Pandemi Covid-19 membuka kedok banyak pihak. Orangtua, guru, stakeholder gagap mengeja makna pendidikan yang sesungguhnya.
Terbiasa berkutat pada urusan teknis birokratis membuat penghuni utama pendidikan kelabakan diterjang badai Corona. Terbata-bata membaca situasi.Â
Ujung-ujungnya, biasanya, masing-masing pihak berlindung di balik dinding pembenaran.
Mengubah mindset guru, orangtua, stakeholder pendidikan memang tidak bisa secepat masa inkubasi virus corona. Kita tengah berkejaran dengan waktu. Pilihannya, pola pikir tentang cara belajar baru harus diubah melalui proses evolusi atau revolusi.
Sayangnya, iklim pendidikan kita belum adaptif menghadapi perubahan apalagi mendadak dalam situasi pandemi.
Alih-alih berpolemik kapan tahun ajaran baru dimulai, Kemendikbud bisa mengomunikasikan kepada masyarakat tentang pola pikir cara belajar baru, tuntutan sistem baru pendidikan, serta setiap hal terkait upgrade software pendidikan.
Minimal, orangtua mulai terbiasa dengan proses belajar yang fleksibel, adaptif, kreatif dan inovatif---tidak kaku belajar di kelas seperti selama ini dialami peserta didik.
Alhasil, persoalan pendidikan kita masih berkutat pada mindset atau pola pikir yang "old normal". Sedangkan memasuki era new normal para pemangku pendidikan masih berdebat tentang hal-hal teknis birokratis.
Kadang saya mengalah pada orangtua yang mengeluh, "Sekolah kok onlan-onlen, onlan-onlen!" []
Jagalan, 310520
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI