[caption id="attachment_309325" align="aligncenter" width="512" caption="Kondisi genangan air yang masih meliputi pemukiman di Kelurahan Cipinang Raya Kec. Makassar Jakarta Timur, Kamis 30/1/2014 (dok. pribadi)"][/caption] "Kami sudah enam kali membersihkan rumah. Banjir datang lagi datang lagi. Entah hari ini ada kiriman lagi, gak?"
Ungkapan di atas terlontar dari warga RT 005 RW 04 Kelurahan Cipinang Melayu Kecamatan Makassar Jakarta Timur kemarin siang (30/1/2014). Mereka baru saja usai membersihkan rumah dan perabotan dari lumpur bekas banjir. Sambil duduk santai mereka dengan ramah melayani saya dan teman-teman dari Sekolah Alam Bogor yang mengunjungi area banjir di kawasan Kali Malang.
Banjir datang sejak pertengahan bulan Januari lalu. Warga menuturkan bahwa air masuk ke kawasan pemukiman mereka dengan sangat cepat saat mereka lelap tidur.
"Kira-kira pukul 04.00 pak, air tiba-tiba sudah masuk ke rumah. Sekitar 10 menit saja air sudah tinggi selutut. Itu lihat kasur dan bantal basah kemasukan air. Air ada setinggi dua meter "
Itulah ungkapan beberapa warga yang menggambarkan kejadian awal banjir yang melanda kawasan padat penduduk di kelurahan Cipinang Raya ini. Sambil melihat bantal dan alat tidur yang basah dan kotor oleh lumpur banjir, saya menyimak cerita dan keluh kesah mereka.
[caption id="attachment_309326" align="aligncenter" width="512" caption="Bantal dan alat tidur yang masih basah dan kotor karena terkena air banjir berlumpur (dok. pribadi)"]
Posko Universitas Borobudur sudah hampir tiga pekan berdiri. Di posko yang pengungsinya menempati Masjid Raya Kampus ini, 'dihuni' sekitar 600 pengungsi yang berasal dari penduduk yang menghuni bantaran Sungai Sunter di kawasan Kalimalang. Di lokasi yang berseberangan dengan Saluran Kalimalang ini, berdiri pos lapangan berbagai lembaga  penanggulangan bencana pemerintah  dan lembaga kemanusiaan non pemerintah. Terlihat jelas BNPB dan TNI AD dari Kodim 0505 Jakarta Timur mendirikan posko dengan tenda besar. Disamping itu lembaga kemanusiaan Relawan Indonesia membantu ikut terjun membantu pengungsi dan manajemen posko pengungsi.
[caption id="attachment_309329" align="aligncenter" width="512" caption="Posko Bencana Banjir Universitas Borobudur Jakarta Timur"]
[caption id="attachment_309328" align="aligncenter" width="512" caption="Menyalurkan bantuan di Posko Banjir di Universitas Borobudur"]
Banjir di Jakarta menerbitkan sebuah fenomena kerepotan luar biasa kalau tidak dikatakan sebuah derita bagi korban yang terdampak banjir. Kerepotan luar biasa ini bisa saja disebut derita yang belum tahu ujungnya, karena curah hujan masih diprediksi tinggi pada akhir bulan Januari dan Bulan Februari 2014.
Beberapa 'penderitaan pengungsi' yang terekam khususnya di kawasan Kalimalang antara lain :
1. Bolak-balik membersihkan rumah dan perabot.
Warga di kawasan ini sudah enam kali bolak-balik mebersihkan lantai, dinding dan perabot rumah yang berlumpur. Tak lama dibersihkan, banjir kembali datang. Menurut mereka sudah lima kali air bercampur bolak-balik  'bertamu' ke rumah mereka. Membersihkan lumpur tentu saja butuh kerja ekstra. Disini kesabaran warga korban banjir teruji. Saya prihatin sekaligus salut dengan kesabaran mereka.
[caption id="attachment_309333" align="aligncenter" width="512" caption="Halaman rumah warga di Kelurahan Cipinang Melayu yang masih tertutup lumpur (dok. pribadi)"]
2. Listrik Padam
Menikmati kehidupan tanpa listrik menjadi 'penderitaan' yang harus dirasakan korban banjir. Warga yang terdampak banjir kali sunter harus menikmati pemadaman listrik dri PLN. Mereka bertahan di rumah yang bolak-balik tergenang air tanpa lampu dan aliran listrik. Ini akan menjadi hari-hari yang sulit karena listrik sudah menjadi kebutuhan dasar masyarakat kota. Lagi-lagi warga harus meningkatkan stamina kesabarannya.
3. Â Kendaraan Bermotor juga 'Mengungsi'
Tak hanya manusia yang harus diungsikan saat musim banjir datang. Warga yang memiliki sepeda motor dan mobil harus mengungsikan barang berharganya ini. Setidaknya pemandangan deretan mobil dan motor yang diparkir di pinggiran Saluran Kalimalang dan jembatan di depan Universitas Borobudur menjadi buktinya.
[caption id="attachment_309332" align="aligncenter" width="512" caption="Mobil yang juga "]
Salah satu alasan utama warga korban banjir yang tidak mengungsi adalah menjaga barang-barang di rumah mereka. Selama mereka masih punya tempat yang aman di sisi rumahnya, mereka akan bertahan untuk menjaga barang-barangnya dari kerusakan dan kehilangan meski pemukiman mereka didatangi banjir berkali-kali. Seorang warga bahkan ada yang membuat tenda di atap rumah tingkat yang belum jadi. Bagi mereka, bertahan di rumah lebih menenangkan daripada mengungsi tapi tidak tahu nasib rumah dan isinya. Sabar, sabar dan sabar itulah tempaan warga di saat banjir.
Ujian musibah yang bagi sebagian orang dipandang sebagai penderitaan, bisa saja memiliki hikmah sendiri. Saya sendiri masih melihat optimism hidup di mata warga korban. Mereka tidak menampakkan wajah sebagai orang-orang yang menderita. Dari wajah mereka masih terbit cahaya semangat dann senyuman manis. [caption id="attachment_309331" align="aligncenter" width="512" caption="Warga RT 005 RW 04 Cipinang Melayu dan murid sekolah alam Bogor (memakai kerudung)(dok. pribadi)"][/caption]13911257011709130921
Saya kemudian melihat pada anak-anak Sekolah Alam Bogor yang juga ikut menyalurkan bantuan dan menengok suasana pemukiman dan warganya yang menjadi korban banjir. Mereka nampak antusias. Mereka mendapat gambaran yang cukup tentang musibah banjir hari ini (30/1/2014). Usai tadi mereka menyalurkan bantuan ke posko pengungsian, mereka akhirnya juga merasakan 'derita' warga yang terkena musibah banjir. Semoga saya dan adik sekolah alam dapat mengambil hikmah dari perjalanan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H