Tanpa melanjutkan pembicaraan Pak Zainul pamit ditemani tongkat kayu penyangga kakinya. Miris sungguh nasib pak Zainul di masa tuanya. Anak-anak yang diharapkan menjadi pelipur lara menemani kesepian, tak ada saat diharapkan.
Sebulan terakhir saya melihat ada seorang pembantu di pagi hari dirumahnya. Tak lama sekitar satu sampai dua jam saja, sekedar membersihkan rumah setelah pergi dari rumah Pak Zainul. Untungnya dengan uang pensiunnya, dia mampu membayar itu semua.
Kadang pikiran saya melayang-layang, "Bagaimana nasib masa tua saya nanti?, Apa bahagia didampingi anak cucu? atau bernasib seperti Pak Zainul?. Entahlah.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!