Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyelaraskan Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja di Bidang Pertanian

25 Maret 2013   12:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:15 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_244051" align="aligncenter" width="619" caption="Perkebunan Kopi, salah satu potensi besar bidang pertania (dok. Kompas.com)"][/caption]

Banyaknya pengangguran tidak bisa dilepaskan dari kurangnya daya serap dunia kerja dan rendahnya kompetensi calon tenaga kerja. Dunia kerja yang pertumbuhannya tidak secepat jumlah calon tenaga kerja memunculkan gap yang makin hari makin lebar. Demikian juga rendahnya kompetensi calon tenaga kerja membuat banyak lulusan dari lembaga pendidikan tidak mampu terserap dan memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan dunia usaha dan dunia kerja.

Adanya kesenjangan dunia pendidikan dan dunia kerja menjadi penyebab utama munculnya pengangguran yang disebabkan minimnya calon tenaga kerja yang mampu terserap oleh dunia usaha. Demikian pula munculnya dunia usaha baru ternyata tidak mampu menyerap sebanyak mungkin calon tenaga kerja yang sudah lulus dari pendidikan di lembaga pendidikan baik umum, kejuruan maupun lembaga kursus.

Berbagai masalah kemudian muncul dari ketidakselarasan dunia pendidikan dan dunia kerja. Dunia pendidikan khususnya kejuruan yang menyiapkan lulusannya menjadi tenaga siap pakai ternyata tumbuh dalam sebaran kebutuhan kompetensi baik segi kuantitas, kualitas, tempat dan waktu yang tidak berimbang dengan potensi dunia kerja. Sementara dunia usaha dan dunia industri (DUDI) yang potensial dan memiliki sumberdaya yang besar, justru tidak berkembang karena kurangnya kuantitas dan kompetensi tenaga kerja yang tersedia.

Berdasarkan hasil penelitian, jumlah lulusan SMK sebagai pasokan tenaga kerja cukup memenuhi kebutuhan di DUDI, bahkan cenderung berlebih pada bidang-bidang tertentu. Bidang keahlian yang paling jenuh dalam pasokan adalah pada kelompok jasa, khususnya pada bidang Teknik Mekanik Otomotif 15 SMK, Teknik Komputer dan Jaringan 11 SMK, dan Administrasi Perkantoran 10 SMK. Bidang keahlian yang masih sangat kurang dalam pasokan adalah kelompok Agribisnis, khususnya pertanian dan peternakan dan bidang jasa kesehatan. Penelitian ini akhirnya mendapati kesimpulan, agar pasokan kerja SMK relevan dengan keterserapan pada DUDI, maka perlu dilakukan pemerataan kompetensi dan pemetaan lulusannya. (baca “SMK dan DUDI Butuh Sinkronisasi” )

[caption id="attachment_244053" align="aligncenter" width="393" caption="Salah satu kegiatan lapang di SMK Pertanian Agri Insani Kabupaten Bogor (sumber : agriinsani.com)"]

13641878831639949550
13641878831639949550
[/caption]

Hasil penelitian diatas memberikan rekomendasi bawa relevan untuk dilakukan penambahan kompetensi keahlian di bidang agriculture (pertanian) yang modern sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi, perkembangan kompetensi di bidang peternakan berbagai jenis hewan produktif dan bidang keahilian pertanian. Hal ini dibutuhkan untuk mengantisipasi kejenuhan di bidang kompetensi perkantoran, teknik komputer dan jaringan. Selain itu kompetensi ini dibutuhkan untuk menyiapkan tenaga kerja yang mampu membuka usaha sebagai peternak dan petani moderen.

Dunia Pertanian dan Lembaga Pendidikan Pertanian

Indonesia dengan potensi sumberdaya alam dan iklim yang mendukung membutuhkan sumbedaya manusia yang unggul untuk menjadikan dunia pertanian menjadi andalan utama pembangunan bangsa. Keunggulan yang dikaruniakan Tuhan ini merupakan daya saing tersendiri sebagai negara yang berpotensi menjadi berkembang dan menjelma menjadi negara maju. Ditambah lagi potensi lainnya seperti jumlah tenaga kerja yang melimpah, lahan yang masih sangat luas dan tradisi pertanian yang sudah lama berkembang di masyarakat, menjadikan dunia kerja dan dunia usaha bidang pertanian seharusnya bisa tumbuh pesat.

Bidang pertanian yang notabene menjadi bidang yang menangani kebutuhan pokok manusia seharusnya justru bisa dikelola dengan baik dan menyediakan sangat banyak tenaga kerja. Beberapa lembaga penelitian dan perguruan tinggi unggul sudah lama berdiri dan berkiprah sejak sebelum Indonesia merdeka. Sistem pengelolaan dan lahan penelitian bidang pertanian terpadu juga sudah banyak diwariskan oleh pemerintah Kolonial Belanda. Kita bisa melihat sistem pengelolaan lahan perkebunan yang dikenal dengan model PTPN (PT Perkebunan Nusantara). Ada juga model pengelolaan hutan tanaman Jati dan Pinus yang kini dikelola oleh Perum Perhutani. Juga beberapa Kebun Raya yang tersebar di beberapa tempat telah cukup membantu mengangkat posisi bidang pertanian yang sudah lama dikembangkan juga oleh bangsa lain di dunia. Bidang pertanian menyediakan sangat banuyak potensi yang masih dibiarkan tertidur oleh bangsa ini.

Fakta di bidang pendidikan, menurut ASKKKI (Asosiasi Sekolah Kepetanian, Kehutanan dan Kelautan ) saat ini, terjadi gap yang lebar antara dunia pendidikan pertanian dan DUDI bidang pertanian. Meski beberapa lembaga pendidikan kejuruan berbasis pertanian mulai tumbuh di berbagai daerah, jumlahnya tidak memadai dengan kebutuhan yang ada. Akbatnya banyak lulusan pendidikan di SMK kepetanian, kehutanan, dan kelautan yang tidak terjun sesuai kompetensinya di bidang kepetanian, kehutanan, dan kelautan yang sebenarnya merupakan potensi ekonomi dan pembangunan di negeri ini. (Baca : SMK Kehutanan Minim Peminat)

Menurut Jemuri , Sekretaris ASKKKI, sebenarnya pasar kerja di bidang kepetanian, kelautan, dan kehutanan berkembang dan terbuka luas. Namun, pemenuhan kebutuhan tenaga kerja menghadapi kendala karena kurangnya peminat dan kompetensi yang belum sesuai akibat sekolah masih banyak mengejar teori. Di SMK pengajaran terori justru bisa sampai 70% porsinya, yang seharusnya justru banyak praktek.

Lain halnya dengan yang dinyataka oleh ASKKKI menurut, Menteri Kehutanan (Menhut) , Zulkifli Hasan, lulusan SMK Kehutanan justru laris manis di DUDI. Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan Kehutanan "laris manis" karena diserap sejumlah perusahaan dan BUMN kehutanan. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan SMKK baru meluluskan satu angkatan sebanyak 158 siswa yang siap diperkerjakan beberapa perusahaan swasta dan BUMN kehutanan.

"Sekarang ini sektor kehutanan dapat perhatian dunia sehingga tenaga kerja siap pakai sangat dibutuhkan baik oleh perusahaan maupun pemerintah," demikian pernyataan menhut. (Baca :  Lulusan SMK Kehutanan Laris Manis Diserap Dunia Usaha)

Saat ini hanya terdapat 5 SMKK yang tersebar di Indonesia yaitu SMKK Kadipaten, Jawa Tengah, SMKK Makasar, Sulawesi Selatan, dan SMKK Manokwari, Papua, SMKK Samarinda, Kalimantan Timur dan SMKK Pekanbaru Riau. Lulusan SM Kehutanan laris diserap Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), BUMN dan bahkan perusahaan di sektor pertambangan. Selain menjadi pegawai perusahaan besar, para lulusan SMKK ini juga berpeluang menjadi wirausaha di bidang kehutanan. Menurut Menhut bahkan prospek di sector swasta bagi lulusan SMK ini sangat bagus dibandingkan menjadi pegawai negeri.

Bagaimana menyelaraskan Dunia Pendidikan Pertanian dan DUDI

Melihat beberapa fakta dan kondisi pendidikan bidang pertanian dan prospek di DUDI, maka beberapa langkah yang perlu dilakukan berbagai pihak untuk menyelaraskan dunia pendidikan dan dunia kerja antara lain :

1. Menerapkan secara utuh Kurikulum Berbasis Kompetensi khususnya penyelarasan kompetensi dengan kebutuhan DUDI. Seperti yang dikatakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang terkait dengan penerapan Kurikulum 2013 dimana Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia seutuhnya (Baca : Kurikulum 2013)

2. Memperluas jumlah dan kualitas lembaga pendidikan bidang Pertanian. Saat ini jumlah SMK bidang pertanian sangat sedikt. Jurusan bidang pertanian di Perguruan Tinggi juga relative tidak menjadi favorit. SMK bidang pertanian baru ada di 26 Kota di seluruh Indonesia. Beberapa Perguruan tinggi bidang kehutanan di Kalimantan justru menurun peminatnya. Tugas berbagai pihak untuk ikut bertanggung jawab meningkatkan jumlah dan kualitas lembaga pendidikan rumpun bidang pertanian.

3. Menjalin kerja sama yang menguntungkan antara lembaga pendidikan dengan user (pengguna) lulusan yaitu Lembaga Pemerintah, Perusahaan BUMN, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perusahaan Swasta dan lembaga kewirausahaan. Kerja sama yang erat isa berupa program magang, kunjungan studi, stadium general atau karya ilmiah.

4. Lembaga pendidikan perlu melakukan studi penelusuran (tracer study) terhadap lulusannya. Hal ini akan memudahkan lembaga pendidikan mendeteksi keterpakaian lulusannya. Usaha melacak lulusan sekolah bisa melalui kerja sama dengan himpunan alumni melalui program reuni dan pembuatan wadah informasi dan komunikasi alumni.

5. Penggunaan sosial media untuk memperlancar arus informasi antara alumni dan pihak sekolah. Sosial media ini bila perlu dikelola oleh pihak sekolah yang memiliki peran humas (Hubungan Masyarakat). Bentuk penggunaan media misalnya membuat grup Facebook yang memberi kesempatan berbagai alumi dan siswa berintekasi dan meng-update info lowongan kerja dan tip-tip sukses di dunia kerja.

6. Menumbuhkan program kewirausahaan bagi siswa. Banyak kisah sukses dunia kerja dan dunia usaha bidang pertanian justru ketika menggeluti dunia wirausaha. Seperti misalnya Bob Sadino, yang sangat sukses mengelola agribisnis, bisa menjadi sosok yang perlu diserap ilmu dan pengalamannya. Bidang pertanian sangat dibutuhkan banyak sekali praktisi agar berkembang dan mampu mensejahterakan masyarakat.

Masih ada harapan berkembangnya bidang pertanian di negeri khatulistiwa yang subur dan hijau ini. Sumberdaya alam yang sangat menggiurkan ini jangan sampai justru dinikmati segelintir orang dan hasilnya dibawa ke luar negeri. Kita memimpikan bahwa dunia pertanian bisa menjadi ujung tombak dalam memajukan bangsa yang dikenal mampu berswasembada pangan pada beberapa waktu lalu. Semua itu dimulai dengan pengembangan sumberdaya manusia melalui pendidikan.

“Pendidikan bukan segalanya, tapi segalanya bisa berawal dari pendidikan”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun