Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tragedi Kemanusiaan dan "Ngamal" yang Tuhan

7 April 2022   23:01 Diperbarui: 7 April 2022   23:06 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang tahu bulan Ramadhan adalah bulan berlimpah pahala. Semacam bulan "percepatan" sehingga satu amal kebaikan pahalanya dihitung berlipat ganda. Kendati demikian kita bisa melihat kemurahan ini dari sudut pandang yang lain.

Sebut saja pahala yang berlipat ganda itu semacam iming-iming dari Tuhan. Reward pendorong motivasi agar lebih sregep dan sungguh-sungguh beribadah.

Namun, kalau pertanyaannya dibalik: tanpa iming-iming pahala, apakah kita akan tetap sungguh-sungguh beribadah? Tanpa iming-iming kenikmatan surga dan ancaman neraka, apakah kita tetap taat kepada-Nya?

Pertanyaan itu dapat berkembang, misalnya, kalau Tuhan tidak mewajibkan puasa apakah kita akan suka rela berpuasa? Sebenarnya kita mengerjakan perbuatan baik untuk mengharapkan bergunung-gunung pahala ataukah karena dorongan kesadaran bahwa perbuatan baik itu memang patut dikerjakan?

Pernahkah kita membayangkan Tuhan akan "kecewa" karena kita mementingkan pahala ketimbang cinta kepada-Nya? 

Tulisan ini tidak menyangkal pahala sebagai salah satu bentuk kasih-sayang-Nya. Toh, pemberi pahala adalah Tuhan sendiri. Para malaikat pun tidak. Satu-satunya Pihak yang paling mengerti tentang kuantitas dan kualitas pahala untuk para hamba adalah Tuhan.

Tangga pahala yang mampu kita capai adalah tangga mudah-mudahan dan tangga keyakinan. Mudah-mudahan Tuhan memberi kita pahala. Naik satu tingkat, kita meyakini Tuhan memberi kita pahala. Hanya itu. Selebihnya, kepastian dapat pahala atau tidak, diterima atau ditolak, itu mutlak hak prerogatif Tuhan.

Jadi, ngapain pusing memasti-mastikan pahala. Kita bukan Tuhan dan mustahil dapat memastikan apa pun yang bergerak di wilayah kemungkinan. Kita ini "makhluk kemungkinan", "makhluk mudah-mudahan", "makhluk keyakinan".

Nabi Muhammad Saw menyatakan, "Dalam bulan biasa, pahala setiap kebajikan dilipatgandakan 10 kali lipat, namun dalam bulan Ramadhan pahala amalan wajib dilipatgandakan 70 kali lipat dan amalan yang sunah disamakan dengan pahala amalan wajib di luar Ramadhan." (HR Muslim)

Kita boleh memakai logika matematika untuk menghitung kemurahan pahala selama bulan Ramadhan. Misalinya, kita beramal 1.000 rupiah. Di luar bulan Ramadhan amal itu dilipatgandakan menjadi 10.000 rupiah. Selama bulan Ramadhan 1.000 rupiah menjadi 70.000 rupiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun