Kalau yang dimaksud ustadz atau pendakwah panutan adalah mereka yang sering tampil di televisi atau konten videonya viral, sahabat saya pasti tidak masuk kategori. Jangankan masuk televisi atau menayangkan konten video di platform media sosial, mengakses sinyal internet saja sulitnya minta ampun.
Kalau yang dimaksud ustadz atau pendakwah panutan adalah sosok selebriti penceramah dengan penampilan aduhai dan dikerumuni para jamaah millenial, kawan saya ini tidak punya potongan atau penampilan layaknya seorang ustadz atau pendakwah. Ia lebih sering mengenakan kaos oblong, celana setinggi lutut, dan blangkon.
Kalau yang dianggap ustadz atau pendakwah panutan adalah figur yang fasih membaca dalil-dalil agama, hadist Nabi, dan ayat suci Al-Qur'an, orang yang mengajari saya tentang ngaji urip ini dapat dipastikan kalah bersaing dalam ajang festival pencitraan orang alim dan terpelajar.
Dalil-dalil berbahasa Arab cukup satu dua kali ia ucapkan. Selebihnya, ia "mengucapkan" ayat dan hadist melalui perilaku yang dilandasi oleh esensi substantif ayat dan hadist tersebut.
Dari sisi perilaku itu sahabat saya, Shohibul Izar, adalah sosok panutan dalam konteks pergerakan yang dijalaninya selama dua puluh tahun lebih. Disebut ustadz, pendakwah, motivator, penggerak, pembina atau apalah terserah, Kang Izar tidak ambil pusing.
Penghargaan yang diberikan kepadanya adalah Penyuluh Agama Islam Teladan Tingkat Nasional Tahun 2019. Apresiasi tingkat nasional tidak mengubah style dakwah dan kegigihan pengabdiannya di dusun Bajulmati desa Gajahrejo Kec. Gedangan Kab. Malang.
Hingga saat ini Kang Izar masih setia menemani mereka yang peduli dengan agenda lingkungan hidup dan pendidikan. Salah satu gerakan lingkungan hidup yang bertahan hingga sekarang adalah menjaga ekosistem daerah aliran sungai dusun Bajulmati. Menanam mangrove sepanjang perairan payau yang bermuara di pantai Bajulmati menjadi dakwah lingkungan.
Kang Izar tidak hanya berceramah tentang "ayat-ayat tertulis" di Al-Qur'an. Ayat yang "tidak tertulis", seperti manfaat tanaman bakau bagi lingkungan, dipaparkan secara detail. Kesadaran beragama tidak berhenti pada manfaat individual. Aktivisme yang dijiwai ayat suci ini menemukan gathukannya antara teologi Islam dengan praktik konservasi lingkungan.
Ia menyebut apa yang dikerjakan itu sebagai ngaji urip. Membaca ayat-ayat Tuhan melalui gerakan konkret yang manfaatnya adalah menjaga hukum keseimbangan alam.
Suatu ketika sungai yang kanan kirinya hutan bakau alirannya mampet karena banyaknya tumpukan ranting daun kering. Ia lompat dari perahu. Seorang diri Kang Izar menyingkirkan ranting-ranting dan daun-daun kering.Â
Saya dilarang "ikut campur". Kedalaman sungai mencapai lebih dari ketinggian orang dewasa.Â
Saya hanya terpaku di atas perahu. Pakaiannya basah kuyup. Sesekali ia menyelam untuk mencabut ranting-ranting yang nyangkut di bawah air.Â
"Membuka aliran sungai ini lebih mudah daripada membuka cara berpikir manusia," ucapnya sambil berenang menuju perahu. Â Â
Gerakan menjaga lingkungan hidup yang kini populer dikenal sebagai "Islam Hijau" perlu ditopang upaya edukasi terutama bagi anak-anak dusun Bajulmati. Taman Kanak-kanak Harapan dan Sekolah Dasar Harapan adalah ikhtiar pendidikan yang berbasis lingkungan dan kearifan lokal. Sayangnya, upaya ini kerap "terhambat" oleh formalisme regulasi model dinas pendidikan.
Namun, hal itu tidak menyurutkan tekad pengabdian Kang Izar dan para guru. Mereka berusaha untuk bertahan di tengah gempuran kapitalisasi pariwisata terutama sejak dibukanya Jalur Lintas Selatan (JLS) yang menghubungkan pantai Sendangbiru dan pantai Balekambang.
Kegigihan Kang Izar dan para pendidik di dusun Bajulmati memang jarang disorot mata kamera televisi. Mereka jauh dari label-label populer seperti ustadz, penggerak lingkungan, pendakwah. Bahkan pun kiprah sebagai "penjaga gawang" toleransi dan kerukunan hidup beragama akan tetap tersembunyi di bilik nurani penduduk dusun Bajulmati.
Sahabat saya ini tampaknya tidak memerlukan baju kehebatan sebagai ustadz, pendakwah atau sebutan apa pun. Ia menikmati dan berusaha mempertahankan dirinya sebagai manusia. Tidak lebih dari itu.[]
Jagalan, 10 April 2022 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H