Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Para Pengais Rezeki di Waktu Sahur

27 Juni 2015   13:18 Diperbarui: 27 Juni 2015   13:18 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

10 Ramadhan, 00.30

Mata saya tak bisa terpejam lagi. Waktu imsak sahur masih 4 jam lagi di Ciampea Kabaupaten Bogor. Hari sudah memasuki 10 Ramadhan 1436 H. Ada agenda spesial yang sudah saya tunggu di pagi hari yang masih dingin ini. Saya akan menyapa tukang samapah dan pemulung di Kota Bogor bersama kawan-kawan komunitas dalam program Sebar Sahur Ramadhan (SABAR), program berbagi makanan sahur untuk tukang sapu dan tukang sampah.

01.30

Saya menembus dinginnya malam dengan motor Honda Karisma tua untuk sampai ke Air Mancur, kawasan nongkrong terkenal di Kota Bogor. Disana sudah menunggu kawan-kawan yang sudah siap menebar makanan sahur ke berbagai penjuru kota. Satu persatu teman-teman yang berasal dari Relawan Indonesia (Relindo) Kota Bogor berdatangan dan berkumpul di depan Masjid Al Hijri dekat kawasan Air Mancur. Saya agak terkejut ketika seorang relawan SABAR datang berdua dengan istrinya untuk ikut menyebar makanan sahur.

“Anak-anak saya tinggal dulu sebentar.”

Demikian jawab Pak Daryana, relawan yang mengendarai motor besar berdua sama istrinya tadi.

02.30

Logistik berupa nasi kotak sebanyak 100 box dan spanduk sudah siap. Pak Rudi, perwakilan dari Lembaga Amil Zakat Al Hakim Sucofindo dan Pak Iwan Suryawan dari Yayasan Senyum juga sudah ditempat. Kedua lembaga ini menjadi penyokong kegiatan SABAR selama Bulan Ramadhan 1436 H.

Setelah berbagi jalur untuk sebar makanan sahur, kami mulai, sebanyak 12 orang mulai bergerak. Kami mulai menyapa dan membagikan makanan sahur mulai dari pemulung dan tukang sampah yang ada di sekitar Air Mancur,. Pak Sanim, 55 tahun, tukang becak yang mangkal di kawasan Air Mancur sangat senang mendapat nasi kotak dari kami. Kemudian kami berjumpa dengan Pak Danum, 75 tahun, yang sudah 30 tahun menjalankan profesinya sebagai pemulung, untuk ikut bersalaman dan membagi makanan. Senangnya mereka menerima nasi box yang kami sodorkan.

02.45

Saya dan Tyo, salah satu relawan Relindo Kota Bogor, menyusuri jalaur yang disepakati. Dari Air Mancur kami menyisir Jalan Sudirman, jalan terlebar, terluas dan termulus di Kota Bogor sampai Jalan Juanda. Beberapa pemulung menjadi “klien” kami.

“Pak Sudah Sahur?”

“Belum, Pak.”

“Ini Pak, dari Relawan Indonesia, ada makan sahur buat Bapak.”

“Alhamdulillah. Terima kasih”

Demikian dialog singkat kami dengan beberapa pemulung yang kami datangi untuk dibagikan makanan sahur. Wajah mereka cerah. Mereka sangat bersemangat mengais sampah yang masih bisa mereka ambil. Gerakan mereka cepat penuh semangat. Mereka seolah mengejar waktu agar sampah-sampah ini tidak diambil pihak lain.

02.55.

Saya menghentikan motor saya tepat di Balai Kota. Sungguh pilu hati saya melihat dua orang pemulung tertidur tanpa alas tidur dan selimut di samping gerobak yang diparkir tepat di depan Kantor Balai Kota Bogor. Saya minta Tyo untuk menaruh saja makanannya di samping mereka tanpa membangunkan. Kasihan kalau harus mengganggu tidur mereka.

Saya menghentikan kembali motor saya tepat di depan Bank BNI Jalan Juanda. Disana ada seorang pemulung dengan meringkuk dipinggir jalan sementara di sampingnya tergeletak karung besar. Saya meminta Tyo memberikan nasi box pada mereka.

“Terima kasih ya Pak.”

Saya kaget dengan melihat kantong plastik besar yanga da disamping Bapak Pemulung yang diketahui bernama Adi berumur 36 tahun, itu bergerak-gerak. Di balik Kantong plastik besar ternyata berisi seseorang yang sedang tidur, dimana menjadikan kantong plastik sebagai selimut.

“Dia lagi sakit Pak.” Kata Pak Adi

Tentu saja dengan cepat Tyo menaruh satu box nasi untuk diberikan kepada Bapak yang berselimut kantong plastik, yang diketahui bernama Ramon berusia 50 tahun. Saya

Hati saya terasa pilu melihat fenomena ini. Duh, tidak tega melihat kondisi para pemulung ini. Di Jalanan utama dan di dekat Istana Bogor dan Balai Kota, ternyata dujumpai dengan mudah para pemulung yang tidur dalam kondisi apa adanya.

03.15

Setelah berfoto dengan tim relawan dan sponsor kegiatan bersama para pemulung kami membuabarkan diri, kembali ke rumah masing-masing. Sebanyak 100 box ludes dibagi-bagi hanya dalam waktu setengah jam. Meski sempat diselimuti hati yang pilu, saya mendapatkan energi ruhiyah baru usai melakukan kegaiatan SABAR ini. Banyak saudara-saudara kita yang hidup penuh semangat, bekerja saat orang masih lelap tidur, untuk mengais rezeki dari jalan yang halal. Mereka bertahan hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Namun mereka tetap bersemangat dan memberikan penghargaan yang tinggi pada kita yang mau mengulurkan tangan.

Ramadhan penuh berkah, izinkan aku masih bersamamu sampai tuntas untuk mereguk inspirasi dan kekuatan ruhiyah tanpa batas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun