Mohon tunggu...
Achmad Ridwan Sholeh
Achmad Ridwan Sholeh Mohon Tunggu... Akuntan - Pegawai

Ayah dari Achmad Ibrahim

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesendirian di Masa Tua Beserta Kesedihan yang Menyayat

1 April 2020   12:34 Diperbarui: 1 April 2020   12:40 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : www.izi.or.id

Orang tua, ini orang tua saya, kita dan anda. Lihat wajahnya baik-baik, jika dalam perantauan pandanglah fotonya, kerutan sudah sangat banyak di wajahnya. Kerutan tersebut merupakan tanda bekas perjuangan tanpa lelah menghadapi kerasnya kehidupan.

Sebelum saya menulis tulisan ini, saya mendapatkan telepon dari kolega saya di luar kota. Bu Reni namanya seorang administrator usia 58 tahun yang telah mengabdi selama lebih dari 35 tahun sebaga pegawai negeri sipil.

"Assalamualaikum, Ini saya mas Bu Reni. Saya sudah pensiun mas per hari ini (1 april 2020)" ucapnya

"Walaikum salam, iya bu" jawab saya

"Saya minta maaf bila ada salah selama bekerja sama dengan Mas Ridwan" Lanjut Bu Reni

"Iya bu, Saya juga mengucapkan terima kasih telah dibantu urusan pekerjaan" jawab saya.

Percakapan tak berlangsung lama, hanya sekedar ucapan perpisahan menandakan akan susah untuk bertemu atau bahkan tak bertemu sama sekali. Tak terasa hati merasakan kesedihan karena sudah saya anggap sebagai orang tua sendiri selama 5 tahun bekerja dengannya. 

Tiba-tiba teringat ibu di rumah yang sudah berusia jauh lebih tua dari Bu Reni. Ibu saya sudah memasuki usia 75 tahun. Ibu saya memiliki enam anak yang sudah memiliki rumah masing-masing. Hanya saya yang tinggal bersama Ibu ditemani istri dan anak saya. 

Ketika saya dan istri bersiap pergi ke kantor di pagi hari, kadang saya melihat kesedihan di mata ibu saya. Seakan-akan pandangannya berkata "Aku ditinggal sendiri lagi". Anak saya juga dititipkan ke mertua dikarenakan Ibu sudah tidak mampu mengasuh bayi.

Sebenarnya saya sudah mencarikan pembantu rumah tangga, tetapi seringnya tidak cocok dan minta berhenti, akhirnya saya malas mencarinya lagi. Toh pekerjaan rumah tangga, saya dan istri yang mengerjakan semua di tengah-tengah kesibukan kami bekerja.

Mengingat kantor saya hanya berjarak tiga kilometer dari rumah, saya mengajari Ibu untuk menggunakan handphone dan WA (whatsapp) untuk menghubungi saya sewaktu-waktu. Proses mengajari seseorang yang lahir di jaman kemerdekaan Indonesia bukanlah hal yang mudah.

Terkadang saya sempat emosi dalam prosesnya. "Ya Allah maafkanlah saya yang kurang sabar".

Sering di akhir pekan saya dan istri ke luar kota sekedar refreshing. Tak lama, hanya sekitar empat sampai lima jam, tetapi Ibu selalu bertanya "Pulang jam berapa?". Pertanyaan ini kadang bikin kesal, tapi ya mau gimana lagi akhirnya kegiatan jalan-jalan dibuat sesingkat mungkin. 

Bukannya tak mau membawa ibu turut serta jalan-jalan bersama istri dan anak saya, tetapi transportasi lah yang membatasi. Saya hanya punya kendaaran Supra X 125 keluaran tahun 2006. Yang itu juga masih atas nama Ibu saya, hadiah kelulusan SMP dulu. Tapi saya berjanji kepada Ibu untuk membelikan kendaraan yang bisa muat lebih banyak dalam waktu dekat, "Pegang janji anakmu ini Bu".

Merawat orang tua itu dibutuhkan ekstra sabar dan mampu menahan ucapan yang keluar dari mulut. Berdasarkan pengalaman pribadi, ucapan-ucapan yang menurut kita biasa saja, tetapi orang tua kita terlebih ibu menanggapi dengan berlebihan. Ucapan dan tindakan yang membuat sedih orang tua itu akan membuat kita menyesal kelak. "Sabarlah anak muda, kapan lagi kau berbakti pada orang tuamu".

Secerewet-cerewet nya ibumu, setidak enak apapun ucapannya terima saja memang begitu semua orang tua. Ada kiasan di daerah saya menghadapi orang tua yang cerewet. "Orang tua itu seperti Al-Qur'an (kitab suci rusak". Artinya itu kitab suci itu tidak bisa diperlakukan sembarangan meskipun rusak, kalian wajib menjunjungnya sebagaimana isinya yang paripurna berasal dari Tuhan.

Ini bukanlah soal balas budi, karena segala kebaikan dia untuk kita. Ini merupakan kewajiban berdasarkan tuntunan agama dan moral. Tak ada agama yang menyuruh membuang orang tuanya karena hanya bikin repot urusan kita. Tak ada moral yang baik membuat orang tua berkata "menyesal aku membesarkanmu".

Ibu saya cukup beruntung, lain halnya, Pak Zainul lansia yang berumur 68 tahun. Seorang pensiunan pegawai pemerintah yang ditinggal mati oleh istrinya beberapa tahun terakhir. Dia memiliki enam anak. Akan tetapi, satupun anaknya tak ada yang menemani masa tua nya.

Suatu ketika dia membeli lampu di rumah kakak saya yang berjualan peralatan listrik. Karena kakak saya sedang sibuk, saya mencoba menjualkan. Disela transaksi pak Zainul meneteskan air matanya. 

"Ada pak?" tanya saya

"Saya ini sudah tua, ganti lampu atap rumah sudah susah. Anak-anak itu kok gak ada yang mau kumpul dengan saya. Dulu saya yang menyekolahkannya sampai sarjana, sekarang saya hidup sendiri. Kemarin saya jatuh dari kamar mandi tak ada satupun yang menjenguk" curhatnya,  air mata terselip keluar dari matanya yang sembab.

"Sabar pak, sambil ditelepon saja anak-anak" Jawab saya.

Tanpa melanjutkan pembicaraan Pak Zainul pamit ditemani tongkat kayu penyangga kakinya. Miris sungguh nasib pak Zainul di masa tuanya. Anak-anak yang diharapkan menjadi pelipur lara menemani kesepian, tak ada saat diharapkan.

Sebulan terakhir saya melihat ada seorang pembantu di pagi hari dirumahnya. Tak lama sekitar satu sampai dua jam saja, sekedar membersihkan rumah setelah pergi dari rumah Pak Zainul. Untungnya dengan uang pensiunnya, dia mampu membayar itu semua.

Kadang pikiran saya melayang-layang, "Bagaimana nasib masa tua saya nanti?, Apa bahagia didampingi anak cucu? atau bernasib seperti Pak Zainul?. Entahlah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun