokok, memancing, bekerja dalam hutan), dll.  Tak kalah berkontribusi besar dalam kebakaran adalah kebijakan dan aturan yang masih tidak konsisten dijalankan bahkan ada aturan yang bisa mendorong aktivitas pembakaran lahan semakin mendapat angin segar. Adapun El Nino adalah fakktor pendorong yang mengakibatkan kebakaran menjadi sulit dikendalikan, risiko yang semakin tinggi, bencana kabut asap yang semakin meluas serta kerugian yang makin besar.

Indonesia sudah berkomitmen pada dunia Internasional untuk menurunkan emisi gas rumah kaca 26% dengan usaha sendiri dan 41% dengan bantuan Internasional sampai tahun 2020. Dengan kondisi kebakaran hutan dan lahan dari tahun ke tahun tidak banyak perubahan, bahkan bertambah parah, maka target yang dicanangkan pemerintah rasanya jauh dari harapan. Perlu diketahui bahwa pencegahan kebakaran hutan dan lahan merupakan bentuk intervensi yang akan ditempuh untuk mengurangi emisi khususnya yang berasal dari sector kehutanan dan lahan gambut, (Baca selengkapnya di Perpres No. 6 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca). Rencana aksi ini tidak menemukan kewibawaannya setelah kabut asap kembali menyelimuti dan membekap ribuan warga di berbagai tempat di Indonesia.

Jadi, apa yang perlu dilakukan? Segera jalankan program dan rencana aksi yang dicanangkan dengan penuh amanah. Pengetahuan dan teknologi pengendalian kebakaran hutan dan lahan serta anstisipasi kabut asap sudah sangat banyak dan lengkap. Tinggal bagaimana “mengendalikan perilaku manusia” sebagai sumber penyebab kebakaran hutan dan lahan yang berdampak pada kabut asap. Ini tidak mudah tapi bisa. Kalau kita biarkan kabut asap tetap muncul di wilayah Indonesia, bangsa dan negara kita bisa dicap dunia Internasional hanya bisa beretorika indah dengan banyak komitmen tapi tidak peduli realisasinya.

Semoga kabut asap tahun 2015 ini adalah tahun peringatan keras terakhir bagi kita tentang potret pengelolaan lingkungan yang buruk. Semoga tahun berikutnya kita tersadar dan melakukan perbaikan-perbaikan yang progresif untuk melindungi warga dari ancaman bencana, kematian dan masa depan yang suram akibat makin rusaknya lingkungan.

Asap punya caranya sendiri memberi peringatan pada manusia tentang tradisi sudah abai dengan kearifan lokal.

Asap telah menampar para pejabat yang pernah bersesumbar bisa mengendalikan kebakaran di daerahnya.

Asap juga menorehkan warna hitam di muka para pengambil kebijakan tentang buruknya implementasi aturan yang mereka buat.

Asap juga membuat sesak dada masyarakat yang mulai tak saling peduli dengan aktifitas sesama mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun