Mohon tunggu...
Achmad Reza Muntaha
Achmad Reza Muntaha Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNAIR

Halo saya Achmad Reza

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Imaging Modalities In Differential Dagnosis of Parkinson's Disease: Opportunities and Challanges

18 Juni 2024   20:37 Diperbarui: 18 Juni 2024   21:00 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jurnal Annals of Neurology "Single Photon Emission Computed Tomography/Positron Emission Tomography Molecular Imaging for Parkinsonism: A Fast-Develop

Parkinson atau penyakit neurodegeneratif adalah sebuah penyakit yang menyerang dan mengganggu sistem kerja dari otak pada seseorang yang disebabkan akibat adanya kekurangan kadar neurotransmitter dopamine secara progresif di substansia nigra pada otak manusia. Kadar dopamine yang kurang pada seseorang tidak mudah untuk dikenali. Secara ilmiah penyakit ini merupakan gangguan neurologik progresif yang mengganggu kestabilan otak sehingga otak yang seharusnya menjadi organ yang bertugas mengontrol dan bertanggung jawab pada gerakan tidak dapat bekerja dengan seharusnya. Hal yang sangat tampak dari penyakit ini adalah timbulnya gejala berupa bradikinesia yakni adanya gerakan yang melambat, rasa kaku pada otot, tremor, gangguan keseimbangan dan juga gangguan postur pada seseorang.

Menurut penelitian yang telah dikaji oleh Antoine Verger dkk, 2021 disebutkan bahwa jumlah pasien dengan indikasi parkinson neurodegeneratif meningkat lebih dari dua kali lipat dari perbandingan 1990-2015. Diperkirakan angka ini terus meningkat melebihi 56% lagi pada tahun 2030. Penyakit ini menyerang pada 1 dari 120 orang dengan rentang usia lebih dari 45 tahun.

Penyakit parkinson ini sebaiknya di kenali sedini mungkin. Sebab penyakit ini dapat menyerang pada setiap orang. Penyakit parkinson ini dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebab dan juga gejala yang dialami. Pembagian ini yakni penyakit parkinson primer, sekunder, atipikal, plus, dan juga parkinson yang disebabkan oleh faktor lain. Penyakit parkinson jenis yang sangat tidak lazim adalah penyakit parkinson atipikal. Pada parkinson atipikal ini memiliki gejala awal yang sangat tidak lazim di 5 tahun awal.

Pemeriksaan yang dapat mendeteksi dari penyakit parkinson jenis atipikal adalah dengan definitif setelah pemeriksaan patologis postmortem diagnostic internasional untuk parkinsonisme atipikal yang didasarkan pada kelompok penyakit dengan data otak postmortem. Sehingga perlu pemeriksaan patologis yang dapat menghasilkan nilai probabilitas lebih tinggi yakni dengan lebih dari 95% korelasi penyakit parkinson dibandingkan pada parkinson atipikal yang dapat dikorelasi sebesar 70%. Pada penyakit parkinson atipikal ini memerlukan diagnosis, cara pencegahan, dan juga pengobatan khusus dibanding dengan jenis parkinson pada umumnya. Selain itu parkinson atipikal ini hanya memiliki median waktu kelangsungan hidup yang relatif lebih pendek dengan kisaran 6 hingga 7,4 tahun saja. Sehingga perlu pemeriksaan khusus yang dapat mendeteksi penyakit ini.

Artikel ilmiah ini tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa penulis melakukan pengumpulan data primer atau eksperimental. Penelitian ini diambil dari pencarian literatur untuk menemukan studi yang telah dipublikasikan terkait aplikasi berbagai modalitas citra dalam diagnosis penyakit Parkinson (PD). Pencarian dilakukan secara terorganisir di beberapa basis data seperti PubMed/MEDLINE, Embase, ProQuest, Scopus, Cochrane, dan Google Scholar dengan menggunakan kata kunci MeSH dan sinonim yang sesuai. Dua peneliti independen dan terpisah melakukan pencarian literatur ini. Strategi pencarian di setiap basis data dilakukan dengan menggunakan istilah tertentu yang mencakup PD, sindrom parkinsonian, dan teknik citra seperti PET, SPECT, citra fungsional, transkranial sonografi, dan spektroskopi magnetik resonansi.

Umumnya penyakit parkinson dapat dilakukan pemeriksaan radiologis yang dapat mendukung diagnosa dari adanya indikasi diagnosa yang muncul. Pemeriksaan radiologi yang baik untuk mencitrakan indikasi penyakit ini adalah pemeriksaan dengan menggunakan modalitas MRI atau Magnetic Resonance Imaging. Pemeriksaan MRI ini memanfaatkan medan magnet yang kuat untuk menggambarkan anatomi organ dengan akurat pada pasien parkinson. Dengan spasial resolusi yang baik dan juga kontras yang tinggi dapat menunjukkan visualisasi dari kontur dan bentuk ganglia bangsal.

Pada beberapa jurnal disebutkan dan dijelaskan bahwa pencitraan dengan modalitas MRI, PET, ataupun SPECT dapat dengan baik menghasilkan gambaran patologi dengan baik. Hal ini dibandingkan dengan pemeriksaan PD dengan menggunakan modalitas CT-Scan. Alasan CT-Scan kurang baik apabila digunakan untuk mendeteksi PD adalah karena sensitivitas dari CT-Scan yang kurang terhadap jaringan lunak sebab sangat terbatas. Sehingga pencitraan dengan CT-Scan kurang dipilih.

Jurnal Annals of Neurology "Single Photon Emission Computed Tomography/Positron Emission Tomography Molecular Imaging for Parkinsonism: A Fast-Developing Field". Gambar tomografi terkomputasi emisi foton tunggal (SPECT)/positron emission tomography (PET) yang representatif untuk menyelidiki parkinsonisme dari radiotracer praktik rutin klinis pada subjek normal dan pasien parkinsonisme.

Pada penyakit parkinson's, pencitraan SPECT harus dilakukan beberapa jam setelah pelacak diberikan. Pada PD, ada sinyal yang lebih kecil di bagian striatum otak di mana ujung-ujung neuron dopamin seharusnya berada. Memang, ekspresi protein ini dapat mencerminkan kepadatan neuron dopaminergik fungsional di bagian striatum, dan penurunannya pada PD diperkirakan sebanding dengan tingkat keparahan penyakit.

DaTscan tidak memiliki hasil yang dapat diandalkan pada penyakit dengan hilangnya sel saraf dopaminergik dan penurunan kadar dopamin striatal. Jadi, sindrom Parkinson-plus, seperti kelumpuhan supranuklear progresif (PSP), degenerasi ganglionik kortikobasal (CBGD), dan Multiple System Atrophy (MSA), tidak dapat didiskriminasikan dengan metode pemindaian DaT. Oleh karena itu, kasus-kasus yang disebutkan di atas biasanya ditunjukkan tidak normal.

Meskipun pemindaian DaT tidak dapat membedakan antara penyakit Parkinson, PSP, CBGD, dan MSA dengan PD, tetapi ada beberapa laporan yang mengkonfirmasi kemampuan metode ini untuk membedakan PD dengan parkinson yang diinduksi oleh obat parkinsonisme vaskular.

Teknik Magnetic Resonance Imaging (MRI), termasuk MRI medan tinggi, Diffusion Tensor Imaging (DTI), Susceptibility Weighted Imaging (SWI), Arterial Spin Labeling (ASL), dan Magnetization Transfer Imaging (MTI), memainkan peran penting dalam mendiagnosis Penyakit Parkinson (PD) dengan memberikan gambaran rinci tentang struktur dan fungsi otak. MRI medan tinggi meningkatkan visualisasi ganglia basal, DTI menilai integritas saluran materi putih, SWI mendeteksi kadar zat besi otak dan kesehatan substantia nigra, ASL mengukur perfusi jaringan, dan MTI mengevaluasi mielinisasi dan kepadatan aksonal. Teknik-teknik ini secara kolektif memberikan pemahaman yang komprehensif tentang dampak PD pada otak.

Jurnal Annals of Neurology
Jurnal Annals of Neurology "Single Photon Emission Computed Tomography/Positron Emission Tomography Molecular Imaging for Parkinsonism: A Fast-Develop

Jurnal Annals of Neurology "Single Photon Emission Computed Tomography/Positron Emission Tomography Molecular Imaging for Parkinsonism: A Fast-Developing Field" . Gambar tomografi emisi positron yang representatif untuk menyelidiki parkinsonisme dengan radiotracer baru.

Fluorodeoxyglucose Positron Emission Tomography (FDG-PET) melengkapi MRI dengan mengungkapkan perubahan metabolisme pada PD, menunjukkan perubahan metabolisme di berbagai daerah otak. Kombinasi ASL-MRI dan FDG-PET menawarkan pandangan holistik tentang perfusi dan perubahan metabolisme pada PD, yang secara signifikan membantu dalam diagnosis dini dan memantau perkembangan penyakit. Integrasi ini menggarisbawahi pentingnya teknik neuroimaging canggih dalam meningkatkan akurasi diagnosis PD dan memahami perubahan struktural dan fungsional otak akibat penyakit ini.

Penulis : Achmad Reza Muntaha, Dava Rifki Rayhansyah, Fauzia Shofianti, Maulidatus Solihah, Rafifa Bilqis Khairunnisa, Maria Hyasinta

Institusi : Universitas Airlangga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun