Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"New Normal" Pendidikan yang Dikepung "Old Mindset", Orangtua: "Sekolah kok Onlan-onlen!"

31 Mei 2020   09:02 Diperbarui: 31 Mei 2020   09:21 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa SDN Sigit 3 Desa Sigit, Tangen, Sragen, Jawa Tengah sedang belajar kelompok di rumah. Sumber: KOMPAS.com/Dok pribadi Lulu Kartika

Ikatan Guru Indonesia mengajukan sejumlah persyaratan kepada Kemendikbud agar menggeser tahun ajaran baru 2020/2021 ke bulan Januari 2021.

Sembilan alasan disampaikan IGI. "Jika Kemendikbud tetap ngotot untuk tidak menggeser tahun ajaran baru maka semua masalah di atas harus bisa diatasi," ujar Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia, Muhammad Ramli Rahim, seperti diberitakan Kompas.com.

Kesembilan alasan itu memang cukup krusial mengingat pandemi masih menghantui kesehatan dan keselamatan masyarakat. Bahkan hingga Kamis (28/5/2020) 86 anak dinyatakan positif terinfeksi virus corona di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dikutip dari Kompas.com, dari 86 anak yang positif terinfeksi Covid-19 itu, 35 di antaranya merupakan balita rentang usia 0-5 tahun, atau sebanyak lima persen dari total kasus positif Covid-19 di NTB.

Ini sinyal bahaya. Tingkat kewaspadaan tidak boleh kendur. 

Apabila mencermati kasus anak terinfeksi positif di NTB, sembilan alasan IGI yang disampaikan kepada Kemendikbud, bisa diterima walaupun penerapannya perlu dikaji secara mendalam.

Kemendikbud tentu tidak gegabah. Tahun ajaran baru tetap dimulai pertengahan Juli 2020. Pada 13 Juli 2020 peserta didik tidak harus belajar di sekolah.

Tahun ajaran baru menandai peserta didik kembali belajar. Namun, situasi dan kondisi setiap daerah pasti berbeda. 

Daerah yang dinyatakan aman bisa memulai belajar di sekolah. Sedangkan daerah yang dinyatakan belum aman, peserta didik tetap bisa belajar dari rumah.

Diperlukan kajian dari berbagai sisi dan aspek sebelum memutuskan anak-anak bisa kembali belajar di sekolah.

Keselamatan dan kesehatan peserta didik, civitas akademik di sekolah serta orangtua siswa adalah prioritas utama. Pemerintah kota/kabupaten diharapkan tidak sembrono membuat keputusan kapan anak masuk sekolah.

Mimpi buruk lingkungan sekolah menjadi klaster penyebaran virus jangan terjadi. 

Sekarang saatnya sekolah dan stakeholder pendidikan konsisten menerapkan slogan Sekolah Ramah Anak. Slogan ini mengidealkan peserta didik bukan saja aman dari kekerasan fisik dan psikis, namun aman pula lingkungan tempat mereka belajar.

Apalagi beberapa sekolah dasar negeri di Kab. Jombang digunakan tempat isolasi para pemudik dari luar kota. Hal ini memerlukan penanganan kebersihan dan perlakuan kesehatan yang serius.

Lingkungan tempat belajar harus dipastikan kembali bersih dan steril. Sebelum kegiatan belajar di sekolah dimulai, ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS), kamar mandi, WC, ruang kelas dan setiap bagian dari environmental sekolah telah melalui proses screening kesehatan yang akurat.

Penerapan new normal di lingkungan pendidikan bukan sekadar berisi anjuran jaga jarak, cuci tangan pakai sabun, dan pakai masker. Bahkan harus lebih dari itu: new normal memerlukan new mindset untuk membentuk "new perilaku".

Persoalannya, pada new mindset itulah pendidikan kita kerap kali kedodoran. 

Tidak cepat melakukan adaptasi. Lemot menentukan langkah antisipasi. Selalu terlambat merumuskan keadaan.

Selama pandemi kita mencermati kegiatan belajar online di rumah masih jauh panggang dari api. 

Orangtua peserta didik kualahan menjadi guru bagi anaknya sendiri. Anak-anak menjadi sulit dikendalikan. Ayah dan ibu pun dibuat stres.

Fasilitas belajar online antarsekolah belum merata alias njomplang di sana sini. Ada sekolah yang memiliki fasilitas mumpuni. Sementara sekolah lain, boro-boro belajar online, gedung sekolah tidak roboh sudah Al-Hamdulillah.

Orangtua dari kalangan menengah ke bawah menatap kenyataan: uang untuk beli paket data internet mending dibelanjakan beras. Mengatasi perut lapar di tengah ekonomi sulit lebih penting daripada belajar "onlan-onlen".

Apakah para guru telah siap mengajar secara online? 

Persoalan ini pun tak kalah pelik. Tidak heran apabila IGI menyarankan tahun ajaran baru dimulai pada Januari 2021.

"Memberikan kepastian tahun ajaran baru bergeser ke Januari akan membuat dunia pendidikan memiliki langkah-langkah yang jelas terutama terkait minimnya jumlah guru yang memiliki kemampuan tinggi dalam menjalankan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Online," kata Ramli.

Pandemi Covid-19 membuka kedok banyak pihak. Orangtua, guru, stakeholder gagap mengeja makna pendidikan yang sesungguhnya.

Terbiasa berkutat pada urusan teknis birokratis membuat penghuni utama pendidikan kelabakan diterjang badai Corona. Terbata-bata membaca situasi. 

Ujung-ujungnya, biasanya, masing-masing pihak berlindung di balik dinding pembenaran.

Mengubah mindset guru, orangtua, stakeholder pendidikan memang tidak bisa secepat masa inkubasi virus corona. Kita tengah berkejaran dengan waktu. Pilihannya, pola pikir tentang cara belajar baru harus diubah melalui proses evolusi atau revolusi.

Sayangnya, iklim pendidikan kita belum adaptif menghadapi perubahan apalagi mendadak dalam situasi pandemi.

Alih-alih berpolemik kapan tahun ajaran baru dimulai, Kemendikbud bisa mengomunikasikan kepada masyarakat tentang pola pikir cara belajar baru, tuntutan sistem baru pendidikan, serta setiap hal terkait upgrade software pendidikan.

Minimal, orangtua mulai terbiasa dengan proses belajar yang fleksibel, adaptif, kreatif dan inovatif---tidak kaku belajar di kelas seperti selama ini dialami peserta didik.

Alhasil, persoalan pendidikan kita masih berkutat pada mindset atau pola pikir yang "old normal". Sedangkan memasuki era new normal para pemangku pendidikan masih berdebat tentang hal-hal teknis birokratis.

Kadang saya mengalah pada orangtua yang mengeluh, "Sekolah kok onlan-onlen, onlan-onlen!" []

Jagalan, 310520

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun