Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Liputan Get Urbanized VI: Barang Bekas Bisa Sangat Berharga di Kutakatik

25 September 2012   03:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:46 1402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Sudah!” seru anak saya, Aisyah.

Dia membuat kreasi seru yang saya tidak tahu bentuknya. Sementara Nuha dan Fauq , anak pertama saya membuat robot. Saya tertarik menjadikan kaleng snack menjelma jadi pohon. Sementara Muthi anak kedua saya menjadikan barang bekas dikreasikan jadi mainan seperti kupu-kupu. Istri saya tak ketinggalan, membuat kaleng kripik diubah jadi mobil-mobilan. Adapun kreasi Kompasianer lain sangat beragam, unik, bagus dan menarik. Salah satu kreasi salah satu Kompasianer berupa ondel-ondel bertuliskan Fauzi Bowo dan Joko Widodo.

[caption id="attachment_207792" align="aligncenter" width="448" caption="Anak-ana dan hasil kreasi barang bekas mereka"]

1348544547432028794
1348544547432028794
[/caption] [caption id="attachment_207793" align="aligncenter" width="448" caption="Kreasi kompasinaers, bagus, bagus, bagus"]
13485446361209541405
13485446361209541405
[/caption]

Semua peserta akhirnya berkumpul dengan “mainan” masing-masing untuk didokumentasikan. Kami bangga dengan hasil kreasi masing-masing. Sebagian Kompasianer ada yang tertarik untuk mengembangkan usaha ini.

Memang, usaha kelas seni dan kreatifitas ini tidak banyak. Bagi banyak orang, bungkus makanan dan minuman seringkali dianggap sampah, namun tidak demikian dengan Mbak Raya dan Mbak Kyra. Mungkin juga banyak orang tidak mau ribet atau repot mengumpulkan dan merubah barang bekas. Di tangan kreatif dua bersaudara ini, barang bekas ini justru mejelma menjadi sarana penyaluan seni dan kreatifitas.

Aktifitas dengan nuansa pendidikan seni dan penyadaran lingkungan yang dimulai sejak empat tahun lalu ini, juga mendatangkan keuntungan materi. Menurut Mbak Raya, paling tidak tiap bulan, kelas seni dan kerajinan ini bisa mendapat pendapatan Rp. 2.5 juta.

Apa keunggulan lain dari Kutakkatik selain mengolah sampah dan mengemangkan imajinasi? Mbak Raya memberi penjelasan singkat:

“Kami selalu menekankan bahwa hasil karya anak-anak tidak ada yang jelek, bahwa masing - masing anak mempunyai keunikan sendiri-sendiri, kami tidak pernah memberikan nlai khusus”

“Setelah barang-barang ini jadi, apakah kemudian dijual sebagai souvenir, misalnya? “ tanya saya.

“Sampai saat ini kami belum menjual hasil karya barang bekas ke konsumen, kami masih berkonsentrasi ke ''pendidikan'' untuk anak - anak, membantu anak-anak menggali kreativitas mereka, sebagai wadah untuk mereka berkreasi.”

Wah, menari sekali bukan? Sambil mengolah sampah, mendidik seni dan kratifitas juga memberi altenatif edukasi yang menggali imajinasi anak-anak. Sebuah usaha yang patut didukung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun